Kampung Watuwawer, yang berada di Lembata, menjadi tempat dibunuhnya Pastor Hendricus Coenradus Beeker, SVD pada 1956. Makamnya kini menjadi taman doa, di mana patung misionaris itu juga ditempatkan.
Uskup Larantuka, Mgr.
Fransiskus Kopong Kung memimpin upacara pemberkatan taman doa itu pada 14 Juni
yang disiarkan live streaming di Youtube, dihadiri oleh umat dan perwakilan
pemerintah lokal.
Ia sekaligus
mendeklarasikan Watuwawer sebagai kampung ziarah bagi umat di keuskupan, maupun
dari wilayah lainnya.
“Dandanlah kampung ini
sehingga siapa saja yang datang menimbah kekuatan iman di sini merasakan bahwa
Watuwawer itu sejuk, tidak hanya karena hawanya, tetapi juga karena
orang-orangnya,” katanya.
“Kita bangun kerja sama
seluruh umat, bersama tokoh-tokoh masyarakat, kepala desa, dan pemerintah
kabupaten,” katanya.
Ia mengatakan, Pastor
Beeker telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan umat Katolik di
keuskupannya.
“Dari darahnya yang
ditumpahkan, hasilnya adalah kita umat saat ini dan generasai-generasi
selanjutnya,” katanya.
Wakil Bupati Lembata
Thomas Ola Langoday yang hadir dalam acara peresmian mengatakan taman doa
tersebut merupakan ikon wisata rohani kabupaten itu.
Pastor Beeker meninggal
pada 19 April 1956, saat baru berusia 44 tahun.
Dia dibunuh oleh
seorang pemuda bernama Bernadus Baha Luga, yang sebelumnya dia bantu untuk
mengikuti kursus keterampilan.
Menurut kesaksian umat,
ia dibunuh setelah menegur Luga karena mencuri barang-barang milik seorang
misionaris SVD lain.
Kematian tersebut
meninggalkan duka yang mendalam bagi umat. Saat jenazahnya dibawa ke Larantuka
di Pulau Flores dengan perahu tradisional, umat mengiringinya sambil menangis.
Setelah membunuh imam
itu, Luga melarikan diri, tetapi kembali ke kampungnya pada 1999, di mana dia
menjalani upacara adat glete kera, simbol pembersihan diri dari dosa
besar.
Karena kecintaan umat
terhadap Pastor Beeker, pada 2005, tulang imam itu dikembalikan ke Watuwawer.
Pastor Beeker membantu
mengembangkan keterampilan dan pendidikan masyarakat setempat, di mana ia
mengirim sejumlah orang muda ke Larantuka untuk belajar pertukangan kayu di
bengkel-bengkel yang dikelola gereja dan mendirikan sekolah dasar, pertama di
Watuwawer pada tahun 1948 dan kemudian di dekat Atawolo pada tahun 1954.
Untuk mengelola
sekolah-sekolah ini, ia mengirim beberapa anak muda ke lembaga pelatihan guru.
Mereka kemudian menjadi
kekuatan utama dalam menjalankan misi Gereja dalam pendidikan dan menyebarkan
nilai-nilai Katolik kepada penduduk setempat, yang pada saat itu percaya pada
animisme dan takhayul.
Pastor Paroki Hati Amat
Kudus Lerek, Romo Pius Laba Buri mengatakan, umat setempat melihat Pater Beeker
sebagai martir, meski belum ada pengakuan resmi dari Gereja Katolik.
“Kematiannya kita
anggap sebagai kemartirannya, terlepas dari pengakuan gereja nantinya,”
katanya, sambal menambahkan bahwa tanggal kematiannya selalu diperingati di
kampung itu dan menjadi hari libur khusus.
Piter Ata Tukan, umat
paroki yang memimpin pembangunan taman doa itu megatakan, semua umat bergotong
royong selama proses pembangunannya, dibantu dengan sumbangan dari pemerintah
lokal dan donator.
“Semoga tempat yang
kudus ini menjadi tempat devosi demi merawat iman umat sepanjang hidup,”
katanya.
“Tempat ini jangan
hanya menjadi kebanggaan, namun memanfaatkannya demi iman. Itulah yang menjadi
idaman kita,” tambahnya saat sambutan pada acara peresmian. *** https://katoliknews.com