Franz Magnis Suseno. (Foto: Antara) |
"Misalnya, saya
ditanya pilih ajaran Katolik atau Pancasila, itu pertanyaan apa?" kata
Romo Franz pada webinar dengan tema Pancasila: Tandingan Agama atau Etika
Kebangsaan? di Jakarta, Sabtu (19/6/2021).
Ia menilai adanya
pertanyaan memilih Pancasila atau agama sama saja dengan menggerogoti kesetiaan
seseorang pada Pancasila karena memberi kesan memilih agama atau Pancasila.
"Jadi, yang
membuat pertanyaan ini sendiri sebenarnya tidak Pancasilais," kata Romo
Franz.
Jika pertanyaan yang
sama ditujukan kepada umat Islam memilih Pancasila atau Alquran, hal itu berbahaya dan perlu diselidiki.
Pancasila lahir bukan
untuk bersaing dengan agama mana pun sehingga ke depan tidak pernah ada lagi
pertanyaan-pertanyaan memilih Pancasila atau agama maupun kitab suci.
Romo Franz juga meminta
Pancasila tidak dilebih-lebihkan, apalagi sudah mengarah pada hal politis.
Masalahnya, akan kontraproduktif karena meminta seseorang memilih Pancasila
atau agama.
Untuk menjadi orang
Indonesia, setiap orang tidak perlu melepaskan identitasnya masing-masing
apakah itu suku, apalagi mengompromikan agama atau keyakinan.
Sebagai manusia, kata
dia, setiap orang memiliki keterikatan sosial kepada keluarga, kampung halaman,
negara, dan tentunya pada agama.
Persoalan memilih
Pancasila atau Alquran pertama kali mencuat dalam tes wawasan kebangsaan yang
dilaksanakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Badan
Kepegawaian Negara (BKN).
Wakil Ketua KPK Nurul
Ghufron sendiri mengaku tidak mengetahui adanya materi soal yang mempertanyakan
perihal memilih Pancasila atau Alquran.
"KPK dan saya
tidak tahu tentang materi soalnya, metode dan bagaimana mekanisme evaluasinya,
semuanya kami pasrahkan ke Badan Kepegawaian Negara," katanya.
Sumber: ANTARA