The Purge: Anarchy bercerita tentang Amerika Serikat di tahun
2023. Tahun itu, jajaran petinggi negara menghadapi masalah-masalah yang pelik.
Tingkat pengangguran di atas ambang batas yang ditetapkan pemerintah,
masyarakat miskin sana-sini, orang kaya stres bertebaran, penjahat di
mana-mana, tindakan kriminal merajalela, kesenjangan sosial makin membumbung,
dan pemerintah tak cukup dana menanggulangi semua itu. Akhirnya, langkah paling
tak manusiawi mereka ambil untuk melanggengkan kekuasaannya dan menekan
benih-benih pemberontakan.
Dicetuskanlah malam pembersihan yang diberi nama The Purge yang bisa diartikan
pelampiasan/pembebasan/penjernihan/pembersihan. Isi aturannya hanya beberapa
butir dan sangat sederhana: ada 12 jam di mana masyarakat bebas mengeluarkan
segala keinginan paling buruk dalam diri mereka.
Mulai dari jam enam sore sampai enam pagi, semua
masyarakat dibebaskan membunuh, memperkosa, mencuri, memutilasi, menguliti,
menyiksa. Alat membunuh yang boleh digunakan adalah senjata yang tak masuk
dalam kategori senjata kimia dan pemusnah massal. Hukum untuk sementara tak berlaku.
Tidak akan ada keadilan, polisi, atau paramedis yang bekerja di malam itu.
Dari penerapan selama bertahun-tahun dampaknya mulai
kelihatan: Negara memiliki statistik luar biasa. Sama sekali tidak ada
kriminalitas. Angka pengangguran hanya 5%. Orang kaya stress semakin berkurang.
Masyarakat miskin menyusut. Bagaimana tidak, di malam pembersihan, orang yang
iri pada tetangganya dapat menuntaskan beban mentalnya dengan membunuh atau
menyiksa.
Remaja yang tertekan karena sering dirisak keluar
membawa senjata dan menembaki teman-teman yang telah menyakiti perasaannya.
Seorang istri yang mendapati suaminya selingkuh dapat melampiaskan
kekecewaannya dengan membacok pelakor yang merusak rumahtangganya dan
lain-lain.
Di malam itu, lawan dan kawan sangat sulit dibedakan.
Tak ada yang tahu isi hati satu sama lain. Barangkali orang-orang di sekeliling
mereka menyimpan niatan buruk karena suatu sebab dan hanya menunggu waktu yang
tepat untuk menuntaskan semuanya. Yang pantas dipercaya adalah diri sendiri.
Dan yang dapat membantu memperpanjang nyawa adalah kuasa atas apa yang dimiliki
(orang kaya atas uangnya dan orang miskin atas senjatanya).
Dari aturan gila semacam ini, kita dapat
membayangkan bagaimana film The Purge: Anarchy menawarkan kebrutalan yang
mengacak-acak nilai-nilai kebaikan yang telah kita anut. Juga memberikan sebuah
sudut pandang lain tentang aturan yang membatasi kita.
Film The Purge: Anarchy seolah mempertanyakan tentang relasi
kuasa. Negara sebagai sebuah institusi tertinggi dengan perangkat-perangkat
kekuasaannya yang melegalkan malam penjernihan memicu kekuasaan-kekuasaan kecil
lain bangkit.
Mereka yang memiliki kuasa melalui uang akan
membentengi rumahnya dengan pelindung baja dan tidur nyenyak hingga malam
penjernihan berakhir. Mereka yang memiliki kuasa atas saham-saham asuransi
properti, meraup untung dengan menawarkan jasanya dengan harga tinggi.
Mereka yang memiliki kuasa atas jabatannya dapat
menyuruh pihak militer mencari masyarakat miskin untuk dihabisi satu persatu.
Mereka yang menganut sekte tertentu dan memiliki jaringan luas dapat menjadikan
masyarakat tak berdaya sebagai korban dalam ritus yang mereka adakan di suatu
tempat pemujaan.
Pada akhirnya, yang kita dapati di film ini adalah
dampak dari berlangsungnya pertempuran kekuasaan.
Dalam pandangan relasi kuasa, ada tiga tahap yang
ditempuh oleh mereka yang punya kuasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Berikut
saya paparkan:
1. Stigmatisasi
Sebagai yang Lain
Mereka yang punya kuasa menganggap orang-orang di
luar golongannya sebagai ‘yang lain’. Pada mulanya mereka hanya memulai
menebarkan benih-benih perbedaan di antara objek yang tak punya kuasa lebih
dari mereka.
Cap-capan ini adalah langkah awal untuk menandai
mereka sebagai sasaran di mana kuasa mereka diterapkan. Mereka memulainya dari
iklan-iklan, selebaran-selebaran serta manipulasi sejarah melalui buku dan
televisi.
2. Dibelah
Menjadi Dua
Masyarakat-masyarakat setelah saling memberi cap
kemudian dibelah-belah menjadi dua golongan yang saling bertentangan.
Perbedaan-perbedaan diruncingkan. Dehumanisasi dilakukan besar-besaran atas
nama negara.
3. Pembalikan
Kesadaran
Setelah terbelah, yang memiliki kuasa menanamkan apa
yang mereka percaya sebagai sebuah kesadaran kolektif. Objek yang tak punya
kuasa akan ditekan sedemikian rupa sehingga mereka akan kehilangan jati diri
dan keinginan untuk membentuk kuasa baru dalam bentuk yang lain.
Meski kita tak berada pada sebuah negara yang begitu
bobrok sebagaimana di film The Purge: Anarchy, namun kita menyadari bahwa ada
relasi kuasa di tingkat atas dan bawah yang mungkin pernah dan masih kita
alami. Tapi, bagaimanapun, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah
memastikan bahwa kita punya kuasa atas diri dan pikiran kita sendiri. Karena
jika kita tak memiliki kebebasan sama sekali, tak ada lagi yang patut
dirayakan.
Inspirasi Malam Gesekan Gelas Kaca
Selasa, 22 Juni 2021