Kardinal Reinhard Marx
pekan lalu mengajukan pengunduran diri karena merasa Gereja Katolik Jerman
gagal mengatasi kasus pelanggaran seksual yang banyak terjadi di lingkungan
gereja.
Dalam sebuah surat yang
mengejutkan, rohaniwan Katolik itu mengatakan bahwa Gereja Katolik menghadapi
“jalan buntu” tetapi dia berharap dengan pemberhentian dirinya maka hal itu
akan menjadi “titik balik”.
Akan tetapi, hari Kamis
(10/6/2021) Vatikan menolak pengunduran dirinya dan mengatakan Kardinal Marx
harus tetap menjadi Uskup Agung Munich dan Freising.
Paus Fransiskus
berterima kasih atas “keberanian” Marx, tetapi menolak untuk melepaskannya dari
tugasnya, seraya menegaskan bahwa proses reformasi perlu dilakukan dan setiap
pemimpin gereja harus betanggung jawab mengatasi krisis itu.
“Saya sepakat dengan
Anda bahwa kita sedang menghadapi malapetaka: sejarah menyedihkan berupa
pelanggaran seksual dan cara Gereja mengatasinya sejak dulu kala sampai
baru-baru ini,” kata Paus Fransiskus dalam surat penolakannya. Namun, tegas
Paus, dia ingin Marx tetap menjabat.
Marx, yang merupakan
presiden German Bishops’ Conference (DBK) tahun 2014 sampai 2020, menghebohkan
Gereja Katolik dengan pernyataan pengunduran dirinya peka lalu.
Sebuah laporan tahun
2018 DBK perihal pelanggaran seksual mengungkap bahwa 3.677 children telah
dicabuli oleh 1.670 rohaniwan gereja.
Skandal seksual di
lingkungan Gereja Katolik Jerman mengakibatkan pengunduran diri sekitar 270.000
pejabat.
“Sebagai seorang uskuo,
saya memiliki ‘tanggungbjawab kelembagaan’ atas tindakan-tindakan Gereja secara
keseluruhan dan atas masalah-masalah institusionalnya serta
kegagalan-kegagalannya di masa lalu,” kata Marx dalam suratnya seperti
dilansir Euronews.
“Saya khawatir terhadap
fakta yang semakin jelas beberapa bulan belakangan yaitu adanya upaya untuk
mengabaikan penyebab dan bencana sistemik, atau jika kita mau menudingnya yaitu
pertanyaan-pertanyaan (masalah) teologis mendasar, serta penyederhanaan proses
dari upaya menangani masalah di masa lalu menjadi sekedar perbaikan
administratif,” kata Marx.
Gereja Katolik dinilai
oleh para korban pencabulan ileh rohaniwan dan keluarganya terlalu lamban dalam
menangani masalah yang sudah berlangsung sangat lama ini, dan bahkan menganggap
pelanggaran seksual yang terjadi sengaja ditutup-tutupi oleh Gereja dan
petingginya.*