Pater Chen ditetapkan
secara resmi melalui perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Pater Agus Malo Bulu
CSsR, Vikjen Keuskupan Weetebula, untuk melayani di tempat ini.\
Hamparan padang misi |
Seperti dilaporkan
oleh Pater Willy Ng. Pala, CSsR, Pos Pelayanan Mamboro meliputi
stasi-stasi dari dua paroki. Stasi Weeluri, Dasa Elu, Kawaru, Wunga dan Mamboro
sebelumnya berada di wilayah pelayanan Paroki St. Petrus dan Paulus Waikabubak.
Sedangkan Stasi Wini Lota dan Kasarada berada di Wilayah pelayan Paroki
Santo Klemens Katikuloku.
Secara
pemerintahan, tujuh stasi tersebut berada di wilayah kecamatan Mamboro,
Kabupaten Sumba tengah. Situasi ini cukup membingungkan lima stasi di
wilayah Waikabubak ketika ada urusan administrasi pemerintahan.
Untuk memudahkan
kerjasama antar gereja dan pemerintah dalam hal admisnistrasi, maka
berdasarkan SK Uskup Weetebula, sejak 1 maret 2020, kelima stasi
tersebut masuk dalam wilyah pelayanan Paroki Katikuloku. Dan sejak
saat itu juga Pater Chen berkarya dari Katikuloku menjad pastor dari ketujuh
stasi di kecamatan Mamboro tersebut.
Catatan Mgr. Hendrikus Haripranata SJ
Dalam cerita Sejarah
Gereja Katolik Sumba tulisan Mgr. Hendrikus Haripranata SJ, secara
sekilas disinggung tentang P. Bernard Schweitz
dan Bruder William Bush SJ bersama beberapa tukang yang tinggal selama
delapan hari di Mamboro.
Peristiwa tersebut
terjadi pada bulan april 1889. Hal ini terjadi setelah mereka berangkat
dari Nanga Mehi, Waingapu . Para misionaris mendarat di “Pelabuhan”
Mamboro. Di sini mereka menanti jemputan Raja Umbu Kondi yang datang dari
Bondo Boghil, Laura.
“Jadi sebenarnya mereka tidak tinggal untuk
berkarya, tapi hanya untuk lewat saja. Meskipun demikian sejarah telah mencatat
bahwa tanah ini pernah dilewati oleh para pionir misionaris Katolik yang gagah
berani,” jelas Willy.
Selain itu Mamboro
sudah memainkan peran penting dalam sejarah Sumba. Secara pemerintahan
pada tahun 1911 Mamboro disebut menjadi tempat pos pengawasan pemerintah
Belanda yang pertama di Sumba dengan nama Belanda Posthauder.
Dalam arti ini sejak saat itu orang sumba mulai diperkenalkan dengan hukum
sipil.
Sekilas tentang Stasi Pusat Mamboro
Menurut cerita,
kehadiran Gereja Katolik di wilayah Stasi Mamboro berawal dari penempatan
beberapa pegawai beragama Katolik oleh pemerintah pada tahun 1986 di Kecamatan
Mamboro. Semua mereka tidak saling kenal. Karena tidak ada Gereja
Katolik, mereka pun beribadat di Gereja Kristen Sumba
(Protestan). Di situlah pertemuan terjadi. Setelah mereka saling
kenal bahwa ada beberapa teman Katolik, mereka memutuskan untuk
beribadat sendiri di pendopo rumah pada setiap hari Minggu.
Para pegawai ini
kemudian menghubungi Pater Cypri Menti Leyn, CSsR, yang berkarya di Delsos
Waikabubak, sekaligus sebagai pastor Kaplan di paroki. Pater Cypri bersedia
melayani, dan dalam perjalanan waktu Stasi ini terus bertumbuh. Umat pun
mendapat kemurahan hati berupa tanah tempat mendirikan rumah ibadat.
Pater Chen (berjubah) di teras pastoran |
Tanah tempat gereja dan
pastoran berada saat ini adalah pemberian Raja Umbu Mangewa. Luas tanah
tersebut 2 hektar.
Di Pos Pelayanan ini,
fasilitas masih serba darurat. Foto-foto yang menyertai tulisan ini berbicara
sendiri. Untuk mendapatkan air bersih misalnya, Pater Chen harus menempuh jarak
2 kilo meter dengan naik turun bukit. Beruntung dia dibekali sebuah sepeda
motor oleh kongregasi. Sedangkan masyarakat sekitar yang tidak memiliki
kendaraan harus berjalan kaki untuk mendapatkan air bersih.
Saat ini di Stasi Pusat
Mamboro terdapat 26 keluarga, sedangkan ratusan KK lain tersebar di beberapa
stasi tetangga.
Di pastoran baru, Pater
Chen masih tinggal seorang diri. “Baru ada satu tempat tidur. Koster yang
hendak tinggal bersamanya belum bisa, karena belum ada tempat
tidur. Jadi bapa satu ini sendirian pada malam hari dalam rumah
yang terletak di tengah padang, seperti kisah dalam Little House On The
Praire,” kata Willy lagi.
“Tuhan tidak akan
meninggalkanmu sendirian. Demikian juga kami konfratermu. Maju terus. Jadilah
missionaris seperti Santo Bonifasius. Kesiapsediaanmu menempati Pos
Pelayanan yang menantang ini menuntut ‘kemartiranmu’ juga. Kami
mendukungmu dengan doa. Selamat bermisi, Padre,” kata Pater Willy
menyampaikan pesan untuk menguatkan konfraternya itu.
Willy juga mengutip
Mazmur 130:7: Copiosa Apud Eum Redemptio (Pada Tuhanlah Kasih Setia dan
Penebusan Berlimpah-limpah) yang merupakan semboyan Kongregasi Redemptoris.
(EDL)*** https://www.tempusdei.id