Kondisi bangunan SD Negeri Kuafenu di wilayah Kecamatan Fatumnasi, Kabupatan Timor Tengah Selatan, NTT. Foto : Istimewa |
SD Negeri Kuafenu yang
terletak di Dusun Kuafenu, Desa Nuapin Kecamatan Fatumnasi, Kabupatan Timor
Tengah Selatan, Provinsi NTT ini merupakan salah satu potret keterbelakangan
dunia pendidikan di Provinsi NTT.
Sepriana Taloim, salah
satu guru SD Negeri Kuafenu yang berhasil dihubungi florespedia pada Rabu
(16/6) melalui telepon genggamnya menjelaskan kondisi sekolah tempat ia
mengabdi jauh dari pusat Kota Soe. Lamanya waktuu perjalanan dari Kota Soe ke
SD Negeri Kuafenu kurang lebih 7/8 jam perlananan dengan menggunakan kendaraan
roda empat.
Jika menyewa mobil,
maka warga setempat harus merogo kocek sebesar 1 juta lima ratus ribu rupiah.
namun, jika menggunakan jasa kendaraan umum, maka warga setempat harus mengeluarkan
biaya sebesar 300 ribu rupiah pulang pergi (PP).
Dua ruang kelas SD Negeri Kuafenu di Kabupaten TTS, NTT. Foto : Istimewa
Semenjak dinyatakan
lolos seleksi CPNS, Sepriana Taloim langsung ditempatkan di SD Negeri Kuafenu
sejak Januari 2021 lalu.
Kepada florespedia,
Sepriana mengaku, SD Negeri Kuafenu hanya memiliki dua ruang kelas darurat.
Bangunan Polindes yang digunakan untuk ruang belajar siswa SD Negeri Kuafenu. Foto : Istimewa
“Hanya ada dua ruangan, tidak ada ruang guru
atau ruangan lainnya, hanya dua ruangan itu saja,” ungkap ibu guru yang mengaku
masih berstatus lajang ini.
Kondisi dua ruang kelas
itu pun sangat memprihatinkan yakni berdinding belahan bambu yang sebagiannya
rusak, beratap seng yang tidak dipaku tetapi hanya ditindih dengan menggunakan
kayu dan bocor di beberapa bagian, berlantai tanah, dan tanpa fasilitas penerangan
atau fasilitas lainnya.
Bangunan gereja lama yang digunakan untuk ruang kelas SD Negeri Kuafenu. Foto : Istimewa
“Kalau hujan deras kami tidak bisa KBM,” ujar
Guru Agama Kristen ini.
Karena kekurangan ruang
kelas, para guru memutuskan untuk menggunakan bangunan Poliklinik Desa
(Polindes) dan gereja untuk dijadikan ruang kelas. Namun, kondisi kedua
bangunan itupun sangat sederhana.
“Dua ruangan itu
dipakai untuk kelas V dan VI, untuk kelas IV kami pakai polindes, kalau kelas
I, II, III itu kami gabung dan sekolahnya di gereja karena muridnya sedikit,”
ujar Ibu . Sepriana.
Kondisi bangunan gereja yang digunakan untuk ruang kelas SD Negeri Kuafenu. Istimewa
Jarak antara dua
bangunan ruang kelas, polindes dan gereja yang digunakan untuk ruang belajar
siswa SD Negeri Kuafenu berdekatan.
“Polindes ini ruangan
terbuka jadi kami pakai saja, kalau gereja itu gereja lama yang kami pakai,”
tambah ibu guru yang mengaku pernah mengajar di salah satu SMA di Kota Soe ini.
Jumlah siswa SD Negeri
Kuafenu sebanyak 32 siswa. Sedangkan jumlah guru sebanyak lima orang
diantaranya dua orang berstatus PNS dan tiga lainnya berstatus guru honor.
Untuk honorarium ketiga guru honor di SD Negeri Kuafenu dialokasikan dari dana
desa setempat. Namun, Sepriana Taloim tidak menyebutkan besaran honorarium
untuk ketiga guru honor tersebut.
Sepriana Taloim
mengaku, Dinas PKO Kabupaten TTS sudah beberapa kali berkunjung ke SD Negeri
Kuafenu. Namun, ia mengaku, bantuan untuk sekolah tersebut baru direncanakan
tahun ini, itupun, bantuan pembangunan satu ruangan perpustakaan.
“Dari dinas juga minta ruang kelas tapi
kemungkinan dari pusat karena pengusulan ke pusat tapi yang terjawab hanya
ruangan perpustakaan saja, jadi untuk Ruang Kelas Belajar (RKB) kemungkinan
tahun depan, karena sudah ada pengusulan dari dinas ke pusat,” tambahnya lagi.
Dengan kondisi itu,
Sepriana berharap agar pemerintah baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat
memperhatikan bangunan ruangan belajar dan nasib para guru honor di sekolah
itu.
“Harapan ini bukan
hanya harapan saya saja tapi kami semua, orang tua, guru honor, para siswa,
kami minta untuk ruangan yang layak untuk tempat belajar dan juga diperhatikan
guru-guru honor,” harapnya.
Selain kondisi bangunan
sekolah yang sangat memprihatinkan, akses komunikasi di wilayah itu juga
terbilang susah karena jaringan komunikasi hanya ada di tempat tertentu saja.
“Untuk jaringan ini,
kita cari tempat-tempat tertentu, ini saya sekarang ada di tempat yang ada
jaringan/signal,” ujar Sepriana yang mengaku selama masa pandemi COVID-19 tidak
menjalankan pembelajaran secara Daring karena terkendala jaringan.
“Kami tetap belajar
tapi tatap muka, siswa juga tidak banyak jadi kami tidak atur posisi duduk juga
sudah jarak, ujian juga kami tetap tatap muka,” tandasnya.
Sepriana Taloim
mengatakan, rencananya, Kamis (17/6) akan dilaksanakan pengumuman kelulusan
untuk siswa kelas VI SD Negeri Kuafenu.
Untuk kondisi para
siswa, menurut pengakuan Sepriana Taloim, sebagian besar siswa SD Negeri Kuafenu
belum bisa membaca. Hal itu, menurutnya karena dalam berkomunikasi sehari-hari
baik para siswa maupun orang tua selalu menggunakan bahasa daerah setempat
yakni bahasa Dawan.
“Disini kebanyakan
belum bisa membaca, jadi kita pelan-pelan untuk bisa mengenalkan huruf,
kendalanya, disini kebanyakan mereka berbahasa dawan, dari anak kecil sampai
orang tua belum bisa berbahasa indonesia, jadi kendalanya itu, jadi sampai di
sekolah, kita susah untuk kasih pelajaran, jadi kami terpaksa kadang ajar pakai
dua bahasa, tidak terlalu tahu bahasa dawan tapi pelan-pelan saja, saya pakai
bahasa dawan yang sederhana,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala
SD Negeri Kuafenu belum bisa dihubungi florespedia karena kemungkinan masalah
jaringan.
Kontributor : Albert Aquinaldo