Ditambah pula dengan situasi pandemic Covid-19 yang belum
selesai ini membuat kebanyakan orang tinggal di rumah saja. Sambil rebahan
mereka dapat cepat terhubung dengan teman, sahabat dan saudara dari berbeda
belahan kota maupun negara.
Tentunya kenaikan pengguna medsos menjadi tanda
kemajuan yang baik bahkan hampir seluruh orang Indonesia memahami perkembangan
teknologi komunikasi. Dengan kata lain tidak ketinggalan jaman atau jadul.
Mereka fasih menggunakan berbagai platform media sosial.
Namun kemajuan yang baik ini seiring pula dengan
masih munculnya penggunaan media sosial yang tidak benar dan bijak. Kita telah
mendengar dan mengetahui adanya berbagai penghinaan nama baik ataupun tanggapan
tidak pantas terhadap suatu berita. Ambil contoh pada kasus komentar tidak
nyaman atas duka tenggelamnya KRI Nanggala 402. Bukannya ikut berduka dan
bersimpati bersama keluarga korban dan bangsa Indonesia, melainkan menjadi
bahan bercandaan.
Pelakunya tidak melulu orang dewasa tetapi bisa
remaja atau anak-anak di bawah umur yang kurang mendapat pendampingan, perhatian
dan pengawasan orangtua atau lingkungan sekitarnya. Setelah komentarnya
ditanggapi netizen dengan ramai dan viral barulah pelaku buru-buru memberikan
pernyataan maaf dengan alasan tidak tahu atau tidak bermaksud memviralkan.
Akhirnya pihak kepolisian juga turun tangan menangani kasus-kasus tersebut.
Hal di atas semakin menyakinkan bahwa peningkatan
jumlah pengguna media sosial belum diikuti dengan peningkatan kesadaran yang
baik. Padahal berbagai edukasi bermedsos dengan benar serta pentingnya UU no 19
tahun 2016 yakni Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bisa mudah kita
dapatkan di mesin pencari populer. Itu pun jika kita secara sadar mau
meluangkan waktu mencari informasi atau pengetahuan yang mendidik, bukan hanya
lihat-lihat konten medsos teman, cek harga barang-barang yang dijual online
atau nonton video joget yang makin trending di suatu platform medsos.
Paus Fransiskus dalam Tahun Komunikasi Sosial
Sedunia ke 55 berpesan untuk Datang dan Lihatlah. Kita berkomunikasi dengan
menjumpai orang lain. Bagaikan murid-murid Yesus kala itu, mereka mengikuti
Yesus, mendengar dan mengamati-Nya berbicara. Serta seperti orang kusta yang
disembuhkan lalu orang itu memberitakan kemana-mana. Murid-murid Yesus dan
orang kusta itu telah menyaksikan kebenaran dan menceritakan pengalaman akan
kebenaran tersebut.
Sama halnya dengan kita yang hidup di dunia modern.
Paus Fransiskus juga mengingatkan bahwa semua dipanggil menjadi saksi
kebenaran, dengan melihat lalu berbagi informasi positif dan benar. Dengan
penuh kesadaran dan tanggungjawab kita hentikan penyebaran segala komentar
meresahkan, berita tidak akurat, maupun cerita hoax. Sebaliknya tunjukkanlah
dan mengedepankan berita kebenaran, menyejukkan, damai dan yang mempersatukan
ragam perbedaan antar sesama.
Temukan opini lainnya lewat tautan berikut ini.
Penulis : Sr. Ayda, OSU