Besuk Teman Kerja Sakit, Membangun Dua Nilai Kehidupan (Kertas Buram Irama Hidup)

Besuk Teman Kerja Sakit, Membangun Dua Nilai Kehidupan (Kertas Buram Irama Hidup)



Setapak rai numbeiBesuk teman kerja, tetangga atau kenalan yang sakit merupakan kebiasaan hidup bermasyarakat. Itu salah satu bentuk relasi sosial. Yaitu, konsekuensi manusia sebagai makhluk sosial. Hidup dalam kebersamaan yang diikat oleh norma sosial.

Kebiasaan tersebut sejak kapan dimulai, saya tidak mengetahui secara persis. Tetapi, boleh jadi sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Sejak manusia menyadari dirinya tidak sendiri. Ada manusia lain di sekitarnya.


Tentu saja awalnya  dalam lingkup sempit, sebut saja lingkup keluarga. Ketika ada anggota keluarga yang sakit, yang lain perlu datang memberi bantuan. Mungkin mengambilkan minum, makan, atau membuatkan ramuan untuk obat. Membantu entah apa pun yang sedang diperlukan oleh mereka yang sakit.


Karena orang yang sakit tidak dapat berbuat apa pun. Setidak-tidaknya kehilangan tenaga untuk melakukan tindakan. Akan melakukan ini atau itu begitu terbatas. Mengalami kesulitan. Sehingga mendorong orang (yang sehat) di sekitarnya memberi pertolongan.


Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, tindakan menolong, melihat, dan menjenguk sesama mulai meluas. Saat ada tetangga yang sakit, orang terdorong untuk menjenguk.


Kemudian, semakin meluas lagi. Yakni dalam lingkup perkampungan. Manakala ada salah seorang warga kampung sedang sakit, orang-orang yang ada di satu kampung menjenguk, entah bersama-sama atau sendiri-sendiri. Namun dalam perkembangannya di tengah situasi pandemi Covid 19 tradisi ini perlahan berkurang akibat protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah. 


Kemudian berkembang lagi. Terhadap kenalan, teman, atau kolega dalam relasi apa pun yang sedang sakit meskipun berbeda kampung, orang berkepentingan untuk menjenguk. Tentu saja kalau ada pemberitahuan. Selain itu, jika kondisi memungkinkan. Ada kesempatan dan keadaan badan sehat.


Kebiasaan seperti itu terus berkembang hingga sekarang. Menjenguk atau besuk orang sakit, baik yang dirawat di rumah maupun rumah sakit, setiap waktu dapat kita lihat. Gilir berganti. Sebagian pulang; sebagian yang lain datang.  Hanya dalam  waktu tertentu. Lebih-lebih kalau perawatannya di rumah sakit, jam besuk sudah ditentukan. Di luar ketentuan, pembesuk tidak diizinkan masuk.


Itu sebabnya pada jam-jam tertentu di rumah sakit sepi pembesuk. Tetapi, pada jam tertentu ramai pembesuk. Di daerah saya, budaya besuk di rumah sakit, tak jauh berbeda dengan yang terjadi di daerah lain.


Lazimnya, bersama-sama dalam satu rombongan. Kalau pun ada orang yang besuk sendirian karena ia saat bersama-sama ada kepentingan yang tidak bisa ditunda.


Rombongan besuk ke rumah sakit, ini yang unik, tak jarang saya melihatnya, mengendarai mobil bak terbuka, pikap atau truk kecil. Ini kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan.


Menariknya, sekalipun perjalanan relatif jauh, mereka (tetap) tampak gembira. Barangkali mereka merasa bahwa besuk di rumah sakit sekaligus rekreasi.


Bukankah rumah sakit-rumah sakit kekinian amat menakjubkan? Baik sisi bangunannya maupun penataan lingkungannya sangat memesona.


Para pembesuk yang berasal dari pedesaan boleh jadi menyaksikan rumah sakit dan lingkungannya yang memesona itu bagian dari hiburan. Ya, sekali lagi, aktivitas besuk orang sakit di rumah sakit, di samping memenuhi panggilan kemanusiaan, juga relaksasi.


Memberi penghiburan



Hal ini (sebenarnya) selaras dengan tujuan besuk. Yaitu, untuk memberi penghiburan kepada si sakit. Orang dalam keadaan sakit memang membutuhkan penghiburan. Dan, karenanya, orang-orang yang besuk seyogianya orang-orang yang hatinya senang,  bahagia, dan sukacita.


Tidak masuk akal, orang yang besuk, hatinya dalam keadaan gundah, kesal, marah, dan tegang. Sebab, tidak mungkin mereka memberi penghiburan kepada si sakit karena hatinya sendiri belum terhibur.


Sikap yang terlihat di depan si sakit mungkin tidak sejatinya alias mengada-ada. Aslinya kesal, tetapi dipaksa-paksakan ramah, jadinya tampak canggung. Bisa jadi malah menambah sakit orang yang dibesuk.


Akan sangat berbeda kalau orang yang besuk hatinya sudah terhibur. Ia pasti dapat memberi penghiburan kepada si sakit secara tulus. Sikap yang muncul di hadapan si sakit apa adanya.


Tersenyum memang tersenyum, tidak dibuat-buat tersenyum. Berbicara memang berbicara, tidak dibikin-bikin berbicara. Sehingga aura yang menyebar di seluruh ruangan tempat si sakit dirawat, menyenangkan. Keadaan ini yang dapat menghibur si sakit.


Bahkan, terhadap yang menjagai atau mendampingi, keadaan tersebut juga menghibur. Besuk tidak hanya menghibur pasien, tetapi menghibur juga orang yang menjagai atau mendampingi. Sebab, mereka pun merasa letih. Letih menjagai dan mendampingi si sakit.


Dalam sepanjang  waktu berada di satu ruangan dengan aktivitas yang monoton, tentu membosankan. Lambat laun keadaan tersebut membuat orang menjadi terbeban. Dan, bukan mustahil bisa depresi. Bukankah orang-orang yang keadaan hatinya lelah, meskipun fisiknya segar, tetap membutuhkan penghiburan?.


Jadi, kehadiran pembesuk di ruang perawatan pasien, terutama memang memberi penghiburan kepada pasien dan pendamping. Agar pasien dapat segera pulih dari sakitnya. Hati pasien yang terhibur dapat menjadi obat. Karena memang ada pernyataan yang bersifat terapi, yaitu hati yang gembira adalah obat.


Demikian juga agar pendamping tetap memiliki kekuatan karena penghiburan pembesuk. Kuat secara fisik dan psikis dalam menjagai atau mendampingi pasien sangat mutlak. 


Orang dalam keadaan tidak kuat secara fisik dan psikis tidak ada manfaatnya menjagai atau mendampingi pasien. Bisa-bisa ia malah terkena penyakit sendiri karena stamina tidak kuat.


Membangun nilai kemanusiaan



Aktivitas besuk sangat menguntungkan pembesuk sendiri. Sebab, besuk orang sakit membangun nilai sosial pada dirinya. Ia dapat menjalin hubungan dengan orang lain. Apalagi kalau aktivitas besuk dilakukan secara kolektif.


Pertama, ia dapat membangun komunikasi dengan sesama pembesuk. Dalam konteks ini, satu pembesuk dengan pembesuk yang lain semakin akrab atau guyub. Mereka dapat merasakan keadaan yang sama. Mereka dapat menanggung bersama biaya yang dibutuhkan, misalnya. Berangkat bersama; pulang bersama. Cara ini sangat membangun nilai sosial pada diri seseorang.


Bukan tidak mungkin kondisi itu dapat menjadi ruang belajar. Misalnya, yang dulunya tinggi hati, berubah menjadi rendah hati. Yang dulunya rendah diri, berubah menjadi optimis dan percaya diri. Jadi, besuk bersama-sama,  baik di rumah sakit maupun di rumah, sangat memungkinkan orang memiliki nilai kemanusiaan semakin meninggi.


Kedua, pembesuk dapat berhubungan dengan pasien, sekurang-kurangnya dapat melihat pasien. Sehingga sangat mungkin ia dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh pasien. Di sini, orang membangun rasa empatinya terhadap sesamanya.


Selain itu, pembesuk dapat berintrospeksi diri. Dengan memiliki empati terhadap orang yang dibesuk, introspeksi diri dapat terbangun. Setidak-tidaknya, ia menghayati bahwa seseorang selalu dekat dengan sakit sebab seseorang juga sehat. Bukankah ada sehat pasti ada sakit?.


Dengan berintrospeksi diri, seseorang dapat lebih berhati-hati. Tentu juga lebih rendah hati. Dapat mengucap syukur atas segala yang dialaminya. Dan, mengucap syukur berarti mengakui adanya Tuhan. Jadi, aktivitas besuk, dapat membangun seseorang semakin beriman kepada Tuhannya.


Begitulah kira-kira, renungan dari aktivitas yang kami lakukan tadi sore setelah membesuk rekan kerja a.n. Ibu Apriana Kota yang sedang sakit di rumahnya di Wemalae, Kota Betun - Kabupaten Malaka sebelum saya menulis artikel ini. Ada teman yang sakit, tapi begitu tiba-tiba sakitnya. Karena sehari sebelumnya masih bertemu dengan saya, bersama-sama melakukan aktivitas yang sama juga.

 

Jalan Setapak Wemalae, Kota Betun

Senin, 16 Agustus 2021

Irama Senja

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama