Prinsip koperasi terbaru dikembangkan International Cooperative Alliance
(Federasi koperasi non-pemerintah internasional) meliputi keanggotaan bersifat
terbuka dan sukarela, pengelolaan yang demokratis, partisipasi anggota
dalam ekonomi, kebebasan dan otonomi serta pengembangan pendidikan, pelatihan,
dan informasi. Di Indonesia sendiri telah dibuat UU Nomor 25 tahun 1992
tentang Perkoperasian. Sedangkan prinsip koperasi menurut regulasi itu :
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara
demokrasi dan pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa
usaha masing-masing anggota. Bahkan, pemberian balas jasa yang terbatas
terhadap modal kemandirian, pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar
koperasi.
Kinerja Koperasi
di Indonesia
Sejarah koperasi dimulai pada abad ke-20 dari hasil
usaha kecil yang spontan dan dilakukan oleh rakyat kecil. Kemampuan ekonomi
yang rendah mendorong para usaha kecil untuk terlepas dari penderitaan. Secara
spontan mereka ingin mengubah hidupnya. Ide perkoperasian diperkenalkan
oleh, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 yang mendirikan sebuah
bank untuk para pegawai negeri. Karena semangat yang tinggi,
perkoperasian diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.
Pada tahun 1908, Dr. Sutomo mendirikan Budi
Utomo yang berperan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki dan
mensejahterakan kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening
op de Cooperatieve Vereeniging dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe
Cooperatiev. Pada tahun 1927 terbentuk Serikat Dagang Islam yang bertujuan
memperjuangkan kedudukan ekonomi para pengusaha pribumi. Setelah bangsa
Indonesia merdeka tanggal 12 Juli 1947, gerakan koperasi di Indonesia
mengadakan Kongres Koperasi pertama kalinya di Tasikmalaya. Hari itu
kemudian ditetapkanlah sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Di masa kemerdekaan hingga orde baru koperasi
menunjukkan perkembangan dan dianggap menjadi solusi tepat guna mencapai
pemerataan kesejahteraan masyarakat. Jumlahnya terus bertambah namun mulai bermasalah
sejak kelahiran Otonomi Daerah (Otda). Fakta menunjukkan banyak koperasi
daerah yang mati suri bahkan ada yang harus ditutup. Faktor yang menjadi
kendala adalah kemampuan membayar peminjam koperasi yang rendah akibat
minimnya pendapatan. Aspek lain adanya regulasi yang longgar dalam pendirian
koperasi dan akhirnya memicu kuantitas koperasi lebih besar dibandingkan
kualitasnya. Apa yang terjadi pada matinya koperasi di era otda tentu tidak
bisa terlepas dari kondisi makro ekonomi yang saat itu dirasa sangat berat. Di
tengah kesulitan dan berlarutnya krisis, tampaknya kiprah dan eksistensi
koperasi semakin dilupakan.
Aspek lain adanya persaingan semakin ketat sehingga
tidak ada alasan bagi koperasi untuk tidak melakukan inovasi, terutama
dikaitkan dengan sisi kepentingan menjadi soko guru perekonomian
nasional. Virus ini telah menggerogoti koperasi nasional, data yang
bersumber dari Kementerian Koperasi dan UKM hingga akhir Desember
2013 sebanyak 29,74% koperasi atau 60.584 koperasi yang tidak
aktif dari keseluruhan 203.701 unit.
Rasio koperasi yang mati suri tersebut naik
dibandingkan akhir 2012. Ketika itu, tercatat ada 54.974 koperasi atau sekitar
28,29% koperasi tidak aktif dari keseluruhan yang berjumlah 194.295 koperasi.
Dari data itu terlihat, jumlah koperasi tidak aktif tumbuh 10% dalam periode
setahun. Padahal, jumlah keseluruhan koperasi hanya tumbuh 4,84% sepanjang
2012-2013. Sedangkan penambahan jumlah koperasi yang aktif lebih lambat lagi.
Jumlah koperasi yang aktif per Desember 2013 mencapai 143.117 unit, hanya
tumbuh 2,72% dari posisi setahun sebelumnya yang 139.321.
Masih berdasarkan data itu, volume usaha koperasi
per akhir tahun 2013 tercatat Rp 125,59 triliun, tumbuh 5,37% dari sebelumnya
Rp 119,18 triliun. Meski mencatat pertumbuhan usaha dan jumlah unit yang tipis,
koperasi mencatat pertumbuhan pendapatan fantastis. Lihat saja, Sisa Hasil
Usaha per Desember 2013 tercatat Rp 8,12 triliun, tumbuh 21,87% dari setahun
sebelumnya Rp 6,66 triliun
Tantangan
Koperasi
Tantangan besar sangat kompleks berada di internal
tubuh koperasi. Mulai dari masalah disorientasi nilai-nilai dan tujuan, minim
partisipasi anggota dalam pengembangan, rendahnya kualitas perencanaan,
penegakan dan pengawasan hingga salah asuh. Persoalan internal tersebut harus
dituntaskan, terutama komitmen para anggota untuk saling memiliki koperasi.
Dalam berkoperasi, pemahaman para anggota sekadar memanfaatkan
simpan-menyimpan, akan tetapi tak pernah meminjam untuk kegiatan usaha. Ini
yang dinamakan tak punya rasa komitmen dalam berkoperasi.
"Paradigma ini yang harus diubah oleh para
pelaku koperasi secara internal, apabila koperasi di Indonesia ingin maju dan
berkembang," ujar Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Kementerian Koperasi dan UKM, Rulli Nuryanto dalam suatu kesempatan.
Persoalan komitmen berkoperasi menjadi pemikiran
bersama karena sejatinya keberadaan koperasi bukan untuk kepentingan pengurus
dan pengelola saja, tapi kebersamaan dan berorientasi pada kesejahteraan para
anggota. Karena itu, jiwa komitmen dalam berkoperasi harus ditumbuhkan sebagai
spirit dalam memajukan koperasi. Semua itu, tak lepas dari pondasi koperasi,
yaitu para anggotanya. Jika anggota koperasi lemah, maka lemah pula
koperasinya.
Contohnya, ketika sebuah koperasi
memiliki toko, para anggota berbelanja ke toko tersebut, tidak ke
toko lain. Begitu juga ketika koperasi memiliki dan menjual produk, kemudian
para anggota membeli produk tersebut. Tantangan lainnya adalah
bonus demografi yang harus disikapi oleh para pelaku koperasi, agar
koperasi bisa diterima oleh kalangan anak muda. Koperasi pun harus mampu
berbenah diri mengikuti perubahan zaman dan menarik untuk dimanfaatkan kawula
muda. Mengapa koperasi itu menarik? Karena koperasi hebat dan keren. Sikap inilah
yang harus tumbuh dan disampaikan pada mereka bahwa koperasi
adalah entinitas bisnis yang dimiliki bersama.
Revitalisasi sangat segera dibutuhkan agar koperasi
tidak semakin terpuruk dan upaya apa yang akan dilakukan oleh kementerian?
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
pun telah merespons dengan upaya reformasi total koperasi yang meliputi tiga
tahapan, yaitu reorientasi, rehabilitasi, dan pengembangan. Pemerintah
mengklaim bahwa paradigma pemberdayaan koperasi dari kuantitas digeser menjadi
kualitas meliputi aspek kelembagaan, usaha, dan keuangan. Keseriusan pemerintah
tercermin pada pembubaran sekitar 50.000 koperasi yang dianggap tidak
sehat.
Menkop dan UKM
AAGN Puspayoga sukses meningkatkan kualitas koperasi lewat program reformasi
total koperasi (Kemenkop UKM.go.id)
Menteri Puspayoga saat itu mengatakan program
Reformasi Total Koperasi sangat penting dalam melakukan perbaikan dan
peningkatan kualitas koperasi. Kualitas koperasi menjadi target utama, bukan
dari sisi jumlah. Namun dibandingkan dengan negara lain, PDB koperasi secara
nasional terlihat memang masih lebih rendah. Misalnya, PDB koperasi di
Singapura 10%, Thailand 7%, Perancis 18%, Belanda 18%, dan Selandia Baru 20%.
Tingginya PDB tersebut mencerminkan koperasi di negara-negara tersebut sebagai
kekuatan ekonomi yang sangat diperhitungkan.
Ketertinggalan PDB koperasi Indonesia juga tantangan
yang butuh perhatian serius sehingga Kementerian Koperasi dan UKM
melaksanakan Reformasi Total Koperasi untuk mengubah hal-hal yang prinsip dalam
tata kelola koperasi. Reformasi dalam hal mindset atau pola pikir, bahwa
koperasi merupakan lembaga ekonomi yang relevan hingga di masa depan.
Upaya yang dilakukan pemerintah melakukan reformasi
total koperasi dijalankan dalam lima tahun terakhir meliputi tiga agenda, yaitu
pertama, Reorientasi, yaitu mengubah paradigma pendekatan pembangunan koperasi
dari kuantitas menjadi kualitas untuk mewujudkan koperasi modern yang
berkualitas serta berdaya saing tinggi dengan jumlah anggota aktif yang terus
meningkat.
Kedua, Rehabilitasi yaitu memperbaiki dan membangun
database system koperasi melalui Online Data System (ODS) untuk memperoleh
sistem pendataan koperasi yang lebih baik dan akurat. Setelah melakukan
rehabilitasi data melalui ODS, jumlah koperasi aktif menyusut menjadi 126.3434
unit. Dari jumlah tersebut yang telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT)
sebanyak 80.008 padahal sebelum reformasi koperasi ada sebanyak
212.570 unit dan telah dibubarkan hampir 50 ribu koperasi. Ketiga,
Pengembangan yaitu meningkatkan kapasitas koperasi sebagai badan usaha berbasis
anggota yang sehat, kuat, mandiri dan tangguh serta setara dengan badan usaha
lainnya melalui regulasi yang kondusif, perkuatan SDM, Kelembagaan, Pembiayaan,
Pemasaran dan kemajuan Teknologi.
Secara perlahan reformasi total koperasi ini mulai
menunjukkan hasil positif. Data Kementerian Koperasi dan UKM akhir Juli
menunjukkan tren PDB koperasi terlihat terus bertumbuh. Pada 2014, PDB koperasi
hanya tercatat 1,71%. Namun PDB koperasi pada 2017 melonjak menjadi 4,48% dan
pada 2018 naik ke angka 5,1 persen. Secara nilai kontribusi koperasi pada 2017
sebesar Rp 451.953,01 miliar meningkat tajam menjadi Rp 753.842,32 miliar pada
2018. Artinya, terjadi lompatan PDB koperasi hingga tiga kali lipat
dibandingkan tahun 2014.
Lebih rinci perkembangan data koperasi secara
nasional adalah modal sendiri Rp 181.028,35 miliar, modal luar Rp 166.878,46
miliar, volume usaha Rp 390.676,69 miliar, Sisa Hasil Usaha Rp 15.258,82
miliar. Hasil ini merupakan salah satu indikator keberhasilan program reformasi
total koperasi
Transformasi
Digital dan Milenial
Perjuangan untuk membawa koperasi di Indonesia
menjadi lebih baik belum selesai karena masih menghadapi era revolusi 4.0.
Revolusi ini akan membawa perubahan besar dalam kehidupan yang serba digital.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Prof Rully Indrawan mengingatkan
tantangan baru koperasi tak sekadar cara berbisnis di era digital, melainkan
juga mengubah mindset dalam sistem tata kelola secara menyeluruh.
"Koperasi harus melakukan reformasi total agar
mampu melewati era Revolusi Industri 4.0. Koperasi harus mampu beradaptasi dan
bertransformasi secara dinamis," ucap Rully pada acara penyerahan
penghargaan Koperasi Berprestasi dalam rangka Hari Koperasi Tingkat Provinsi DI
Yogyakarta, Kamis (25/7/2019).
Imbauan ini dimaksudkan koperasi harus kreatif dan inovatif dalam menjalankan strategi bisnisnya. Bahkan, harus sudah mengembangkan aplikasi, termasuk aplikasi pelayanan anggota dan bisnis. Upaya transformasi ini dimaksudkan meningkatkan kinerja usahanya. Teknologi bisa dijadikan alat koperasi dalam menerapkan strategi efisiensi usaha dan dapat meningkatkan daya saing. Contohnya, saat ini RAT sudah bisa dilakukan secara online. Koperasi diharapkan mampu menjawab tantangan zaman dan mampu bersaing dengan sektor usaha lainnya. Tak hanya penggunaan teknologi sebagai ujung tombak koperasi di masa depan, keterlibatan generasi zaman now (milenial) dibutuhkan guna menjamin eksistensi 'soko guru' nasional ini.
Koperasi generasi baru ini diharapkan terus lahir di
Indonesia. Salah satu cirinya adalah ketergantungan kepada pemerintah semakin
menipis, dan lebih mengarah kepada filosofi koperasi, yaitu self help
organization. Ciri lain dari koperasi generasi baru ini adalah usaha yang
dijalankan masuk pada wilayah-wilayah usaha modern, bukan lagi jenis usaha
simpan pinjam, serba usaha dan konsumsi saja. Melainkan, usahanya sudah mengarah
ke (usaha) teknologi informasi seperti usaha yang digeluti oleh koperasi
peringkat pertama dunia.
Koperasi generasi baru adalah pelakunya terdiri dari
anak-anak muda yang memiliki mindset lebih kekinian, lebih kreatif dan
inovatif. Mereka juga memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan
usahanya. Namun, fenomena yang tengah terjadi di dunia
koperasi Indonesia, harus di backup oleh payung hukum. Salah
satunya dengan keluarnya undang-undang kopersi baru sehingga
harapannya ekonomi Indonesia bisa berlandaskan pada semangat kebersamaan.
Karena itu, anak-anak muda pegiat koperasi generasi baru, yang saat ini masih
berhimpun dalam komunitas segera melegalkan diri dengan bergabung dalam
koperasi.
Dengan bergabung dalam wadah koperasi, dipastikan
anak-anak muda itu akan lebih mudah mengembangkan usahanya, bisa ekspor dan
impor juga. Realisasi Koperasi Digital Di era digital koperasi harus segera
bertransformasi, khususnya transformasi digital untuk tetap bertahan. Namun
yang perlu diingat, transformasi koperasi ini seharusnya tak dilakukan hanya
dengan mengaplikasikan software terbaru, tapi juga harus melakukan perubahan
model bisnis, manajemen, dan pelayanan. beberapa koperasi di Indonesia, terutama
yang didanai perusahaan swasta sudah mulai bertransformasi. Koperasi akan
menjadi alternatif untuk masyarakat dalam berbelanja,bahkan mampu bersaing
kembali.
Transformasi sudah dilakukan oleh Multi Inti
Digital Bisnis (MDB). Perusahaan ini menjalankan model bisnis koperasi,
yaitu koperasi dengan core business di bidang pembiayaan, yang kini sudah mulai
digarap para startup antara lain koperasi simpan pinjam harus setara
dengan digital banking. Layanan unggulan dari model ini adalah outcome yang
diberikan kepada anggota koperasi dalam bentuk digital, di mana anggota
koperasi akan diberikan kemudahan, seperti cek saldo, melakukan
pembayaran/pinjaman, dan lain sebagainya, cukup dengan menggunakan aplikasi
saja dan tidak perlu mendatangi kantor koperasi. Model bisnis lain yang layak
dilirik koperasi untuk bertransformasi adalah omni channel. Omni channel
adalah model bisnis lintas channel yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan
kenyamanan dan kemudahan pelanggan. Dalam model bisnis omni channel, pelanggan
dapat melakukan pembelian barang secara online sekaligus secara offline. Dalam
model bisnis ini, koperasi bisa bertindak sebagai market place yang
menggabungkan layanan penjualan secara online dan dunia retail secara offline.
"Amazon dan Alibaba adalah market place yang
sudah menerapkan model bisnis omni channel dan diprediksi model bisnis seluruh
market place dunia akan bertransformasi kea rah omni channel," kata Chief
Executive Officer Multi Inti Digital Bisnis (MDB) Subhan Novianda melalui
keteragan persnya.
Subhan menjelaskan koperasi tentu bisa
bertransformasi ke model bisnis omni channel, dengan menggabungkan teknologi
dan konsep koperasi. Koperasi bisa bertindak sebagai pusat layanan berbagai
komoditi yang memanjakan anggotanya sebagai manusia, bukan sekedar nomor koperasi
dan nominal iuran bulanan. Guna melakukan transformasi digital, ada tiga
tantangan yang harus dihadapi koperasi yaitu penguasaan teknologi, menyiapkan
proses dan sumber daya manusia (SDM) yang benar. Ditambah pembenahan dengan
mengubah mindset atau pola pikir masyarakat terhadap koperasi dan bagaimana
model bisnis koperasi itu dilakukan.
Dalam hal penggunaan teknologi, pada industri 4.0,
poin intinya adalah menggabungkan dunia cyber dan dunia physical. Tujuannya
bukan membuat robot yang menggantikan manusia, tetapi membuat teknologi yang
membantu manusia. Jadi, dalam industri 4.0 konsep utamanya adalah membangun
information society. Teknologi melebur ke dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Pelakuutamanya bukan teknologi, tetapi manusianya. Proses atau model bisnis
koperasi di era digital, bentuk koperasi badan hukum bukan koperasi namun
dengan model bisnis berjiwa koperasi, yakni gotong royong dan kebersamaan, akan
terus berkembang.
Salah satu contoh yang kini sudah mulai muncul
adalah para anak muda yang berjiwa sosial dan mempunyai keinginan
bersosialisasi. Mereka berkolaborasi dan bersepakat membuat startup. Hal ini
mencerminkan adanya usaha dari para generasi milenial untuk membangun startup
baik dalam bentuk koperasi, Perseroan Terbatas (PT), ataupun yang lain dengan
berjiwa koperasi, yaitu gotong royong dan kebersamaan. Apa yang dilakukan para
anak muda ini bisa merupakan titik masuk untuk mengubah mindset masyarakat
tentang koperasi. Jadi, koperasi di masa depan tidak hanya koperasi simpan
pinjam atau koperasi multiguna, namun diharapkan kelak akan muncul koperasi
dalam berbagai bentuk dan jenis dengan bergabungnya kreatifitas para startup.
Contoh kesuksesan koperasi yang sudah
bertransformasi adalah Koperasi Karya Utama Nusantara (Koptun)
Group, koperasi yang berdomisili di Kota Purwokerto, Jawa
Tengah. Pengurus yang mantan aktivis koperasi mahasiswa Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed), menggagas pendirian Kopkun sebagai koperasi
modern. Kopkun didirikan 13 tahun lalu dari modal pinjaman
bantuan program Kementerian Koperasi RI. Pada 2006, mendapat modal
pinjaman program koperasi akademika Rp 500 juta dan digunakan untuk
membangun swalayan di lingkungan kampus. Awalnya dari satu swalayan, kini sudah
punya 4 gerai yang tersebar di Purwokerto
Barang-barang yang dijajakan swalayan koperasi komplet. Fasilitas dan
layanannya profesional sebagai pasar modern, seperti ritel-ritel perusahaan
besar.
Ruangan ber-AC dan sistem pengelolaannya
terkomputerisasi. Lahan dan bangunan gedung empat swalayan itu sudah
milik Koptun yang dibeli dengan mencicil ke bank. Tak berhenti pada swalayan,
Koptun merambah pasar melenial dengan digitalisasi koperasi. Koptun ini
membangun inkubator dengan mendirikan unit bisnis start up. Startup yang
didirikan koperasi itu melahirkan sejumlah aplikasi. Inkubator bisnis
start up ini dibangun dalam dua tahun belakangan.
Tahun pertama mereka mendirikan tiga start up, tahun
kedua lahirlah lima start up. Start up yang diinkubasi oleh Kopkun misalnya
Beceer.com yakni aplikasi belanja pasar, dan BookCircle.id, yaitu aplikasi
untuk meminjam atau sewa buku. Selanjutnya, Sewaa.in yang merupakan
aplikasi penyewaan barang. Misalnya, orang yang punya barang tidak terpakai
bisa disewakan melalui aplikasi ini. Kemudian Jajan.in, aplikasi jualan kudapan
yang rata-rata pelanggannya anak indekos. Sementara Sributukang.com, adalah
aplikasi pencarian jasa tukang.
“Potensi besar kaum milenial itu harus dimanfaatkan.
Tentunya tidak semua kaum milenial, tetapi kaum milenial yang memiliki talenta.
Caranya, koperasi musti dengan ikhlas 'mengakuisisi’ generasi milenial
bertalenta sebagai pengelolanya agar gerak langkah koperasi dapat
mengikuti perkembangan zaman,” ungkap Chief Operating Officer (COO) Koperasi
Karya Utama Nusantara (Kopkun) Group Firdaus Putra Aditama melalui
keterangan persnya.
Firdaus menjelaskan para anggota koperasi sebagai
pemegang saham harus menyadari, bahwa kaum milenial itu cenderung kreatif dan
memiliki kemampuan memecahkan masalah yang luar biasa inovatif. Kemampuan
itulah yang diharapkan dapat menggeliatkan koperasi. Bisa saja koperasi
hanya mengadopsi skill dan talent kaum milenial tanpa mengajak serta orangnya.
Artinya, pengelola koperasi tetap orang-orang lama atau generasi tua
namun menerapkan strategi dan manajerial kaum milenial. Persoalannya, ada
yang disebut dengan istilah tacit knowledge, yakni pengetahuan yang sulit
dikomunikasikan kepada orang lain, baik dengan kata maupun tulisan.
Butuh Dorongan Lain
Upaya pemerintah yang telah meluncurkan program
reformasi total bagi koperasi patut dihargai. Koperasi yang mati suri dan tidak
mampu ‘bernafas’ lagi langsung dibekukan dengan maksud meningkatkan kualitas
dan bukan kuantitas. Namun, perlu upaya lagi agar proses transformasi sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya, dengan menggandeng kaum milenial dan
komunitas ‘zaman now’ untuk aktif lagi berkoperasi di era revolusi industri 4.0
yang bercirikan serba digital.
Potensi itu tidak main-main, berdasarkan proyeksi
Badan Pusat Statistik (BPS), kaum milenial atau penduduk Indonesia berusia
20-35 tahun, pada tahun 2019 ini mencapai 23,77% atau sekitar 64 juta lebih
dari total populasi Indonesia yang mencapai 268 juta jiwa.
Jika saja para generasi muda terjun dalam dunia
Koperasi kemudian dengan fresh brain-nya menyumbangkan gagasan-gagasan baru
untuk berkembangnya Koperasi Indonesia. Tentunya ini akan menjadi nadi bangsa
untuk peningkatan perekonomian masyarakat Indonesia. Sebab visi
Koperasi untuk kesejahterahan anggota ditentukan oleh anggotanya. Hal
terpenting koperasi mampu menyediakan kebutuhan dan diminati generasi milenial
itu. Dibutuhkan penambahan jaringan internet hingga ke desa dalam rangka pengembangan
‘re branding’ koperasi masa depan.
Hal ini sesuai survey yang dilakukan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 lalu, ada 143,26
juta orang Indonesia yang telah menggunakan internet dari total populasi
Indonesia. Nah, data APJII itu juga menunjukkan dari total penduduk Indonesia
pengguna internet, 49,52% di antaranya adalah generasi milenial. Semua potensi
itu akan berguna maksimal dengan kehadiran UU Koperasi yang baru. Undang
Undang yang mengatur tentang Perkoperasian itu sudah sangat lama
yakni tahun 1992 sudah 37 tahun, sementara situasi dan kondisi dunia usaha
termasuk koperasi sudah banyak mengalami perubahan, maka Revisi UU
Perkoperasian itu sangat dibutuhkan bagi koperasi di Indonesia.
RUU Koperasi ini sebenarnya sangat komprehensif dan
antitesa terhadap kelemahan UU Koperasi yang lalu, baik itu UU 25/ 1992 Maupun
UU 17/2012 yang dibatalkan MK. Contohnya dengan adanya kesamaan perlakuan
terhadap pelaku usaha, jika BUMN BUMS bidang keuangan ada LPS maka dalam RUU
ini ada LPSK (Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi, red). Selain itu dalam RUU
ini Pemerintah dan Negara hadir melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap
rakyatnya yang sering dieksploitasi oleh Para Rentenir berbaju Koperasi.
RUU ini sangat memperhatikan Jatidiri dan prinsip
prinsip koperasi, Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 21 disebutkan
Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah adalah kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana dari dan untuk Anggota sesuai dengan prinsip syariah. Sementara
Koperasi Rentenir Penghimpunan dananya dari beberapa orang Pemilik saja dan
menyalurkan pada masyarakat umum bukan anggota, Kemudian dalam bab II Pasal 6
ayat 3 disebut Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
keanggotaan sukarela dan terbuka; pengendalian oleh anggota secara demokratis;
partisipasi anggota; otonomi dan kemandirian; pendidikan, pelatihan, dan
informasi; kerja sama antar Koperasi; dan kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan. Ingat, koperasi merupakan instrumen penting dalam
perekonomian. Apabila pemerintah ingin mengurangi kesenjangan
kesejahteraan masyarakat, koperasi merupakan solusi terbaik