Pandemi Covid-19 bisa dianalogikan sebagai badai
yang menerjang dan kita merupakan seekor ulat yang sedang bermetamorfosis
menjadi kupu-kupu nan indah. Kesulitan, kelaparan, kematian, dan segudang
permasalahan lainnya sangat terasa bagi semua warga dunia, begitu juga kita.
Menjaga kesehatan menjadi perhatian utama bagi setiap khalayak, mau
itu muda-tua, miskin-kaya.
Berjuang untuk tetap bertahan dimasa sulit tidak
semudah menggulung lengan baju. Apalagi kerabat, tetangga, atau bahkan keluarga
kita sudah lebih dulu menuju alam ketenangan. Hal itu pasti sangatlah sulit dan
sangat menyedihkan. Tetapi dibalik kesulitan yang kita hadapi, disana masih ada
secercah harapan dan kemudahan. Lalu bagaimana kita mengambil nilai dari
musibah ini ?
Tidak perlu hal yang terlalu jauh, kita masih
bernafas sampai detik ini adalah anugerah yang tidak ternilai oleh apapun. Bisa
dibilang, ini adalah kehidupan kedua. Dalam artian memiliki kesempatan untuk
berjuang bertahan hidup. Di masa puncak pandemi, kita seakan berada diujung
kehidupan, diselimuti ketakutan, diterjang kelaparan, dihantui perekonomian
negara yang terus terpuruk. Maka dari itu, kita dapat mengambil pelajaran dari
kesempatan dikali kedua ini.
Mengingat pandemi yang lambat laun akan berubah
menjadi endemi, kita perlu memulai pola hidup sehat. Memperbaiki asupan makan,
menjaga kebersihan, dan rajin berolahraga. Kemudian, mulai belajar mengatur
keuangan (Money Management). Kita tidak perlu kuliah untuk bisa mengatur keuangan
dengan baik dan benar, karena kita tidak mengatur keuangan korporasi atau
negara. Untuk kebutuhan pribadi kita bisa dengan prinsip dasar mengatur uang,
mulai dari dana simpanan, investasi, pengeluaran, dan pertimbangan dalam
membelanjakan uang. Memprioritaskan kebutuhan primer diatas kebutuhan sekunder.
Memperbaiki hubungan dengan keluarga. Berada dirumah
selama 24/7 (setiap hari) pasti akan menimbulkan pergesekan. Bagai sebuah batu,
tidak mungkin sebuah batu yang bertemu tidak menimbulkan gesekan, yang perlu
kita perbaiki adalah bagaimana cara batu itu bertemu. Apakah dibenturkan atau
bahkan digesek dengan kecepatan tinggi hingga mengasilkan percikan api. Padahal
kita bisa menyusun batu-batu tersebut menjadi sebuah bangunan yang kokoh dan
menjadi sebuah mahakarya. Pokok persoalannya pada bagaimana kita berkomunikasi
satu sama lain, komunikasi menjadi asas dalam setiap hubungan.
Setiap individu dari kita pasti memilki
pengalamannya masing-masing, sebagai cerita kehidupan yang dimana kita adalah
tokoh utamanya. Dengan kata lain manusia seperti novel berjalan. Sebagai tokoh
utama dari skenario Tuhan, kita tetap punya andil dan kewenangan atas apa yang
akan terjadi selanjutnya. Apakah kita menjadi tokoh utama yang bangkit dan
berjuang dengan akhir indah, atau sebaliknya.
Ikumuan Wederok, Malaka
Jumat, 10 September 2021