Melihat zaman sekarang, tidak asing jika Generasi Z
menggunakan bahasa gaul. Bahasa gaul sendiri digunakan untuk mudahnya
berkomunikasi serta mudah bergaul dengan teman sebaya. Mungkin saja jika tidak
berbicara dengan bahasa gaul akan terjadi miskomunikasi di antara teman
sebayanya atau akan dibilang “ketinggalan
zaman”.
Jika melihat sejarahnya bahwa bahasa gaul sudah ada
sejak 1980-an. Tujuan awal adanya bahasa gaul ini hanya untuk komunikasi antar
anggota dalam kelompok tersebut, sehingga orang lain yang bukan anggota
kelompok tersebut tidak mengetahui makna yang dibicarakan. Dapat diartikan juga
bahwa bahasa gaul sebagai kode yang hanya dimengerti oleh beberapa orang saja.
Melihat pengalaman selama di bangku sekolah, para
guru pasti mengajarkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Contohnya
seperti mempelajari bahasa baku dalam bahasa Indonesia yang sesuai dengan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mempelajari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
(PUEBI), dan tata bahasa. Tetapi mengapa justru bahasa gaul lebih banyak
digunakan pemuda zaman sekarang di kehidupan sehari-hari?
Seiring perkembangan zaman dalam teknologi
komunikasi terdapat juga perkembangan bahasa secara pesat. Hal yang menjadi
permasalahan adalah keberadaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maksudnya
adalah terdapat perkembangan gaya bahasa dan membuat gaya Bahasa Indonesia
menjadi bervariasi. Contohnya adalah menyingkat kata seperti “japri” yang artinya jalur pribadi,
membalikkan kata seperti “takis” yang
artinya sikat, atau juga mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing seperti
“negara ber-flower” yang artinya
negara berkembang.
Menyinggung permasalahan keberadaan Bahasa
Indonesia, bahasa gaul membentuk dampak tersebut. Memang dengan adanya bahasa
gaul ada dampak positif seperti seseorang menjadi lebih update terhadap perkembangan zaman, namun terdapat dampak buruknya
dalam Bahasa Indonesia yang baku.
Eksistensi Bahasa Indonesia bisa terancam karena
pemuda tidak membiasakan diri dalam mengembangkan Bahasa Indonesia baku. Dengan
membiasakan diri menggunakan bahasa gaul membuat bahasa nasional dan identitas
bangsa menjadi mulai memudar dan bisa menjadi ancaman akan punahnya bahasa
Indonesia. Selain itu, bahasa gaul membuat terhambatnya komunikasi dengan orang
lain yang tidak mengerti bahasa gaul.
Agar Bahasa Indonesia tetap dapat dilestarikan,
alangkah lebih baiknya sekolah lebih memperketat soal pembelajaran Bahasa
Indonesia agar pemuda membiasakan diri menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar. Selain sekolah, orang tua juga harus mengajarkan anaknya dalam
berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Adanya interaksi antara orang tua dan
anaknya seperti berdiskusi atau bercerita menggunakan Bahasa Indonesia baku
dapat melatih sang anak dalam berbahasa secara baik dan benar.
Edukasi dalam mempelajari bahasa secara baik dan
benar juga bisa didapatkan melalui platform media sosial seperti Tiktok.
Harapan untuk ke depannya bagi para konten kreator yang fokus dalam bidang
edukasi lebih memperhatikan pada penggunaan Bahasa Indonesia baku agar pemuda
atau para followers dapat mengikuti dalam berbahasa tersebut.
Sebagai pemuda yang bijak dalam melestarikan Bahasa
Indonesia yang baku, mari membiasakan diri dalam menggunakan bahasa ibu kita
sendiri atau Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mari sama-sama
mempertahankan bangsa dan negara, mulai dari hal kecil yang merupakan
membiasakan diri dalam berbahasa Indonesia baku dengan baik dan benar.
Manusia dan
Bahasa
“Dari mana dan kapan bahasa pertama kali ditemukan?”
“Siapa yang menemukan bahasa?”
“Bagaimana
bahasa pertama kali muncul hingga seperti saat ini?”
Mungkin pertanyaan-pertanyaan tersebut pernah
terlintas di pikiran kalian tetapi diabaikan karena bukanlah suatu hal yang
sangat penting untuk dipikirkan dengan keras. Selama beberapa dekade, para
peneliti telah memperdebatkan asal usul bahasa pada spesies manusia. Namun,
tidak ada kesepakatan umum mengenai kapan dan umur dari bahasa manusia secara
pasti.
Bahasa sangat penting untuk komunikasi manusia. Bahasa
merupakan alat komunikasi yang vital dalam kehidupan manusia karena
memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dan berbicara tentang apa saja.
Manusia sebagai makhluk sosial tentu dan selalu berkomunikasi satu sama lain.
Menurut infoplace.com,
ada 6.500 bahasa di dunia. Dari bahasa etnis ke bahasa nasional suatu negara.
Bahkan Indonesia memiliki 718 bahasa daerah dan satu bahasa nasional yaitu
bahasa Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Ethnologue: Languages of the world, Indonesia menjadi negara kedua
yang memiliki bahasa terbanyak.
Di Indonesia, setiap daerah memiliki bahasa
daerahnya masing-masing, yang berfungsi sebagai alat komunikasi penduduk
setempat dalam kegiatan sehari-hari. Tentu hal ini menjadi kebanggaan
tersendiri karena selain kaya akan sumber daya alam dan budaya, negara kita
tercinta juga kaya akan bahasa.
Orang Indonesia sering mencampur unsur bahasa daerah
(misalnya, Jawa, Sunda, dan Bali, Tetum-Timor) dengan bahasa Indonesia. Hal ini
menghasilkan keragaman dialek daerah Indonesia, jenis dialek yang paling
mungkin didengar orang asing ketika mereka tiba di kota Indonesia. Masalah ini
diperparah dengan maraknya bahasa gaul Indonesia, khususnya di wilayah
metropolitan. Bahasa Indonesia daerah, berbeda dengan varian standar yang relatif
konsisten, memiliki tingkat keragaman geografis yang besar, meskipun faktanya
bahasa gaul Indonesia gaya Jakarta berfungsi sebagai norma de facto bahasa informal dan merupakan sumber pengaruh yang populer
di seluruh Indonesia. Pemisahan bahasa Indonesia baku dan bahasa gaul Jakarta
ini, oleh Benedict Anderson, disebut sebagai gejala kramanisasi.
Bahasa memainkan peran penting dalam proses
komunikasi masyarakat. Perbedaan bahasa, bagaimanapun, tidak harus menjadi
alasan untuk saling terpecah belah. Kekayaan bahasa merupakan keanekaragaman
yang indah yang harus dijaga dan dilestarikan.
"Utamakan bahasa Indonesia, lindungi bahasa
daerah, dan kuasai bahasa lain," begitu tagline-nya. Ini menyiratkan bahwa
meskipun kita mungkin mahir dalam bahasa daerah dan fasih dalam bahasa asing,
kita harus ingat bahwa bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa utama.
Jangan biarkan rasa nasionalisme kita memburuk
sehingga anak-anak dan cucu-cucu kita tidak tahu bahasa Indonesia mana yang
baik dan benar, apalagi mengakui nilainya dalam berbangsa dan bernegara.