Tuan, Jika matahari pagi terlanjur mengecup keningmu
lebih awal sebelumku terjaga maka bersyukurlah sebab aku masih hidup dan
menyayangimu seutuh dada.
Tuan, pagi aku kembali dihantam perih saat
gugusan-gugusan cerita pagi bersamamu kembali teduh dipikiran. Aku menimang
cemas menanti riuh kabarmu dari balik jeruji besi. Andai saja kehidupan dibumi
manusia tak padat prosedural, aku ingin menikmati gigil malam bersamamu diatas
tilam tanpa alas. Sebab jujur, sering aku di tikam kebiasaan-kebiasaan yang
sering kita budidayakan bersama.
Tuan, setelah hari-hari penghakiman itu, aku tanpa
riuh kabarmu adalah sebuah kebiasaan yang mesti dilatih ulang.
Tuan, kalau boleh jujur ; aku tak bisa cemburu,
bisaku hanya menyayangimu seutuh dada. Meski kadangkala kondisi sekitar menjadi
alasan hati sulit sekali membendung ikhtiar sua yang terlanjur membatu.
Tuan, bagaimana kabar hari ini ??? Aku disini
merayakan sepih bersama hamparan Ilalang malang yang sedari tadi gemulai dicumbu
nakal sang angin. Ia seakan-akan memanggilku untuk sejenak meraba lukanya yang
patah. Sedang aku merawat luka-lukaku sendiri, menunggu pulih atas
kepulanganmu.
Tuan, perpisahan memang perjamuan paling laknat
untuk mencicipi anggur kerinduan. Bersama nanar yang bertengger dipelupuk
nalar, aku menunggumu disini berharap kepulanganmu menuangkan anggurmu diatas
cawan yang lama kuharamkan atas namamu.
Tuan, bersama jarak yang memasung ragamu dari
rengkuh jemari, aku hanya mengirim air mataku untuk menjaga hatimu dari kesepian.
Tuan inilah Orasi Air Mata,
Ceritakan padanya orange yang merah di bayang –
bayang revolusi
Bahwa disini ada teriakan menggetarkan
singgasana
Pernah menjatuhkan zaman menyungging
Terik matahari berbaur menetaskan darah
melahirkan nayanyian membara.
Oeee…kau yang lahir di musim hujan
Jangan kemarau.
Anak-anak menunggumu memerahkan negeri
Orange-kan pelita perlawanan oleh syair –syair
merana
Selaksa mereka tersinggung menyimak cerita
Kita telah gerah menempa kebohongan.
Kita telah lelah pada kesombongan
Meretas pilu
Pura – pura merdeka
Kita telah mengitan tanah
Dari sumpah dan janji atas restu air mata
memeluk derita kesedihan
orasi air mata
adalah penanda kita berani melawan ketakutan
ketakutan yang kini di itari orange merah yang
melilit bangkit melawan
di bawah panji sembilan mata orange
ada kau generasi terikat tali naluri cemas
kesemestaan
bangkit adalah bendera kemenangan
menambah coretan sejarah kau datang
lipatlah satu persatu serta jadikan bingkisan yang
akan memerahkan semangat satu-satu
lalu datang menjemput angka –angka dijalan oleh
pesan-pesan ibumu
di tengah rakyat kita bersamai menyemai rindu
perlawanan.
Ceritakan padanya orange yang merah di bayang –
bayang revolusi
Bahwa disini ada teriakan menggetarkan
singgasana
Pernah menjatuhkan zaman menyungging
Terik matahari berbaur menetaskan darah
melahirkan nayanyian membara.