Ilustrasi generasi mileneal sedang bermain TikTok |
Mungkin kalian langsung berpikir Linkedin, bukan
yang saya maksud adalah Tiktok, Jika merasa iya, tampaknya kamu harus waspada,
karena bisa jadi kamu salah satu anak muda yang sedang menjalankan hustle
culture atau budaya kerja keras untuk mencapai tujuan tertentu. Fenomena ini
banyak menjangkiti anak muda semasa pandemi karena mendapatkan kebanggaan dan
pengakuan yang didapat di media sosial.
Saya berikan contoh kalau media sosial kembali
melahirkan tren baru belakangan ini, salah satunya tren di TikTok yaitu #TikTokResume
yang memperlihatkan data diri pelamar dan membantu HRD suatu perusahaan untuk
memilih calon pelamar, cara baru ini sangat kreatif karena memamerkan semua
yang kita punya semasa hidup.
Bukan hanya itu, kamu juga harus menjelaskan secara
ringkas ke HRD mengenai siapa diri kamu, apa saja pencapaian yang telah kamu
lakukan di masa lalu, bagaimana kesesuaian pengalaman kamu terhadap posisi
pekerjaan yang dilamar, semua kemampuan dan pengalaman kamu, serta menjelaskan
bahwa kamu orang yang tepat atau tidak untuk dipilih di antara kandidat lainnya
dalam bentuk video singkat ke seluruh penonton, walaupun gagal melamar di suatu
perusahaan ada kemungkinan HRD lain tertarik dengan kita.
Saya merasa dengan trend itu, kreativitas anak muda
mulai melahirkan tren baru yang khusus memperkenalkan anak muda dengan potensi
luar biasa yang masih menempuh bangku pendidikan dan belum bekerja juga ikut
memamerkan paras wajahnya, nilai-nilainya, sertifikatnya, kemampuannya,
prestasinya, dan kreativitasnya dalam membuat video Tiktok.
Tren yang aku jelaskan di atas membuat sebagian anak
muda yang luar biasa potensinya banyak dilirik untuk melakukan campaign atau
salah satu cara untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa menggunakan
berbagai saluran yang ada seperti media. Berkat tren itu murid SMA/SMK dan
lain-lain, memiliki karier dan penghasilan untuk mempertahankan kariernya di
media sosial dengan mengikuti berbagai kegiatan seperti mengikut berbagai macam
pelatihan, mengincar sertifikat webinar dan magang dimanapun.
Menurut saya itu hustle culture ini hampir dialami
oleh sebagian besar pekerja di berbagai perusahaan, terutama kalangan generasi
sekarang yang lulusan fresh graduate. Semakin berkembangnya zaman serta tren
melamar lewat Tiktok yang menjamur sebelumnya, membuat HRD berbagai perusahaan
saat ini menilai generasi muda sepertinya haus akan pembuktian di sosial media
dan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin susah karena pertumbuhan
pengangguran semakin banyak akibat pandemi dan para pelajar yang terdampak
juga.
Saya pun mewawancarai teman saya yang mengakui kalau
dia bersedia mengikuti magang maupun bekerja sampingan sambil menempuh
pendidikan sekaligus memperbanyak pengalaman, mereka juga rela tidak dibayar
atau dibayar murah saat magang karena diimingi pengalaman kerja yang sangat
berguna demi bersaing nantinya setelah lulus dalam dunia kerja. terdengar
produktif memang, dan terkesan ambisius sekali jalan menuju kesuksesan dan
kesejahteraan hanya didapatkan dengan bekerja keras.
Mungkin masih banyak dari kamu yang tidak percaya
adanya generasi anak muda yang seperti itu saat berlakunya sistem PJJ
(Pembelajaran Jarak Jauh) yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari pandemi
di Indonesia, para tenaga pendidikan serta para pelajar seperti kita mengalami
banyak kesulitan untuk berinteraksi satu sama lain. Banyaknya kendala yang
dihadapi membuat murid merasa malas dan akhirnya menyepelekan kegiatan PJJ yang
sedang berlangsung.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, sudah jelaskan
kalau kita dituntut agar bisa beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru.
Belum lagi kita juga harus membatasi aktivitas di luar rumah yang tentunya
membuat aktivitas interaksi sosial menjadi berkurang sehingga kita mencari
pelarian untuk mendapat hiburan seperti media sosial, contohnya aplikasi Tiktok
yang mengangkat kreativitas serta semangat untuk memiliki daya juang anak muda
Indonesia di era digital.
Melalui hal-hal yang sudah terjadi di atas, generasi kita sudah mencerminkan pelajar yang memiliki sikap ambisius. Generasi kita ke depannya menjadi generasi muda yang cakap, berintegritas serta bertanggung jawab atas dirinya sendiri agar kuat untuk memajukan bangsa. Terdengar mulia, dibalik semua itu ada dampak yang cukup besar pada kesehatan mental seseorang yang menyebabkan depresi hingga masalah kesehatan lainnya akibat pandemi Covid-19 yang membuat perubahan gaya kerja untuk pekerja maupun pelajar merasakan adanya daya saing yang beracun dan dampak buruk lainnya.
Nah, sekarang kembali lagi ke pertanyaan di awal.
Munculnya persaingan yang semakin produktif dan respons dari media sosial yang
memberikan rasa kepuasan yang dipicu oleh kebanggaan dan pengakuan dengan
mengeluarkan banyak usaha yang dapat menciptakan sebuah rasa candu di dalam
aktivitas – aktivitas produktif yang berlebihan.
Akhirnya semasa pandemi berlangsung, hustle culture
ini tak hanya dialami oleh pekerja kantoran saja. Tapi, bisa dialami oleh siapa
saja, termasuk mahasiswa atau pelajar yang merasakan produktif berlebih ini
yang menjanjikan bisa memperluas jaringan mereka, memperkaya pengalaman, dan
menambah pengetahuan mereka demi kesuksesan di masa depan. Jadi, menurut saya
produktif itu baik, tapi jangan sampai ini menjadi racun untuk kita yang bisa
saja terbelenggu ke dalam budaya hustle culture yang merugikan kita nantinya.