Ilustrasi kelahiran Yesus di kandang Betlehem |
Keberatan dan
tanggapan tentang perayaan Natal 25 Desember
Berikut ini adalah penjelasan yang kami sarikan dari
buku karangan Taylor Marshall, The
Eternal City: Rome and Origins of Catholic Christianity,[1] [teks
dalam kurung adalah tambahan dari Katolisitas]:
Gereja Katolik, setidaknya sejak abad kedua, telah
mengklaim bahwa Kristus lahir di tanggal 25 Desember. Meskipun demikian, ada
banyak pendapat bahwa Tuhan kita Yesus Kristus tidak lahir pada tanggal itu.
Berikut ini adalah tiga macam keberatan yang umum terhadap tanggal tersebut,
dan tanggapan atas masing-masing keberatan itu:
Keberatan 1: Tanggal 25 Desember dipilih untuk mengganti
festival pagan Romawi, yang dinamakan Saturnalia. Saturnalia adalah festival
musim dingin yang populer, sehingga Gereja Katolik dengan bijak menggantikannya
dengan perayaan Natal.
Tanggapan atas Keberatan 1: Saturnalia adalah peringatan winter solstice,
yaitu titik terjauh matahari dari garis khatulistiwa bumi. Namun demikian
titik winter solstice jatuh pada tanggal 22 Desember. Memang benar
bahwa perayaan Saturnalia dapat dimulai sejak tanggal 17 Desember sampai 23
Desember. Tetapi dari tanggalnya sendiri, tidak cocok [tidak ada kaitannya
dengan tanggal 25 Desember].
Keberatan 2: Tanggal 25 Desember dipilih untuk menggantikan hari
libur Romawi, Natalis Solis Invicti, yang artinya, “Kelahiran dari
Matahari yang tak Terkalahkan” [atau dikenal sebagai kelahiran dewa matahari]
Tanggapan atas Keberatan 2: Pertama-tama, mari memeriksa kultus Matahari yang
tak Terkalahkan. Kaisar Aurelian memperkenalkan kultus Sol Invictus atau
Matahari yang tak Terkalahkan di Roma tahun 274. Aurelian mendirikan pergerakan
politik dengan kultus ini, sebab namanya sendiri Aurelian, berasal dari kata
Latin aurora, yang artinya “matahari terbit”. Uang logam koin masa itu
menunjukkan bahwa Kaisar Aurelian menyebut dirinya sendiri sebagai Pontifex
Solis atau Pontiff of the Sun (Imam Agung Matahari). Maka Kaisar
Aurelian mendirikan kultus matahari itu dan mengidentifikasikan namanya dengan
dewa matahari, di akhir abad ke-3.
Yang terpenting, tidak ada bukti historis tentang
adanya perayaan Natalis Sol Invictus pada tanggal 25 Desember, sebelum
tahun 354. Dalam sebuah manuskrip yang penting di tahun 354, terdapat tulisan
bahwa tanggal 25 Desember tertulis, “N INVICTI CM XXX.” Di sini N berarti “nativity/
kelahiran”. INVICTI artinya “Unconquered/ yang tak terkalahkan”. CM artinya, “circenses
missus/ games ordered/ permainan yang ditentukan/ diperintahkan.” Angka
Romawi XXX sama dengan tiga puluh. Maka tulisan tersebut artinya ialah 30
permainan yang ditentukan untuk kelahiran Yang tak terkalahkan, pada tanggal 25
Desember. Perhatikan bahwa di sini kata “matahari” tidak disebutkan. [Maka
bagaimana dapat dipastikan bahwa itu mengacu kepada dewa matahari?].
Selanjutnya, naskah kuno tersebut juga menyebutkan, “natus Christus in Betleem
Iudeae/ kelahiran Kristus di Betlehem, Yudea” di tanggal 25 Desember itu.[2]
Tanggal 25 Desember baru menjadi hari “Kelahiran
Matahari yang tak terkalahkan” sejak pemerintahan kaisar Julian yang
murtad. Kaisar Julian pernah menjadi Kristen, tetapi telah murtad dan kembali
ke paganisme Romawi. Sejarah menyatakan bahwa Kaisar Julian itulah yang menentukan
hari libur pagan tanggal 25 Desember… Ini menyatakan apa?
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa “Matahari yang tak
terkalahkan” bukanlah dewa yang popular di kekaisaran Romawi [sebab sebenarnya
bukan dewa, tetapi suatu karakter yang dihubungkan dengan kaisar tertentu.]
…Lagi pula, tradisi perayaan pada tanggal 25 Desember tidak ada dalam kalender
Romawi sampai setelah Roma menjadi negara Kristen. Kelahiran Sang Matahari yang
Tak Terkalahkan adalah sesuatu yang jarang dikenal dan tidak popular. Perayaan
Saturnalia yang disebut di atas lebih popular … Sepertinya, lebih mungkin bahwa
Kaisar Julian yang murtad itulah yang berusaha untuk memasukkan hari libur
pagan, untuk menggantikan perayaan Kristen.
[Tambahan dari Katolisitas:
Maka penghubungan tanggal 25 Desember dengan perayaan agama pagan, itu sejujurnya adalah hipotesa. Silakan Anda klik di Wikipedia, bahwa penghormatan kepada dewa Sol Invictus di kerajaan Romawi, itu dimulai tanggal 274 AD. Maka penghormatan umat Kristen kepada Kristus, Sang Terang Dunia (Yoh 9:5), itu sudah ada lebih dulu daripada penghormatan kepada dewa Sol Invictus/ dewa matahari kerajaan Romawi. Nyatanya memang ada sejumlah orang yang menghubungkan peringatan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember dengan perayaan dewa Sol Invictus itu. Sumber Wikipedia itu sendiri[3] menyatakan bahwa hipotesa ini secara serius layak dipertanyakan. Bukti prasasti di zaman Kaisar Licinius, menuliskan bahwa perayaan dewa Sol itu jatuh tanggal 19 Desember. Prasasti tersebut juga menyebutkan persembahan kepada dewa Sol itu dilakukan di tanggal 18 November. (Wallraff 2001: 174–177). Bukti ini sendiri menunjukkan adanya variasi tanggal perayaan dewa Sol, dan juga bahwa perayaannya tersebut baru marak dilakukan di abad ke-4 dan 5, jauh setelah zaman Kristus dan para Rasul. Dengan demikian, pandangan yang lebih logis adalah bahwa para kaisar itu yang “mengadopsi” perayaan Natal 25 Desember sebagai perayaan dewa matahari-nya mereka, daripada kita umat Kristen yang mengadopsinya dari mereka.]
Keberatan 3: Kristus tidak mungkin lahir di bulan Desember sebab
St. Lukas menjabarkan bahwa para gembala menggembalakan domba-domba di padang
Betlehem. Gembala tidak menggembalakan pada saat musim dingin. Maka Kristus
tidak mungkin lahir di musim dingin.
Tanggapan terhadap Keberatan 3: Palestina bukan Inggris atau Rusia atau Alaska.
Betlehem terletak di lintang 31.7 [dari garis khatulistiwa, lebih dekat sedikit
ke khatulistiwa daripada kota Dallas, Texas di Amerika, 32.8]. Adalah masih
nyaman untuk berada di luar di bulan Desember di Dallas, [maka demikian juga
dengan di Betlehem]. Sebab di Italia, yang terletak di garis lintang yang lebih
tinggi dari Betlehem, seseorang masih dapat menggembalakan domba di akhir bulan
Desember.
Penentuan
kelahiran Kristus berdasarkan Kitab Suci
Penentuan kelahiran Kristus berdasarkan Kitab Suci,
terdiri dari 2 langkah. Pertama adalah menentukan kelahiran St. Yohanes
Pembaptis. Langkah berikutnya adalah menggunakan hari kelahiran Yohanes
Pembaptis sebagai kunci untuk menentukan hari kelahiran Kristus. Kita dapat
menemukan bahwa Kristus lahir di akhir Desember dengan mengamati kali pertama
dari tahun itu, yang disebutkan oleh St. Lukas, St. Zakaria melayani di bait
Allah. Ini memberikan kepada kita perkiraan tanggal konsepsi St. Yohanes
Pembaptis. Dari sini dengan mengikuti kronologis yang diberikan oleh St. Lukas,
kita sampai pada akhir Desember sebagai hari kelahiran Yesus.
St. Lukas mengatakan bahwa Zakaria melayani pada
‘rombongan Abia’ (Luk 1:5). Kitab Suci mencatat adanya 8 rombongan di antara 24
rombongan imamat (Neh 12:17). Setiap rombongan imam melayani satu minggu di
bait Allah, dua kali setahun. Rombongan Abia melayani di giliran ke-8 dan ke-32
dalam siklus tahunan. Namun bagaimana siklus dimulai?
Josef Heinrich Friedlieb telah dengan meyakinkan
menemukan bahwa rombongan imam pertama, Yoyarib, bertugas sepanjang waktu
penghancuran Yerusalem pada hari ke-9 pada bulan Yahudi yang disebut bulan Av.[4]
Maka masa rombongan imamat Abia (yaitu masa Zakaria bertugas) melayani adalah
minggu kedua bulan Yahudi yang disebut Tishri, yaitu minggu yang bertepatan
dengan the Day of Atonement, hari ke-10. Di kalender kita, the Day of Atonement dapat jatuh di
hari apa saja dari tanggal 22 September sampai dengan 8 Oktober.
Dikatakan dalam Injil bahwa Elisabet mengandung
‘beberapa lama kemudian/ after these days‘ setelah masa pelayanan Zakaria
(lih. Luk 1:24). Maka konsepsi St. Yohanes Pembaptis dapat terjadi sekitar
akhir September, sehingga menempatkan kelahiran St. Yohanes Pembaptis di
akhir Juni, meneguhkan perayaan Gereja Katolik tentang Kelahiran St. Yohanes
Pembaptis tanggal 24 Juni.
Buku Protoevangelium
of James dari abad ke-2 menggambarkan St. Zakaria sebagai imam besar
dan memasuki tempat maha kudus…. dan ini mengasosiasikan dia dengan the
Day of Atonement, yang jatuh di tanggal 10 bulan Tishri (kira-kira akhir
September). Segera setelah menerima pesan dari malaikat Gabriel, Zakaria dan
Elizabet mengandung Yohanes Pembaptis. Perhitungan empat puluh minggu
setelahnya, menempatkan kelahiran Yohanes Pembaptis di akhir Juni, meneguhkan
perayaan Gereja Katolik tentang Kelahiran St. Yohanes Pembaptis tanggal 24
Juni.
Selanjutnya… dikatakan bahwa sesaat setelah Perawan
Maria mengandung Kristus, ia pergi untuk mengunjungi Elisabet yang sedang
mengandung di bulan yang ke-6. Artinya umur Yohanes Pembaptis 6 bulan lebih tua
daripada Yesus Kristus (lih. Luk 1:24-27, 36). Jika 6 bulan ditambahkan kepada
24 Juni maka diperoleh 24-25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus. Jika
tanggal 25 Desember dikurangi 9 bulan, diperoleh hari peringatan Kabar Gembira
(Annunciation) yaitu tanggal 25 Maret… Maka jika Yohanes Pembaptis dikandung
segera setelah the Day of Atonement, maka tepatlah penanggalan Gereja
Katolik, yaitu bahwa kelahiran Yesus jatuh sekitar tanggal 25 Desember.
Selain itu Tradisi Suci juga meneguhkan tanggal 25
Desember sebagai hari kelahiran Tuhan Yesus. Sumber dari Tradisi tersebut
adalah kesaksian Bunda Maria sendiri. Sebagai ibu tentu ia mengetahui dengan
rinci tentang kelahiran anaknya [dan ini yang diteruskan oleh para rasul dan
para penerus mereka]. Bunda Maria pasti mengingat secara detail kelahiran Yesus
ini yang begitu istimewa, yang dikandung tidak dari benih laki-laki, yang
kelahirannya diwartakan oleh para malaikat, lahir secara mukjizat dan dikunjungi
oleh para majus.
Sebagaimana umum bahwa orang bertanya kepada
orangtua yang membawa bayi akan umur bayinya, demikian juga orang saat itu akan
bertanya, “berapa umur anakmu?” kepada Bunda Maria. Maka tanggal kelahiran
Yesus 25 Desember (24 Desember tengah malam), akan sudah diketahui sejak
abad pertama. Para Rasul pasti akan sudah menanyakan tentang hal ini dan baik
St. Matius dan Lukas mencatatnya bagi kita. Singkatnya, adalah sesuatu yang
masuk akal jika para jemaat perdana telah mengetahui dan merayakan kelahiran
Yesus, dengan mengambil sumber keterangan dari ibu-Nya.
Kesaksian berikutnya adalah dari para Bapa Gereja
abad-abad awal (abad 1 sampai awal abad 4) di masa sebelum
pertobatan Kaisar Konstantin dan kerajaan Romawi. Para Bapa Gereja
tersebut telah mengklaim tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran
Kristus.
Catatan yang paling awal tentang hal ini adalah dari
Paus Telesphorus (yang menjadi Paus dari tahun 126-137), yang menentukan
tradisi Misa Tengah malam pada Malam Natal… Kita juga membaca perkataan
Teofilus (115-181) seorang Uskup Kaisarea di Palestina: “Kita harus merayakan
kelahiran Tuhan kita pada hari di mana tanggal 25 Desember harus terjadi.”[5]
Tak lama kemudian di abad kedua, St. Hippolytus
(170-240) menulis demikian: “Kedatangan pertama Tuhan kita di dalam daging
terjadi ketika Ia dilahirkan di Betlehem, di tanggal 25 Desember, pada hari
Rabu, ketika Kaisar Agustus memimpin di tahun ke-42, …. Ia [Kristus] menderita
di umur tiga puluh tiga, tanggal 25 Maret, hari Jumat, di tahun ke-18 Kaisar
Tiberius, ketika Rufus dan Roubellion menjadi konsul.[6]
Dengan demikian tanggal 25 Maret menjadi signifikan,
karena menandai hari kematian Kristus (25 Maret sesuai dengan bulan Ibrani
Nisan 14- tanggal penyaliban Yesus. Kristus, sebagai manusia sempurna-
dipercaya mengalami konsepsi dan kematian pada hari yang sama, yaitu tanggal 25
Maret…Maka tanggal 25 Maret dianggap istimewa dalam tradisi awal Kristiani. 25
Maret ditambah 9 bulan, membawa kita kepada tanggal 25 Desember, yaitu
kelahiran Kristus di Betlehem.
St. Agustinus meneguhkan tradisi 25 Maret sebagai
konsepsi Sang Mesias dan 25 Desember sebagai hari kelahiran-Nya: “Sebab Kristus
dipercaya telah dikandung di tanggal 25 Maret, di hari yang sama saat Ia
menderita; sehingga rahim Sang Perawan yang di dalamnya Ia dikandung, di mana
tak seorang lain pun dikandung, sesuai dengan kubur baru itu di mana Ia
dikubur, di mana tak seorang pun pernah dikuburkan di sana, baik sebelumnya maupun
sesudahnya. Tetapi Ia telah lahir, menurut tradisi, di tanggal 25 Desember.”[7]
Di sekitar tahun 400, St. Agustinus juga telah
mencatat bagaimana kaum skismatik Donatist merayakan tanggal 25 Desember
sebagai hari kelahiran Kristus, tetapi mereka menolak merayakan Epifani di
tanggal 6 Januari, sebab mereka menganggapnya sebagai perayaan baru tanpa dasar
dari Tradisi Apostolik. Skisma Donatist berasal dari tahun 311, dan ini
mengindikasikan bahwa Gereja Latin telah merayakan hari Natal pada tanggal 25
Desember sebelum tahun 311. Apapun kasusnya, perayaan liturgis kelahiran
Kristus telah diperingati di Roma pada tanggal 25 Desember, jauh sebelum
Kristianitas dilegalkan dan jauh sebelum pencatatan terawal dari perayaan pagan
bagi kelahiran Sang Matahari yang tak Terkalahkan. Untuk alasan ini, adalah
masuk akal dan benar untuk menganggap bahwa Kristus benar telah dilahirkan di
tanggal 25 Desember, dan wafat dan bangkit di bulan Maret, sekitar tahun 33.
Sedangkan tentang perhitungan tahun kelahiran Yesus,
menurut Paus Benediktus XVI dalam bukunya Jesus of Nazareth: The Infancy
Narratives, adalah sekitar tahun 7-6 BC. Paus mengutip pandangan seorang
astronomer Wina, Ferrari d’ Occhieppo, yang memperkirakan terjadinya konjungsi
planet Yupiter dan Saturnus yang terjadi di tahun 7-6 BC (yang menghasilkan
cahaya bintang yang terang di Betlehem), yang dipercaya sebagai tahun
sesungguhnya kelahiran Tuhan Yesus.[8]
[1]
Link:
https://taylormarshall.com/2012/12/yes-christ-was-really-born-on-december.html
[2]
The Chronography of
AD 354. Part 12:
Commemorations of the Martyrs. MGH Chronica Minora I (1892), pp. 71-2.
[3]
https://en.wikipedia.org/wiki/Sol_Invictus#Sol_Invictus_and_Christianity_and_Judaism
[4]
Josef Heinrich Friedlieb’s Leben J.
Christi des Erlösers. Münster, 1887, p. 312.
[5]
Magdeburgenses, Cent. 2. c. 6.
Hospinian, De origine Festorum Christianorum.
[6]
St. Hippolytus of Rome, Commentary
on Daniel.
[7]
St. Augustine, De Trinitate, 4, 5.
[8]
Pope Benedictus XVI, Jesus of
Nazareth: The Infancy Narratives, kindle version, loc. 1097-1101