Dicari Pemimpi(N) Desa Yang Mampu Memajukan Desa dengan segala Mimpi-Mimpinya (Dinamika Pemilihan Kepala Desa)

Dicari Pemimpi(N) Desa Yang Mampu Memajukan Desa dengan segala Mimpi-Mimpinya (Dinamika Pemilihan Kepala Desa)

Ilustrasi Pilkades, Pesta Demokrasi Akar Rumput



Setapak rai numbei Pemilihan Kepala Desa merupakan proses pesta demokrasi yang terjadi di tatanan level terbawah yang ada di dalam tingkatan birokrasi pemerintah yang ada di Negara kita. Pemilihan kepala desa merupakan ajang memilih kepala desa yang terbaik menurut versi masyrakat desa yang di anggap dapat memenuhi harapan masyarakat di suatu desa.

Dalam proses pemilihan kepala desa masyarakat di desa itulah yang akan menjadi penentu didalam proses pemilihan kepala desa dimana dalam hal ini merekalah yang ikut berpartisipasi langsung di dalam memilih untuk menentukan arah kemajuan bagi desa dimana mereka tinggal dan menetap sebagai warga desa setempat. Pemilihan Kepala Desa merupakan suatu momentum yang penting bagi masyarakat Desa untuk dapat mewujutkan prinsip-prisip demokrasi di negara kita. agar dapat menyalurkan aspirasi politik kepada calon kepala desa dimana mereka masyarakat desa berpartisipasi langsung dalam keberlangsungan jalannya pemerintahan dilingkungan desa agar dapat terwujud.


Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, telah membuka  kran  Demokrasi bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang selama ini memang telah  menunggu sebuah proses dimana pemilihan langsung  dapat terlaksana sehingga dapat memperbaiki  proses pelayanan publik di tingkat desa, karena undang-undang no 5 Tahun 1979 tentang pemerintah desa dianggap tidak relevan lagi dengan telah berkembangnya suatu system birokrasi.


Dalam UU Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004, disebutkan bahwa masa jabatan kepala desa 6 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan. Namun, pada UU Desa No 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa masa jabatan kepala desa 6 tahun, dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut. Dalam perkembangannya terdapat perubahan terhadap peraturan tentang desa yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Hal ini menjadi jawaban yang ditunggu-tunggu oleh pemerintah daerah untuk dapat mengisi kekosongan posisi Kepala Desa sekaligus dalam rangka implementasi Undang-Undang Desa. Dengan terbitnya Permendagri tentang UU Kepala Desa ini akan menjadi dasar hukum bagi pemerintah kabupaten untuk dapat melakukan Pemilihan Kepala Desa di daerahnya baik secara berbarengan maupun secara bergelombang.


Proses Pilkades mempunyai karakteristiknya sendiri bila dibandingkan dengan Pilkada maupun Pilpres dikarenakan pemilih kepala desa dimana secara geografis satu dengan yang lainnya saling berdekatan dan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan calon kepala desa. Dengan demikian sangat berpotensi meningkatkan suhu dan tensi politik memanas menjelang Pilkades tersebut, maka dari itu diperlukan strategi marketing politik  bagi calon kepala desa dan pendukungnya agar dapat memperoleh suara yang banyak bagi calon kepala desa yang di unggulkan atau dijagokan oleh para pendukungnya. Dengan beragamnya propesi masyarakat di Desa sangat mempengaruhi dalam menerapkan strategi untuk memperoleh suara dari pada masing-masing pemilih, faktor-faktor yang mempengaruhi itu semua bisa dilihat dari usia, jenis pekerjaan, mulai dari petani, buruh ibu rumah tangga, guru dan ASN. Beragamnya propesi ini dapat menentukan bagi tim sukses masing-masing calon untuk memetakan strategi politik yang akan digunakan agar calon diusung dapat memenangkan pemilihan kepala desa tersebut.

 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh calon Kepala Desa untuk memenangkan Pilkades. Sayang pertarungan gagasan akan masa depan desa belum banyak dilakukan. Yang paling kentara adalah pertemuan calon kepala desa dengan tokoh-tokoh massa (votegetter) dan pemasangan baliho pada titik – titik strategis. Warga desa belum menyadari bahwa momentum pilkades sejatinya tidak hanya mencari figur Kepala Desa. Justru lebih penting adalah menentukan masa depan desa, minimal 6 tahun ke depan. Dengan memilih figur pemimpin yang visioner dan mempunyai rekam jejak yang baik, desa mempunyai modal awal untuk menentukan masa depan yang lebih cerah.



Untuk menjadi calon kepala desa, seseorang wajib memenuhi beberapa persyaratan administratif yang mudah untuk dipenuhi. Namun ada satu syarat yang penting harus dimiliki oleh calon kepala desa atau pemimpin desa. Syarat ini yang belum tentu dimiliki dan kadang luput dari perhatian calon pemilih. Syarat itu adalah mimpi. Sebelum menjadi pemimpin desa, seorang kepala desa harus menjadi pemimpi. Mimpi, dalam bahasa regulasi sering disebut sebagai visi. Visi yang dimiliki oleh calon kepala desa harus benar- benar berakar dari kondisi dan kemampuan desanya. Bukan visi atau mimpi yang hanya digunakan sebagai slogan pada saat kampanye dan persyaratan administratif lainnya. Lebih dari itu, mimpi atau visi seharusnya menjadi dasar dalam meletakkan arah kebijakan pembangunan desa minimal selama enam tahun kedepan.


Mimpinya harus besar, tidak lagi sekedarnya seperti sebelum pelaksanaan UU Desa, yang hanya bermimpi tentang infrastruktur desa yang baik, tapi juga mimpi tentang mengembangkan aset-aset yang dimiliki desa untuk lebih menyejahterakan warganya melalui BUMDesa, wisata desa dan usaha desa lainnya. Bukan lagi hanya tentang membangun kantor dan gapura desa, tetapi juga meningkatkan kapasitas dan kemampuan aparatur pemerintah desa untuk pelayanan publik yang lebih baik. Bukan lagi hanya tentang pengadaan seragam dan peningkatan penghasilan tetap perangkat desa, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mencetak enterpreuner desa, menjamin hak kaum difabel, menjamin kesehatan serta menurunkan prevelansi stunting di desa dan menjamin hak akses terhadap pelayanan pendidikan untuk warga desa.


Pemimpin adalah ‘pemimpi’ ditambah ‘n’. ‘N’ adalah nyata. Jadi, pemimpin desa adalah orang yang memiliki mimpi besar tentang desanya dan berpotensi untuk mewujudkan mimpinya menjadi nyata. Jika tidak bisa mewujudkan mimpinya menjadi nyata, maka selamanya ia akan menjadi seorang pemimpi. Bagaimana mewujudkan mimpinya? Langkah pertama adalah meyakinkan kepada calon pemilih bahwa ia memiliki mimpi dan memiliki rekam jejak serta kemampuan untuk mewujudkan mimpinya bersama-sama warga desanya.


Sekali lagi mimpinya harus besar, karena selain anggaran yang dikelola, kewenangan yang dimiliki desa saat ini juga besar. Dari sisi anggaran, bila rerata per tahun anggaran yang dikelola melalui APBDesa sebesar 1 Milyar Rupiah, artinya selama menjabat Kepala Desa mengelola lebih dari 6 Milyar Rupiah. Apabila terpilih kembali di periode selanjutnya – sesuai UU Desa dimana kepala desa menjabat maksimal 3 periode – maka anggaran yang dikelola bisa mencapai 18 Milyar Rupiah. Dan selama itu pulalah, pengalaman mengelola anggaran, kemampuan manajerial, sensitifitas dan keberpihakan terhadap kaum marjinal desa, jejaring baik politik maupun pertemanan akan semakin terbangun dan meningkat. Melalui hal inilah kemudian proses lahirnya pemimpin bangsa akan berjalan. Sehingga apa yang disampaikan oleh Budiman Sujatmiko bahwa UU Desa akan mendorong proses kaderisasi pemimpin bangsa yang berakar dari desa menjadi sebuah keniscayaan. Bukan hal yang tidak mungkin kedepan kita akan temui Bupati, Gubernur atau bahkan Presiden yang dulunya adalah kepala desa.



Mewujudkan Pilkades Ideal


Kontestasi Pilkades selalu menarik untuk di amati dengan segala dinamika dan konstelasi politik yang ada didalamnya. Hal ini menggambarkan bahwa konstelasi politik pedesaan juga tidak kalah “rasa dan tensinya” dengan Pilkada maupun Pilpres yang melibatkan banyak pihak dari berbagai segmen untuk menjadi timses demi meraup suara sebanyak-banyaknya. Belum lagi tarik menarik dukungan diantara masing-masing timses maupun calon kades sebagai upaya marketing politik yang dilakukan sebagai bentuk strategi pemenangan.


Tak heran jika manuver-manuver politik yang dilakukan baik oleh calon kades maupun oleh timsesnya pun menjadi perhatian masyarakat dengan segala responnya. Dengan demikian Pilkades sebagai bentuk perwujudan pesta demokrasi rakyat di lingkup pedesaan dapat menjadi tolak ukur bagi kemajuan dan perkembangan demokrasi di sebuah negara. Pilkades juga menjadi salah saru indikator untuk melihat tingkat kedewasaan berpikir dan berdemokrasi di tingkat masyarakat pedesaan dalam menyikapi pemilihan dan pertarungan dalam memperebutkan dukungan secara sehat dan rasional tanpa dikaitkan dengan unsur-unsur irrasional yang banyak diyakini oleh masyarakat dan menjadi sumber potensi konflik di tengah masyarakat. Pilkades juga merupakan miniatur demokrasi di tingkat lokal sekaligus juga refleksi bagi sebuah konsep pemilihan langsung yang telah dilakukan sebelumnya yaitu Pilkada dan Pilpres. 


Apa yang hari ini terjadi desa, pasti akan berpengaruh pada masa depan bangsa. Untuk desa yang menyelenggarakan Pilkades, momentumnya adalah sekarang. Selamat memilih dan menentukan pemimpi(n) desa sesuai dengan surat keputusan Pemimpin Daerah Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur di Tahun 2022 ini.

 

Secarik Catatan Reflektif

Perbincangan Secangkir Kopi

Kateri, 14 Januari 2022





Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama