Kita boleh memilih keduanya, karena keduanya
mempunyai resiko dan tanggung jawab masing masing. Yang idealis menuju
profesional akan disisihkan dari kemajemukan orang banyak, karena dinilai tidak
bisa diajak kerjasama dalam kebodohan. Sementara yang tradionil masih yakin dan
percaya dengan caranya mengajar siswa masih relevan untuk diajarkan, karena
yang namanya jamu tradisional dari dulu hingga sekarang masih terbukti manjur
untuk menyembuhkan berbagai penyakit termasuk penyakit malas belajar pada
siswa. (apa iya?).
Profesional!
Dan perlu kita ketahui kadang banyak guru di Indonesia
mengartikan guru Profesional itu antara lain adalah yang paling rajin ngumpulin
administrasi kalau mau sertifikasi, kemana mana bawa notebook sampai ngajarpun
pakai notebook, pakai dasi yang rapih, kadang bawa mobil kesekolah, atau
berpenampilan semenarik mungkin seperti salesman kantoran.
Bagi kita bukan seperti itu guru Profesional,
melainkan guru profesional adalah guru yang mengerti tanggung jawab ia sebagai
guru sebagai agen perubahan dan memahami betul bahwa tidak akan lahir sebuah
generasi terbaik kalau bukan dari pendidik/guru yang terbaik pula dalam
mengajarkan, selalu mencoba hal yang baru. Inovasi inovasi baru dan
pengembangan kreatifitas dalam mengelola kelas. Sekalipun ia tidak puya
notebook, berpenampilan sederhana, tidak berlebihan dalam sikap dan tingkah
laku, kadang berangkat kesekolah jalan kaki. gak masalah kan!, tetapi ia selalu
merencanakan apa yang harus ia ajarkan buat anaknya esok hari. Dan selalu
mengevaluasi diri apa saja yang kurang menarik bagi siswa kita hari ini ketika kita
mengajar.
Tradisional!
Sebenarnya tidak masalah masalah ini, paling tidak
kita bisa mengambil semangat dan tanggung jawab dari guru guru zaman dulu.
Meraka tidak pernah bertanya seberapa besar keringat yang ia keluarkan buat
siswanya, tidak pernah mengeluh dengan gaji apa adanya, dan pengalaman
merekalah yang membuat mereka besar dimata manusia, sekalipun ia hanya manusia
biasa.
Hanya satu saja yang tidak boleh kita ikuti adalah
"MELAWAN SEMANGAT PERUBAHAN" kearah yang lebih baik. Buang jauh jauh
sikap egois merasa paling senior dalam dunia pendidikan, merasa sudah paling
dulu merasakan asam garam perjuangan sehingga membutakan mata hati ketika ada
perubahan yang sebenarnya itu sangat memudahkan kita dalam berjuang didalam
kelas kelas kita.
Akhir dalam
tulisan ini…
Bahwa sebenarnya bagi kita belajar untuk
mempertahankan budaya ketimuran kita adalah sebuah keharusan, kesederhanaan kita
tidak membuat pantang menyerah untuk terus belajar. Keterbatasan alat, ilmu,
dan sarana bukanlah sesuatu yang membuat kita berhenti belajar dan mengajar.
Pengalaman dimasa lampau adalah pendewasaan kita dalam membuat perubahan kearah
yang lebih baik. Serta kemajuan zaman dengan teknologi yang kita miliki hari
ini adalah hanya untuk mempermudah kita dalam inovasi terbarukan dalam
mengembangkan siswa kearah yang lebih baik. Semoga!