Ilustrasi |
Keesokan harinya mereka pergi ke pesta yang diadakan
oleh Liurai ( raja) di Taberek, kecuali Feto Ikun. Disana
mereka menari tarian Likurai ( tarian rakyat Belu dan Malaka) sampai petang
baru mereka berenam kembali ke istananya. Terlintas dalam pikiran Feto
Ikun bahwa sekali kelak belut ini akan hilang bila tidak disimpan di tempat
yang lebih aman. Untuk itu Feto Ikun memutuskan sebaiknya ia menggali sebuah
sumur untuk melepaskan belut di dalamnya. Sumur itu dinamakan We Frasuk.
Setelah belut itu dilepaskan kedalam sumur, barulah belut itu bergerak bersuka
ria, Sehari sesudah belut itu dilepaskan, ketujuh puteri tersebut pergi
menonton pesta di Taberek. Mereka membawa serta likurai yang akan dipakai untuk
menari di pesta nanti. Setelah mereka pergi, si belut pun berubah menjadi
seorang pemuda yang gagah perkasa. Pada saat pemuda itu bersiul maka datanglah
angin yang kemudian berubah menjadi seekor kuda jantan berwarna merah. Kuda itu
ditunggangi oleh pemuda tersebut sambil memegang kelewang. Ia mencoba mengikuti
jejak ketujuh puteri tadi. Setiba di tempat pesta, kuda atau nabau anin itu pun
ditambatkan pada sebatang pohon beringin. Ia masuk ke dalam rumah pesta lalu
ikut menari. Ketujuh puteri tadi sama sekali tidak mengenal pemuda itu.
Setelah pesta selesai, ketujuh putri kembali ke istana. Pemuda tersebut
menyusul dari belakang, tetapi ternyata ia sampai lebi dahulu di istana. Ini
disebabkan karena ia menunggang kuda, yang berasal dari angin. Sesampai di
istana ia kembali berubaha menjadi belut, lalu masuk lagi ke dlam sumur. Setiap
pagi Feto Ikun pergi mengantar makanan untuk belut itu. Di sumur Feto Ikun
selalu memanggil belut itu dengan kata-kata sebagai berikut: "Ri, ri lo...tuna lulik mane tuna lulik sae
mai ma etu hare hamodak," yang artinya ri ri sang tuna pria Tuna
Lulik, marilah makan nasi dan daging yang telah ku sediakan. Setiap kali
mendengar panggilan yang demikian, sang belut pun keluar dari tempatnya lalu
makan makanan yang diantarkan itu. Feto Ikun selalu menunggu sampai si belut
selesai makan.
Pada suatu hari ketika si belut diberi makan, Feto Ikun langsung pergi menimba
air di Non Au. Sementara itu Feto Ulun pun datang dan memanggil seperti yang
biasa dilakukan oleh Feto Ikun. Belut itu keluar lalu ditangkapnya, dan dibawa
pulang ke rumah. Sekembalinya Feto Ikun didapatinya sang belut tidak ada lagi.
Belut itu telah ditangkap dan dibawa oleh Feto Ulun. Belut itu kemudian
dipotong-potong oleh Feto Ulun menjadi 6 potong, sesuai dengan jumlah mereka
tanpa Feto Ikun.Tiap orang mendapat 1 potong dan disimpan di dalam kamar
masing-masing. Kemudian mereka bersepakat, untuk mencari kayu api ke hutan.
Seperginya mereka Feto Ikunpun datang dan masuk ke kamar saudara-saudaranya.
Dijumpainya bagian-bagian belut yang telah hilang itu dikamar
saudara-saudaranya masing-masing. Bagian -bagian badan belut itu diambil dan
dibawa ke kamarnya lalu disambung kembali. Sambungan-sambungan itu diletakkan
kembali di dalam piring lalu ditutup. Di tempat itu diberi air seperlunya, agar
belut itu dapat hidup kembali. Makanan disediakan, dan diantarkan kepada belut
itu setiap kali. Untuk panggilan yang sama diucapkan oleh FetoIkun sebagai
berikut: "Ri ri lo Tuan Lulik mane
Tun Lulik tun mai etu nau hamodak"yang artinya turunlah engkau untuk
memakan nasi kuning, yang telah kusediakan bersama daging bagi kuning. Setelah
memanggil 7(tujuh) kali demikian, maka si belut pun hidup kembali lalu turun
dari loteng rumah, dan makan semua hidangan yang tersedia. Sesudah makan, si
belut kembali berbaring pada balok aman yang terletak diloteng.
Pada suatu hari ketujuh puteri itu pergi pesta lagi
di Fatumea. Disana mereka bermain likurai. Mane Tuna Lulik pun kembali berbuat
seperti sediakala. Dalam segala keadaan Feto Ikun selalu unggul sehingga
mengakibatkan dia dibenci oleh saudara-saudaranya. Karena iri hati tersebut
maka mereka sepakat untuk memasang jerat dalam permainan tersebut dengan maksud
menangkap si pemuda yang gagah itu. Mereka sepakat agar barang siapa yang
berhasil menjerat si suami. Ternyata Feto Ikun lah yang dapat menjeratnya
sehingga dialah yang berhak mempersuamikan pemuda tersebut. Dengan perasaan
kesal dan iri, saudara-saudaranya kembali ke istanan. Sementara Feto Ikun
berkata kepada saudara-saudaranya bahwa pemuda itu sendirilah yang tertarik
terhadap dirinya.
Di istana, makanan Feto Ikun sudah habis dimakan oleh pemuda itu, sehingga Feto
Ikun tidak kebagian makan. Keadaan semacam ini berulang terus, tanpa diketahui
oleh Feto Ikun. Feto Ikun berniat mengintip siapa gerangan yang berani berbuat
demikian. Feto Ikun mencoba menanyakan hal ini kepada janda tua yang bernama
Ina Bei Takan Bua Kau pun bertanya sebagai berikut: "Selama ini barangkali nenek melihat, siapa sebenarnya yang memasuki
kamar saya?" Jawab nenek: "Saya
melihat seorang pemuda yang gagah perkasa, masuk ke kamarmu, ia makan dan mandi.
Sesudah itu baru ia membuntuti kamu ke pesta, dengan menunggang seekor kuda
merah.
Mendengar keterangan itu Feto Ikun pun berusaha mengintip siapa gerangan pemuda
itu. Ia mengajak lagi saudara-saudaranya ke pesta. Baru saja berjalan beberapa
meter, Feto Ikun pun berpura-pura sakit dan karena itu ia kembali.
Saudara-saudaranya terus ke pesta. Baru saja berjalan beberapa meter, Feto Ikun
pun berpura-pura sakit dan karena itu ia kembali. Saudara-saudaranya sangat
senang, karena apabila datang lagi pemuda itu, maka pasti di antara mereka
berenanglah yang akan memperolehnya. Feto Ikun kembali dan bersembunyi di
rumah Ina Bei Takan Bua Kau, dengan maksud mengintip siapa sebenarnya yang
biasa memasuki ke kamarnya tanpa sepengetahuannya. Lama kelamaan terdengar
bunyi siraman air dari dalam kamar Feto Ikun. Mendengar akan bunyi siraman air
tersebut, lalu Ina Bei Takan Bua Kau mengingatkan Feto Ikun akan adanya orang
di kamarnya.Lalu Feto Ikun pun pergi mengintip, dan terlihat olehnya seorang
pemuda perkasa sedang keluar dari dalam kamar. Ia membawa sebuah kelewang.
Sambil berjalan ia bersiul, lalu angin yang sedang bertiup berubah menjadi
seekor kuda jantan yang berwarna merah. Kuda itu ditunggangnya menuju ke pesta.
Di pesta pemuda itu tidak melihat Feto Ikun. Oleh karena itu ia segera kembali,
dan ia mendapat Feto Ikun sedang berada di kamar.
Ketika Feto Ikun memasuki kamar dilihatnya sang belut sudah tidak ada, kecuali
kulitnya tertinggal di tempatnya semula. Kulit itu diambil dan dibakar oleh
Feto Ikun. Semnentara itu diatas piring dimana kulit itu diambil, diletakkan 2
helai selimut. Pada saat ia sedang berbuat demikian, datanglah pemuda tadi,
dari Fatumea. Feto Ikun berpura-pura tidur nyenyak, sementara si pemuda tadi
ingin masuk kembali ke tempatnya. Ia tidak menemukan kulitnya lagi, kecuali 2
helai selimut di dalam piring di mana kulitnya tadi berada. Akan kenyataan itu
ia sangat pusing dan karena itu ia berusaha membangunkan Feto Ikun dari
tidurnya. Feto Ikun berpura-pura sadar dan bangun. Si pemuda tadi bertanya
kepada Feto Ikun, tentang barangnya yang telah hilang. Feto Ikunpun menjawab
bahwa: "Saya tidak pernah melihat
ataupun menemukan barang tersebut. Saya hanya melihat 2 helai selimut diatas
piring itu, oleh sebab itu ambillah dan pakailah."
Selimut itupun dipakai oleh si Pemuda tadi sambil berkata: "Engkau sungguh sangat baik engkau tidak
hanya memberikan pada saya selimut, tetapi lebih dari itu engkau telah
menyelamatkan saya dari perbuatan saudara-saudaramu yang telah membagi-bagi
tubuhku atas 6 bagian." Feto Ikun pun bertanya: "Bagaimana caranya mereka mendapatkan engkau
dari dalam sumur?" Si pemuda itu menjawab: "Seperginya engkau, maka kakakmu Feto Ulun datang dan memanggil
saya, kemudian saya ditangkap dan dibawa ke rumah lalu dipotong dan dibagikan
kepada saudara-saudaramu." Feto Ikunpun berkata: "Engkau sungguh bodoh." Jawab
pemuda: "Saya mengira bahwa
engkaulah yang memanggil saya." Lalu kata Feto Ikun: "Mulai saat ini, engkau tidak boleh pergi
kemana-mana. Bukankah kita berdua adalah suami-isteri?". Si pemuda
tadi mengangguk tanda setuju. Malah ia menegaskan lagi bahwa hidupnya
sangat tergantung kepada Feto Ikun. Mereka mulai membinan rumah tangga mereka.
lalu ia memperingatkan Feto Ikun, agar tidak tergoda terhadap bujukan
saudara-saudranya. Feto Ikun sangat setuju dengan pendapat tersebut. Setiap
kali ia dibujuk selalu saja ia mengelak. Pada suatu hari Feto Ulun menyuruh
salah seorang adiknya pergi mengambil api di tempat Feto Ikun. Di sana ia
melihat 2 orang, yakni Feto Ikun dan seorang pemuda sedang duduk. Mane Tuna
Lulik ingin menyapa saudara Feto Ikun tersebut, tetapi ternyata ia sudah tidak
ada. Ia kembali untuk memberitahukan kepada Feto Ulun akan apa yang dilihatnya.
Feto Ulun menyuruh lagi adiknya itu, pergi memberitahukan Feto Ikun bahwa
memang Feto Ikun sudah kawin dengan pemuda perkasa itu, namun Feto Ikun harus
maklum, bahwa mereka bertujuh hendak mengawini pemuda tersebut.
Mendengar pemberitahuan itu, Feto Ikun pun marah sambil berkata: "Suamiku adalah belut yang pernah didapat dan
dibuang oleh Feto Ulun. Saya telah bersusah payah memelihara, sehingga saya
tidak akan bersedia, agar ia menjadi suami kita bersama”. Sikap Feto Ikun
ini disampaikan kepada Feto Ulun. Feto Ulun pun berkata, bahwa pada suatu
ketika keduanya akan diusir dari istana ini. Feto Ulun menyesal, namun
penyesalan tersebut tidak ada guna lagi.
Sumber
: Ceritera Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur