Karena naluri lebah hanya menemukan bunga. Sedangkan
naluri lalat hanya menemukan kotoran. Lebah tidak tertarik pada kotoran, lebah
tertarik pada harum dan keindahan bunga. Alhasil lebah kaya akan madu.
Sedangkan lalat kaya kuman penyakit.
Lalu, mengapa ada orang yang menjadi jahat dan ada
orang menjadi baik? Orang jahat tidak tertarik pada hal-hal yang baik,
sebaliknya pada hal-hal yang jahat dan menyakitkan: bohong, permusuhan, gosip,
dan emua hal-hal jahat. Orang baik ialah orang yang tidak tertarik akan hal-hal
buruk.
Hidup ini sangat tergantung dengan hati dan pikiran.
Apa yang dipikirkan, menghasilkan yang dilihat. Apa yang dilihat menghasilkan
yang diperoleh.
Jika hati dan pikiran selalu negatif maka apa saja
yang dilihat akan selalu negatif. Hasilnya adalah penderitaan, sakit hati,
kecewa, iri hati, dan sirik.
Bagaimana bila ingin berhasil dan ingin bahagia?
Miliki hati dan pikiran yang selalu positif, maka apa saja yagn dilihat akan
selalu positif dan hasilnya adalah kebahagiaan.
Jika kita seperti lebah yang menghasilkan madu, maka orang-orang di sekeliling kita juga akan mencicipi manisnya. Tapi jika kita seperti lalat, maka kuman yang kita tebarkan akan mencelakakan orang lain.
Membuka Tabir
Kehidupan Lalat VS Lebah
Dengan melihat lebah dan lalat, muncul pertanyaan.
Apa sebab lebah cepat menemuka bunga meski jauh diseberang samudera. Apa sebab
pula lalat cepat menemukan kotoran meski ditutup dengan penutup yang rapat. Di
karenakan oleh beberapa sifat antara keduanya, yaitu :
1.
Aspek naluri dan
pikiran. Dengan naluri dan pikiran lebah hanya untuk menemukan bunga
(kebaikan). Walau dalam keadaan yang sangat lapar, lebah hanya hinggap
dikelopak bunga untuk mengambil manisnya kelopak bunga. Walaupun ia
sangat lapar, namun bunga tak pernah rusak, apalagi sampai mematahkan ranting
pohon. Hal ini berbeda dengan naluri dan
pikiran lalat hanya untuk menemukan kotoran (kejahatan). Lantas, sementara
lalat hanya memiliki naluri dan pikiran mencari kotoran. Lalat bangga mencari
kotoran dan hidup menyebar berbagai kuman penyakit yang berdampak derita bagi
semua makhluk.
2.
Aspek solidaritas.
Madu yang dihasilkan lebah merupakan akumulasi solidaritas yang kompak. Dengan
kemampuan lebah mengumpulkan madu tak lebih dari berat tubuhnya. Tetapi,
solidaritas membangun asa lebah untuk mencapai tugas dan fungsinya. Mereka
semua bersatu padu dan saling bekerja tanpa iri. Apa bila lebah diganggu, semua
saling membantu. Mempunyai sifat tak akan mengusik bila tak diusik.
Berbeda dengan lalat, solidaritas tak pernah dikenalnya. Semua hidup untuk
memperjuangkan diri sendiri. Saling berebut makanan busuk terus dilakukan. Bila
ada musuh ingin mengganggu komunitas, semua saling mencari selamat tanpa
menghiraukan sesamanya. Meski lalat hidup bergerobolan, namun tanpa instink
saling membela dan membantu.
3.
Aspek lingkungan
dan memahami tugas dan fungsi. Tengoklah rumah lebah. Dibangun secara bersama
dan dimanfaatkan bersama-sama pula. Semua tersusun rapi dalam kamar-kamar yang
berukuran sama. Walau tanpa alat ukur, lebah mampu membuat sarangnya
dengan susunan yang teratur. Bahan bangunannya pun terbuat dari zat yang juga
bermanfaat bagi manusia (sebagai lilin). Semua lebah bekerja tanpa lelah. Giat
dan pantang menyerah. Semua dilakukan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Tak ada saling iri, apalagi saling menyerang. Lingkungan yang bersih dan
tersusun dalam aturan yang baik ternyata ikut membangun karakter lebah menjadi
lebih baik.
Lain dengan lingkungan lalat. Hidup tanpa rumah,
hanya menempel dionggokan sampah. Kehidupan tanpa pedoman dan tugas yang
teratur. Lingkungan yang dipilih ternyata membangun sifat lalat.
Lingkungan kumuh membangun tabiat lalat menyenangi kotoran dan membenci
kebersihan. Bagi lalat, kotoran adalah sumber kehidupan.
Sifat lebah dan lalat merupakan perumpamaan sifat
dan naluri manusia. Ada manusia yang bernalurikan lebah dan sebagian
bernalurikan lalat. Manusia yang memiliki naluri lebah akan cenderung
mencari kebaikan, menyebar kebaikan, dan memberikan kebaikan pada sesama. Ia
tak tertarik pada hal-hal yang tak baik.
Rasa kebersaamaan, memahami tugas dan fungsi, hidup
dalam lingkungan teratur menjadi modal bagi lebah membangun pribadinya.
Begitu mulia bila manusia berkaca pada lebah. Hidup hanya untuk sesuatu yang
mulia dan memberikan kebaikan pada sesama. Sementara manusia yang memiliki
naluri lalat akan cenderung mencari keburukan dan memberikan mudharat bagi
orang lain. Pada manusia berinstink lalat, hidup adalah mempertahankan diri
tanpa mau tau mudharat bagi makhluk lainnya. Kehidupan baginya adalah
merindukan lingkungan yang kotor.
Begitu betul-betul, kebaikan dan keburukan
tergantung pada apa yang menjadi gerakan instink dan otak yang mendorong
manusia melakukan suatu perbuatan. Apabila tipe lebah menjadi dasar diri, maka
semua yang ada disekeliling diri akan mendapatkan manisnya kebaikan dan
kebermanfaat yang disebarkan. Tetapi, jika hidup seperti lalat, maka hidup
hanya menyebarkan kuman dan racun yang akan mencelakai atau memberi mudharat
bagi semua yang ada disekelilingnya. Walau manusia lebih suka hasil yang
diprodukai oleh lebah, serta tak menyukai apa yang dilakukan dan dihasilkan
lalat, namun dalam kehidupan justru lebih banyak meniru tabiat lalat. Hobi
sesuatu yang kotor dengan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan hidup,
saling berebut kuasa hanya untuk mendapatkan makanan yang busuk, saling mencari
dan membuka busuknya sesama agar keberhasilan dirinya mendapatkan tempat karena
berhasil membuat nama orang lain menjadi busuk. Jelas upaya pembusukan sesama
dilakukan oleh kelompok lalat - lalat yang suka busuk yang hadir era modern.
Perkembangan hidup boleh canggih, namun sayang sifat segelintir manusia masih
terkebelakang dengan memilih lalat sebagai karakter dirinya yang senang atau
membuat lingkungan busuk.
Begitu sangat mulia manusia yang memilih sifat
lebah. Akan kemuliaan lebah pada dirinya, wajar bila Allah memberi nama lebah.Tetapi,
untuk menjadi lebah perlu ketekunan dan pilihan makanan yang akan masuk dalam
diri. Berawal dari paparan lebah dan lalat di atas, terlihat bahwa bila
makanan yang masuk baik, maka akan baik pula diri dan semua yang akan keluar
dari diri. Akan tetapi, bila makanan yang masuk berasal dari kejelakan atau
bersumber dari menjual kebaikan menjadi kotoran-kotoran dengan berbagai
variannya, maka akan menjadikan diri kotor dan mengeluarkan kotoran selama
hidupnya.
Akan tetapi orang bisa dikelabui dengan asesoris yang ditampilkan, namun hati
dan Allah tak mungkin bisa menutupi keburukan diri. Demikian pula sebaliknya,
bila kebaikan yang dipilih dan keluar berbagai kebajikan dalam diri, maka meski
sejuta makhluk ingin menutupi, niscaya tak akan mampu dilakukan. Kebaikan akan
tetap dicari. Pada saat keburukan tak pernah membuat manusia bahagia.
Dikarenakan, lebah tak akan pernah menjadi lalat dan lalat tak akan mampu
menjadi lebah.
Lantas pilihan tentu ada pada setiap manusia. Akan
tetapi, pilihan mana yang akan dipilih, tentu tergantung pilihan hidup yang
akan diambil, lebah atau lalat.