Selalu Sulit Merasa Bahagia? Simaklah Kisah Lebah dan Lalat Ini

Selalu Sulit Merasa Bahagia? Simaklah Kisah Lebah dan Lalat Ini




Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei) Mengapa lebah cepat menemukan bunga? Mengapa lalat cepat menemukan kotoran?

Karena naluri lebah hanya menemukan bunga. Sedangkan naluri lalat hanya menemukan kotoran. Lebah tidak tertarik pada kotoran, lebah tertarik pada harum dan keindahan bunga. Alhasil lebah kaya akan madu. Sedangkan lalat kaya kuman penyakit.

Lalu, mengapa ada orang yang menjadi jahat dan ada orang menjadi baik? Orang jahat tidak tertarik pada hal-hal yang baik, sebaliknya pada hal-hal yang jahat dan menyakitkan: bohong, permusuhan, gosip, dan emua hal-hal jahat. Orang baik ialah orang yang tidak tertarik akan hal-hal buruk.

Hidup ini sangat tergantung dengan hati dan pikiran. Apa yang dipikirkan, menghasilkan yang dilihat. Apa yang dilihat menghasilkan yang diperoleh.

Jika hati dan pikiran selalu negatif maka apa saja yang dilihat akan selalu negatif. Hasilnya adalah penderitaan, sakit hati, kecewa, iri hati, dan sirik.

Bagaimana bila ingin berhasil dan ingin bahagia? Miliki hati dan pikiran yang selalu positif, maka apa saja yagn dilihat akan selalu positif dan hasilnya adalah kebahagiaan.

Jika kita seperti lebah yang menghasilkan madu, maka orang-orang di sekeliling kita juga akan mencicipi manisnya. Tapi jika kita seperti lalat, maka kuman yang kita tebarkan akan mencelakakan orang lain.



Membuka Tabir Kehidupan Lalat VS Lebah

Dengan melihat lebah dan lalat, muncul pertanyaan. Apa sebab lebah cepat menemuka bunga meski jauh diseberang samudera. Apa sebab pula lalat cepat menemukan kotoran meski ditutup dengan penutup yang rapat. Di karenakan oleh beberapa sifat antara keduanya, yaitu :

1.      Aspek naluri dan pikiran. Dengan naluri dan pikiran lebah hanya untuk menemukan bunga (kebaikan). Walau dalam keadaan yang sangat lapar, lebah hanya hinggap dikelopak bunga untuk mengambil manisnya kelopak bunga.  Walaupun ia sangat lapar, namun bunga tak pernah rusak, apalagi sampai mematahkan ranting pohon. Hal ini berbeda dengan naluri dan pikiran lalat hanya untuk menemukan kotoran (kejahatan). Lantas, sementara lalat hanya memiliki naluri dan pikiran mencari kotoran. Lalat bangga mencari kotoran dan hidup menyebar berbagai kuman penyakit yang berdampak derita bagi semua makhluk.

 

2.       Aspek solidaritas. Madu yang dihasilkan lebah merupakan akumulasi solidaritas yang kompak. Dengan kemampuan lebah mengumpulkan madu tak lebih dari berat tubuhnya. Tetapi, solidaritas membangun asa lebah untuk mencapai tugas dan fungsinya. Mereka semua bersatu padu dan saling bekerja tanpa iri. Apa bila lebah diganggu, semua saling membantu. Mempunyai sifat tak akan mengusik bila tak diusik.  Berbeda dengan lalat, solidaritas tak pernah dikenalnya. Semua hidup untuk memperjuangkan diri sendiri. Saling berebut makanan busuk terus dilakukan. Bila ada musuh ingin mengganggu komunitas, semua saling mencari selamat tanpa menghiraukan sesamanya. Meski lalat hidup bergerobolan, namun tanpa instink saling membela dan membantu.

 

3.      Aspek lingkungan dan memahami tugas dan fungsi. Tengoklah rumah lebah. Dibangun secara bersama dan dimanfaatkan bersama-sama pula. Semua tersusun rapi dalam kamar-kamar yang berukuran sama. Walau  tanpa alat ukur, lebah mampu membuat sarangnya dengan susunan yang teratur. Bahan bangunannya pun terbuat dari zat yang juga bermanfaat bagi manusia (sebagai lilin). Semua lebah bekerja tanpa lelah. Giat dan pantang menyerah. Semua dilakukan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Tak ada saling iri, apalagi saling menyerang. Lingkungan yang bersih dan tersusun dalam aturan yang baik ternyata ikut membangun karakter lebah menjadi lebih baik.

 

Lain dengan lingkungan lalat. Hidup tanpa rumah, hanya menempel dionggokan sampah. Kehidupan tanpa pedoman dan tugas yang teratur.  Lingkungan yang dipilih ternyata membangun sifat lalat. Lingkungan kumuh membangun tabiat lalat menyenangi kotoran dan membenci kebersihan. Bagi lalat, kotoran adalah sumber kehidupan.

Sifat lebah dan lalat merupakan perumpamaan sifat dan naluri manusia. Ada manusia yang bernalurikan lebah dan sebagian bernalurikan lalat.  Manusia yang memiliki naluri lebah akan cenderung mencari kebaikan, menyebar kebaikan, dan memberikan kebaikan pada sesama. Ia tak tertarik pada hal-hal yang tak baik. 

Rasa kebersaamaan, memahami tugas dan fungsi, hidup dalam lingkungan teratur menjadi modal bagi lebah membangun pribadinya.  Begitu mulia bila manusia berkaca pada lebah. Hidup hanya untuk sesuatu yang mulia dan memberikan kebaikan pada sesama. Sementara manusia yang memiliki naluri lalat akan cenderung mencari keburukan dan memberikan mudharat bagi orang lain. Pada manusia berinstink lalat, hidup adalah mempertahankan diri tanpa mau tau mudharat bagi makhluk lainnya. Kehidupan baginya adalah merindukan lingkungan yang kotor.

Begitu betul-betul, kebaikan dan keburukan tergantung pada apa yang menjadi gerakan instink dan otak yang mendorong manusia melakukan suatu perbuatan. Apabila tipe lebah menjadi dasar diri, maka semua yang ada disekeliling diri akan mendapatkan manisnya kebaikan dan kebermanfaat yang disebarkan. Tetapi, jika hidup seperti lalat, maka hidup hanya menyebarkan kuman dan racun yang akan mencelakai atau memberi mudharat bagi semua yang ada disekelilingnya. Walau  manusia lebih suka hasil yang diprodukai oleh lebah, serta tak menyukai apa yang dilakukan dan dihasilkan lalat, namun dalam kehidupan justru lebih banyak meniru tabiat lalat. Hobi sesuatu yang kotor dengan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan hidup, saling berebut kuasa hanya untuk mendapatkan makanan yang busuk, saling mencari dan membuka busuknya sesama agar keberhasilan dirinya mendapatkan tempat karena berhasil membuat nama orang lain menjadi busuk. Jelas upaya pembusukan sesama dilakukan oleh kelompok lalat - ­lalat yang suka busuk yang hadir era modern. Perkembangan hidup boleh canggih, namun sayang sifat segelintir manusia masih terkebelakang dengan memilih lalat sebagai karakter dirinya yang senang atau membuat lingkungan busuk.

Begitu sangat mulia manusia yang memilih sifat lebah. Akan kemuliaan lebah pada dirinya, wajar bila Allah memberi nama lebah.Tetapi, untuk menjadi lebah perlu ketekunan dan pilihan makanan yang akan masuk dalam diri. Berawal dari paparan lebah dan lalat di atas,  terlihat bahwa bila makanan yang masuk baik, maka akan baik pula diri dan semua yang akan keluar dari diri. Akan tetapi, bila makanan yang masuk berasal dari kejelakan atau bersumber dari menjual kebaikan menjadi kotoran-kotoran dengan berbagai variannya, maka akan menjadikan diri kotor dan mengeluarkan kotoran selama hidupnya.

Akan tetapi orang bisa dikelabui dengan asesoris yang ditampilkan, namun hati dan Allah tak mungkin bisa menutupi keburukan diri. Demikian pula sebaliknya, bila kebaikan yang dipilih dan keluar berbagai kebajikan dalam diri, maka meski sejuta makhluk ingin menutupi, niscaya tak akan mampu dilakukan. Kebaikan akan tetap dicari. Pada saat keburukan tak pernah membuat manusia bahagia. Dikarenakan, lebah tak akan pernah menjadi lalat dan lalat tak akan mampu menjadi lebah.

Lantas pilihan tentu ada pada setiap manusia. Akan tetapi, pilihan mana yang akan dipilih, tentu tergantung pilihan hidup yang akan diambil, lebah atau lalat.

 



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama