Tampak pipa-pipa dan galian dari aktivitas tambang emas di hutan Korowai. Foto: dukumen warga dari Facebook |
Keuntungan haram ratusan juta rupiah disinyalir
telah diangkut keluar dari pedalaman Papua itu, rumah bagi masyarakat suku
Korowai yang hidup dalam kemiskinan.
Para pendulang diduga menggunakan air raksa beracun
atau merkuri untuk membersihkan emas. Akibatnya, menurut warga lokal, air
Sungai Deiram yang dulu bening kini berubah kecoklatan.
Pemprov Papua berjanji menghentikan penambangan emas
ilegal itu. Namun hingga akhir pekan lalu belum satu pun penegak hukum datang ke
lokasi tambang yang hanya bisa diakses helikopter atau perjalanan kaki selama
satu hari dari kampung terdekat, Danowage, di Distrik Yaniruma.
Foto: Hasil Emas dari Penambangan Ilegal di Papua (BBC Indonesia/Ones) |
"Kami baru lihat dari atas. Nanti akan ada tim
yang akan mendalami," kata juru bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Mustafa
Kamal.
Ahmad mengatakan hal itu untuk menerangkan hasil
peninjauan unsur pimpinan daerah Papua ke wilayah udara Korowai, sehari
sebelumnya, antara lain pejabat Gubernur Papua Soedarmo, Kapolda Papua Irjen
Boy Rafli Amar, dan Pangdam Cendrawasih Mayjen George Supit.
Kunjungan tersebut dilakukan setelah Trevor
Johnson, pendeta asal Amerika Serikat yang belasan tahun bekerja sosial di
Korowai, menulis surat terbuka soal dampak penambangan emas tak berizin
tersebut bagi warga lokal.
Soedarmo menyebut pemerintah akan melarang akses
helikopter dari seluruh bandara menuju lokasi tambang. Artinya, akses penambang
ditutup dan aktivitas jual-beli emas dari kawasan itu berhenti.
Bagaimanapun, pemerintah provinsi dituntut tak
sekedar berwacana.
"Janji itu harus segera direalisasikan,"
kata Ones, penginjil dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang sejak 2008
melayani ibadah dan memfasilitasi kesehatan warga Korowai.
Emas di atas
derita
Lokasi tambang ilegal Korowai terletak di antara
lima kabupaten: Boven Digoel, Asmat, Mappi, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.
Ones, penginjil yang atas pertimbangan keamanan
meminta nama aslinya disembunyikan, adalah satu dari sedikit saksi mata yang
berhasil mencapai lokasi tambang ilegal itu.
Tak seperti pendulang yang menyewa helikopter untuk
sampai ke penambangan, pertengahan Juli lalu Ones berjalan kaki selama satu
hari dari Danowage, menembus hutan hujan tropis Papua.
"Saya jalan satu hari penuh, tidur di jalan,
lalu lanjut jalan kaki empat jam sebelum sampai lokasi," tuturnya.
Perjalanan yang ditempuh Ones menggambarkan
kesukaran akses menuju tambang ilegal itu, sekaligus keterasingan Suku Korowai.
Tidak ada jalur bagi kendaraan darat menuju wilayah tersebut.
Aplikasi Google Map yang berbasis sistem pemosisi
global (GPS) misalnya, tidak mampu mengukur jarak Yaniruma dari kota terbesar
di Papua, Jayapura.
Penambang emas menyewa helikopter untuk mengangkut logistik. Menurut kesaksian beberapa orang, terdapat beberapa landasan helikopter di kawasan itu. |
Akses udara ke lokasi tambang yang tak terdaftar di
Dinas Pertambangan Papua itu berawal dari Bandara Oksibil di Pegunungan
Bintang, Bandara Nop Goliat di Yahukimo, dan Bandara Tanah Merah di Boven
Digoel.
Dari sana, perjalanan udara ditempuh dengan
helikopter berharga sewa minimal belasan juta rupiah, lalu turun ke landasan
yang dibangun penambang ilegal.
Pesawat perintis yang terbang dari sejumlah bandara
besar di Papua juga bisa mendarat di landasan Kampung Danowage yang dibangun
Ones, Trevor Johnson, dan sejumlah misionaris lainnya. Namun para pendulang tak
menggunakan akses ini.
Dari Danowage, selain jalan kaki, akses menuju
lokasi tambang dapat ditempuh dengan ketingting alias perahu kayu bermesin,
selama delapan jam. Setelah menyusuri Sungai Deiram, perjalanan kembali
dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Lokasi tambang emas ilegal berada di tengah hutan, tanpa akses jalan kendaraan. |
"Di lokasi saya melihat pendulang memiliki
alkon. Saya melihat banyak emas," kata Ones.
Alkon yang disebutnya adalah mesin penyedot pasir dan kerikil berbahan bakar bensin. Penyaringan emas dalam mesin itu memerlukan merkuri, zat beracun yang telah dilarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Merujuk tragedi Minamata di Jepang tahun 1958,
penggunaan merkuri pada aktivitas penambangan dapat memicu kelainan fungsi
saraf pada tubuh manusia. Tahun 2013, Indonesia meneken Konvensi Minamata yang
digagas Badan Lingkungan PBB (UNEP) sebagai komitmen mengelola penggunaan
merkuri.
Sejumlah tenda berbahan terpal berwarna biru dan
beberapa rumah panggung didirikan para pendulang sebagai tempat tinggal
sementara.
Ones dan dua rekannya menyaksikan kedatangan satu
helikopter ke lokasi tambang. Ia berkata, heli itu membawa logistik seperti
bensin hingga bahan makanan.
Para penambang disebutnya menukarkan emas dengan
sejumlah uang ke orang-orang yang datang menumpang heli.
Menurut Trevor Johnson, setidaknya terdapat 15
juragan rutin membeli emas langsung ke tambang ilegal itu. "Mereka
masing-masing memiliki helipad," ujarnya.
Sebagian besar penambang ilegal di Korowai berasal
dari luar Papua, meski terdapat juga beberapa warga lokal yang turut bekerja di
lokasi itu.
Namun pendulangan emas itu sama sekali tidak
berdampak pada perbaikan taraf hidup Suku Korowai.
Di sepanjang hutan menuju lokasi emas, masyarakat
adat tinggal di rumah panggung berbahan bambu dan kayu.
Sumber pangan mereka adalah ikan dan udang dari
Sungai Deiram serta sagu dan umbi-umbian dari ladang. Tidak ada pasar atau
aktivitas jual-beli di sana.
Satu-satunya sekolah yang berdiri di hutan itu
dikelola Trevor dan misionaris gereja, di Kampung Danowage.
Sejak pertengahan dekade 2000-an mereka juga
berinisiatif mengambil alih tugas pemerintah memberi layanan kesehatan bagi
warga Korowai.
"Ada satu puskesmas tapi jauh dari Danowage,
kalau jalan kaki harus satu sampai dua hari."
"Seluruh orang Korowai tidak bisa pergi ke
sana, jadi banyak warga sakit dan meninggal karena tidak ada layanan
kesehatan," papar Ones.
Ironisnya, menurut Trevor, walau helikopter
berlalu-lalang ke lokasi tambang untuk mengangkut emas ilegal, warga Korowai
yang meregang nyawa tidak pernah mendapatkan transportasi gawat darurat menuju
rumah sakit.
"Banyak warga sakit yang diselamatkan
penerbangan perintis Mission Aviation Fellowship. Ada juga pasien yang tinggal
di rumah kami di Danowage selama beberapa hari untuk menunggu penerbangan ke
luar."
"Namun terkadang kami menyaksikan beberapa umat
menghembuskan nafas terakhir di rumah karena kurangnya transportasi ke rumah
sakit di pesisir," tutur Trevor.
Dalam data Badan Pusat Statistik Boven Digoel,
sepanjang 2016 hanya terdapat 28 dokter umum, empat dokter spesialis, dan dua
dokter gigi yang melayani 64 ribu penduduk kabupaten itu, termasuk lebih dari
1.000 warga Korowai.
Usia harapan hidup di kabupaten itu pun hanya 58
tahun atau satu perenam harapan hidup masyarakat Indonesia pada umumnya.
Tambang rakyat
Dalam peta potensi logam yang diterbitkan Dinas
Pertambangan dan Energi Papua, wilayah selatan provinsi itu mengandung sumber
daya emas, antara lain Boven Digoel, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.
Namun kekayaan emas di kabupaten lainnya juga telah
didulang, baik yang berizin maupun secara ilegal.
Di Nabire, penambangan tidak sah bahkan melibatkan
warga dan modal asing.
Pada Juni 2018, kantor Imigrasi Tembagapura
menemukan puluhan sejumlah warga asal Cina mendulang emas di pertambangan
rakyat di Nabire.
Sebelumnya, masyarakat adat di daerah itu juga
bersengketa dengan pemerintah lokal soal izin tambang emas untuk perusahaan
privat.
Laurenzus Kadepa, anggota DPRD Papua, menuding
lemahnya penegakan hukum dan patgulipat perizinan menggenjot aktivitas tambang
ilegal.
"Papua adalah provinsi yang tidak punya pagar,
pihak luar, oknum-oknum lembaga, bisa masuk tanpa takut pada pemilik tanah
ulayat," ujarnya.
Laurenzus juga menyindir para bupati dan wali kota
yang disebutnya menutup mata terhadap tambang ilegal yang meresahkan masyarakat
lokal. Padahal, kata dia, warga rutin menyuarakan penolakan mereka atas tambang
tak resmi.
"Seharusnya semua masalah tidak harus dibawa ke
provinsi. Pemda seperti tidak mau tahu. Pembiaran memang terjadi dari dulu,
rakyat dianggap duri," kata Laurenzus.
Di sisi lain, Laurenzus juga mengakui badan
legislatif daerah turut melanggengkan praktik haram terhadap sumber daya emas
di Papua.
Kasus Korowai, misalnya, disebut Laurenzus telah
dibahas DPRD Papua sejak awal 2018 tapi hingga kini urung dibahas secara
serius.
"Masing-masing anggota dewan punya urusan,
apalagi ini tahun politik. Partai mendukung calon kepala daerah tertentu,
mereka ikut sibuk memenangkan kandidat."
"Tugas utama demi kemanusiaan Korowai dilupakan
demi misi partai," ucapnya.
'Tidak seperti
nyolong ayam'
Hingga pekan lalu kepolisian mengklaim telah
memeriksa tiga saksi terkait pendulangan emas di Korowai.
Juru bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Mustofa Kamal,
menyebut pihaknya masih meneliti perizinan tambang tersebut.
"Kami menunggu data-data dari lapangan. Kasus
seperti ini tidak seperti nyolong ayam, harus ada pendalaman," ujarnya.
Kepolisian belum dapat memastikan keterlibatan oknum
lembaga tertentu yang dituduhkan beberapa kelompok masyarakat lokal. Begitu
pula keterkaitan tambang ilegal Korowai dengan pendulangan emas tak berizin di
Nabire.
"Nanti kami akan urutkan satu persatu, siapa
pihak-pihak di sana, kalau ada perizinan, bagaimana keluarnya. Saat ini belum
bisa dikonfirmasi karena masih tahap awal," tandas Ahmad.
***
Source: economy.okezone.com