Ia pun memutuskan untuk
mencari pekerjaan baru demi menyambung hidup. Namun tanpa sengaja, bertemu
dengan seorang wanita membawa Stuart datang ke gereja. Siapa sangka ini adalah
awal dari petinju kasar dan berandalan tersebut mulai membuka hati mengalami
Tuhan.
Dari seorang petinju
akhirnya Stuart memutuskan menjadi seorang imam. Sayangnya, hidup tidak
berjalan dengan mudah. Dia harus melewati masa yang sangat sulit, yaitu ketika
penyakit menyerangnya. Dia pun kerap menangis di altar dan berseru dengan
begitu frustrasi kepada Tuhan.
Film ini dikemas dengan
begitu realistis, dimana orang Kristen Katolik juga pasti melewati pasang surut
iman di kehidupan nyata. Film ini bahkan membongkar kebohongan dari teologi
kemakmuran yang berkata bahwa Tuhan akan selalu memberkati dengan kehidupan
berlimpah dan penuh kenyamanan. Namun Father Stu membuka realitas bahwa ketika
kita melakukan hal benar pun, hidup kita tidak akan terlepas dari kesulitan. Di
tengah situasi sulit inilah biasanya iman kita diuji. Apakah kita akan menyerah
atau terus berjalan bersama Tuhan?
Father Stu
menggambarkan kepada kita tentang bagaimana kesulitan tidak membuat imannya
ciut. Stuart malah tetap memegang teguh iman dan terus berjalan melalui
kesulitan itu. Walaupun rasa sakit dan ketidaknyaman fisik terasa begitu
menyakitkan, namun dia memilih untuk bertahan hingga akhir hayatnya.
Film ini digarap dengan
sangat baik, karena memadukan kehidupan sehari-hari yang natural dan bukan
hanya meliputi kehidupan di lingkungan gereja. Dan melalui sosok Stu, kita
diajarkan bahwa setiap orang bisa berubah dan ditransformasi oleh Tuhan.
Meski begitu, film ini
masih diisi oleh beberapa adegan yang kurang ramah anak dan penggunaan
kata-kata kasar. Karena itu perlu adanya pengawasan orang tua terhadap anak
jika ingin menonton film ini.
Sumber
: Jawaban.com