Kembalikan Aku Seperti Sebelum Mengenal Cinta (Patahan Ranting)

Kembalikan Aku Seperti Sebelum Mengenal Cinta (Patahan Ranting)



Ada satu nama di dalam hatimu, nama yang selalu kau aminkan di setiap sujud terakhirmu, nama yang sangat kau harapkan untuk kau dampingi. Kepada pemilik nama itu, kau mencintai sedalam-dalamnya, namun kau pendam sediam-sediamnya.

Kau hanya mampu memperhatikannya dari jarak yang jauh, tanpa berani menyentuh.

Ketika dia bahagia, kau pun ikut merasakannya, meski bukan kau yang menjadi alasannya.

Ketika dia terluka, kau pun tak pernah rela, meski kau juga begitu pengecut menjadi penawarnya.

Saban hari, tak sekalipun kau alpa merindukannya, tak sedikitpun ingatanmu kosong dari bayangnya. Hanya dia, dia, dan dia.

Kau mengetahui bahwa dia ialah seseorang yang menyukai puisi, maka setiap kali kau menulis, kau menulis tentangnya.

Kau mengetahui bahwa dia ialah seseorang yang menyukai senja, maka setiap kali senja datang menyapa, kau memikirkan wajahnya.

Kau mengetahui bahwa dia ialah seseorang yang menyukai hujan, maka setiap kali turun hujan, kau membayangkan kenangan dengannya.

Apa yang dirinya suka, kau akan menyukainya. Sebegitunya kau menggilainya.

Andai perasaan mudah untuk dikalimatkan, tentu kau takkan ragu menyatakan. Namun, semua yang tersirat terlalu sulit untuk di surat. Kau takut rasamu justru membuat dia semakin jauh. Sehingga, kau memilih mengubur semuanya dalam senyap tanpa ingin lenyap.

Sampai suatu saat kau mendengar kabar yang mematahkan seluruh harapanmu, kau melihat kenyataan yang menyesakkan dadamu; Dia yang kau kagumi, mengagumi orang lain, dia yang ingin kau genggam, menggenggam tangan orang lain.

Kau kecewa, benar-benar kecewa, namun kau tak bisa melakukan apa-apa. Hanya terdiam di belakang seseorang yang tak pernah menyadari keberadaanmu. Hanya menangis di belakang seseorang yang tak pernah menyadari ada yang terluka. Hanya terkapar di belakang seseorang yang tak pernah menyadari ada yang berjuang.

Kau kehilangan sebelum sempat memiliki, kau melepaskan sebelum sempat memeluk, kau selesai sebelum sempat memulai.

Kini, selayaknya seseorang yang tersesat, yang tak tahu lagi kemana arah melangkah, Hidupmu terhenti di satu titik yang membuatmu resah, gelisah.

Kau masih menulis puisi, namun hanya puisi tentang kepergian.

Kau masih menatap senja, namun dengan tatapan kekosongan.

Kau masih menanti hujan, namun hanya untuk berlari di tengahnya menyembunyikan tangisan.

Betapa satu nama di dalam hatimu mengubah seluruhmu, satu nama yang kau aminkan dalam sujud terakhirmu mengubah doamu.

Kemarin, doamu agar bisa dibersamakan, hari ini agar bisa mengikhlaskan.

 



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama