Salah satu upacara adat batar manaik di wilayah Kabupaten Malaka |
Sastra NTT artinya
sastra yang mengandung kultur daerah lokal dan karakter kedaerahan khas NTT,
baik dari segi bahasa, tema, amanat, latar, ketokohan dan sebagainya.Lokalitas
menjadi ciri pembeda (identitas) baik dari eksistensi dan intensi dalam
bersastra. Misalnya dalam novel
Badut Malaka dan Likurai untuk Sang
Mempelai (Robby Fahik), Orang-Orang
Oetimu (Felix Nesi), Nyanyian Sasando
(Antologi Puisi Sastrwan NTT, 2016) terkandung warna-warni khas daerah NTT.
Tentu perkembangan demikian patut diapresiasi. Alih-alih yang masih menggangu
alam pikir saya adalah bagaimana peran sastrawan NTT dalam membangkikan sastra
lokal, sastra daerah (sastra lisan) menjadi produk bersama orang NTT dalam
sebuah kajian bahasa lokal yang khas. Atau secara ekstrem dikatakan bagaimana
mengelola sastra lokal menjadi sastra nasional bahkan sastra dunia dengan
menggunakan bahasa lokal seperti yang dilakukan oleh Yohanes Manhitu dalam
antologi puisi Dawan berjudul Nenomatne Mbolen; Uab Meto Sin Le
Mabuab, buku Foetnai Mapules-Princino Laudata (Puisi
Dawan-Spanyol) dan beberapa karya lainnya. Tidak banyak sastrawan NTT
mengerjakan sastra lokal demikian. Pergelutan yang selama ini ditampilkan ke
permukaan adalah menggali nilai lokalitas kebudayaan NTT dengan melulu
menggunakan bahasa tata bahasa Indonesia modern.
Sastra Warna Daerah Malaka
Memperhatikan potensi
dan perkembangan sastra NTT, tidak membuat penggiat sastra menutup mata pada
geliat sastra adat sebagai medan magnet bagi seluruh aktivitas rohani dan
profan manusia NTT. Sastra adat atau sastra lisan dalam masyarakat tradisional
biasanya melekat dalam seluruh iklim kehidupan manusia NTT. Meskipun sastra
local belum banyak dipublikasikan dalam bentuk buku namun masih tetap
terpelihara oleh masyarakat adat. Di wilayah Belu terdapat keunikan sastra adat
tersebut. Masyarakat Malaka pada umumnya berbahasa Tetun Terik. Tetun
berarti seimbang, harmonis, damai (tetuk no nesan diak no kmanek). Selain
bahasa Tetun terdapat pula bahasa Bunak (Marae), bahasa Kemak, bahasa Welaun,
Bahasa Tetun Agora/Prasa (digunakan oleh Warga eks Timor Leste).
Saya mencoba merangkum
sastra adat ini dari berbagai sumber seperti; Mako’an (penutur adat, satu tingkat diatas Mak’dean), Makerek Badaen, pemangku adat
(kepala suku). Wilayah kajian saya bertempat di Builaran, Pusat Kerajaan Liurai Fatuaruin. Kajian ini bisa berlaku
pula bagi masyarakat di wilayah Timor Barat-Timor Timur pada umumnya.
Kesusastraan Malaka terbagi atas tiga bagian pokok yaitu; puisi (ai babelan,
fatumalae/fatuk malae), pantun (ai knanuk), pepatah (ai tatean atau lia tatean). Kemunculan
kesusastraaen ini seperti pada umumnya lahir dari keprihatinan dan kekaguman
akan dimensi kehidupan manusia dengan 3A yakni Allah, Alam dan Arwah. Sehingga
sastra di sini dimadsudkan untuk menanamkan nilai-nilai sejarah, kemanusiaan,
pendidikan, religi, sosial politik, perkawinan dan sebagainya yang benilai
benar, baik dan indah.
Ai Babelan
Ai Babelan adalah
bentuk karya sastra tradisional yang tersaji dalam bentuk monolog, menggunakan
kata-kata indah dan kaya akan makna. Ai Babelan pada umumnya terikat
pada konteks ritual adat atau situasi hidup penyair. Diksi yang dipakai berada
pada level bahasa tetun tingkat kedua yang sulit dipahami kebanyakan orang. Ai
Babelan biasanya dibawakan oleh para penyair adat (makoan dan makerek badaen) dalam
kesempatan ritual adat dengan cara mendaraskan atau melagukan. Adapun
ritual-ritual tersebut diantaranya, ritual hamis batar (syukur panen jagung), ritual kelahiran, ritual
perkawinan, ritual kematian, ritual religi (misalnya; terima patung), ritual
penjemputan tamu kehormatan, acara suguhan sirih pinang (lalok dato, soere dato), ritual hasae kakaluk, ritual ukun badu, dan sebagainya. Di sini dapat
disimak bahwa siklus kehidupan manusia adalah sebuah bahasa universal yang
diungkapkan secara puetik dengan tujuan penghormatan dan menjaga keharmonisan
hidup antarmanusia juga manusia dengan pencipta dan semesta.
Seperti puisi lama pada
umumnya, ai babelan terdapat
bentuk yang unik dan khas. Di sini saya akan menyajikan jenis-jenis puisi
dengan pola umum sebagai berikut;
Puisi Lia Kneter no Ktaek, bentuk puisi yang mengungkapkan etika dan
moral hidup;
Heii
husar dato, binan dato
Toos
dato, metin dato
Hau
ata koi bolu, koi kalia
Atu
mai libur, mai hanesanan
Iha
ksadan dato, molin dato
Ksadan
baboi, molin baboi
Ksadan
boi ibu falik, boi lia fatik
Atu
hodi rona no hanono manfatin murak orde murak
Nosi
bot we bot, bot raimaran
Nodi
temi lia kneter no ktaek,
Lia
kneter tolu lia, lia ktaek tolu
Lia
kneter no ktaek, lake kneter tolu ktaek tolu
Lia
bei lian, lia ama lian
Hori
otas tian, hori dalas tian
Bei
nahoris tian. Bei natadu tian
Bodik
ain nanutak ita, liman nanutak ita
Bodik
hutun ita, bodik renu ita.
Tan
keneter no ktaek, lake kneter tolu ktaek tolu
No
kedan ukun, no kedan badu
Bodik
temi tuir, bodik halao tuir
Iha
ba loron, iha ba kalan, iha lisan no ahan
nahalok
moris loron no kalan.
Bodik
hetan diak bodik hetan kmanek
Iha
moris iha uma kain hai kain
No
teni moris iha loron-loron no kalan
Iha
raiklaran ne;e
Ami
atu hafudi nini ba ne’e telun ba nee.
Dalam Ai Bebelan
terdapat bentuk pengulangan kata pada setiap larik puisi. Pengulangan itu
membentuk keindahan irama dan makna puisi. Puisi di atas mengungkapkan
bagaimana seorang anak harusnya mendengarkan petuah dari para tetua (matas no waik). Petuah tentang bagaimana
menghargai dan bertindak penuh sopan santun terhadap sesama. Sebab petuah yang
ada merupakan warisan mulia leluhur yang bernilai baik untuk dihayati
dalam hidup harian. Penyair menasihati supaya dengan menaati perintah,
ketetapan, hukum yang diwariskan leluhur membantunya membangun kehidupan rumah
tangga di dunia ini (Rai klaran). Dengan
menyebut Rai berarti menyebut
kesatuan alam semesta dan klaran
berarti pusat atau central kehidupan. Ada rai klaran atau dunia
tengah, tempat hunian manusia, ada rai ohak atau tempat hunian para
arwah. Dan ada dunia atas atau rai
leten as atau tempat kehidupan roh. Orang Malaka percaya bahwa
pada mula alam semesta hanyalah satu. Pada alam semesta yang satu
dan sama ini, dahulu kebersamaan hidup antara Rai dan penghuninya yang beraneka ragam bentuk kehidupan, budaya,
bahasa, makanan, corak hidup, cara adaptasi dan segala-galanya pernah dirajut
bersama dialam semesta yang menyatu itu.
Puisi Hase Hawaka
Hase Hawaka adalah
sebuah puisi yang dibawakan untuk menerima kunjungan tamu-tamu kehormatan.
Di hadapan para tamu, Makoan – Makerek Badaen atau seseorang yang
telah disiapkan khusus akan melagukannya dengan aksentuasi yang tepat. Saya
mengutip contoh puisi dalam kunjungan salah satu anggota DPRD Kabupaten Malaka
di Kampung Numbei, Desa Kateri
Hei…
Ema
foho bot , ema rai bot
Bot
we bot, bot rai maran
Ema
ukun nain, ema badu nain
Noi
mai nare, noi mai naliku
Ema
hutun sia, ema renu sia
Iha
Labur ne’e, kau rai biti
Dik
Alas ningkau, manu mutin
Silole,
Mandeu Raimanus, Tali Oan, Kufeu.
Mais
foho bot rai bot naman sai, nakauan sai hosi kota dato rai Atambua
Lao
tuir belak ain fatik, leut ai fatik
ne’e
mak uduk rama Lalian, Wekabu, Bua Oan, Hali Kelen ne’e
Fatik
tomak ne’e, hali sikun ne’e
Bakus
nee Tula nee
Hali
e ne’e, lulik e ne’e
We
laka ne,e, nanaet ne’e, Dubesi ne’e
Fatu
renes ne’e, Kufeu ne’e.
Tama
liu Labur ne’e, kias rai biti
Ningkar
Dik Alas, Manumutin, Selole ne’e
Ami
katak hasara, too ninin ba nee rohan ba nee.
Hei…
Fukun
dato, matas no kwaik, sasian no tatanen
Hutun
renu Mandeu Raimanus
Emi
nakan bot we bot rai mara eee
Hase Hawaka pada
prinsipnya adalah ritus penghormatan terhadap tamu undangan atas kerelaannya
untuk mengunjungi wilayah tersebut. Dalam tuturan di atas terkandung nilai
penghormatan atas kedudukan dan kekuasaan seorang pemimpin (Ema foho bot , ema rai bot//Bot we bot, bot
rai maran//Ema ukun nain, ema badu nain). Penyair menguraikan pula
rute perjalanan dengan menyebutkan nama tempat sebagai wilayah kekerabatan
dengan menggunakan bahasa figuratif.
Setelah puisi Hase
Hawaka selesai, tamu undangan dipersilakan duduk di tempat yang sudah
disiapkan. Selanjutnya akan disuguhkan sirih-pinang (lalok dato,
soere dato). Dalam menyuguhkan sirih pinang, terpadat pula syair yang
diucapakan oleh pelayan. Bunyi syairnya demikian;
Puisi untuk Suguhan Sirih Pinang (Lalok Dato)
Hei
bot we bot, bot rai maran
Foho
bot rai bot
Ami
ata hatetu tian lalok dato
Fuik
Wehali, Bua Wehali,
Iha
matan murak sia, oin murak sia
Ne’e
te tane liman beur matan ba
Atu
simu hola
Atu
halamak hola
Lalok
dato mak ami hatetu ami harani
No
teni, ata hak fila lai halo tula lai.
Lalok
Dato Versi Panjang
Hau
inan sia ruma, inan sia ruma,
Hau
aman sia ruma, aman sia ruma.
Mama teni hadato, teni hadato
Mama so'e hadato, so'e hadato
Mama teni hadato, lok liu rai
Mama so'e hadatao, lok liu rai
Fuik
ne'e fuik ita, la hase'i
Bua
ne'e bua ita, la hase'i
Fuik
ne'e fuik ina, Rika Bata tatoli
Bua
ne'e bua ama, Bere Bata tatoli
Tatoli
hodi hein, leten sia mai
Tatoli
hodi hein, as sia mai
Sasoka kola dei, rai sei kalan
Dadula kola dei, rai sei kalan
Rai
liman maliku, mare lai
Tonan
liman maliku, mamos lai
Lawarain oan ruma no'i nisa
tuir, la kare
Mela
mutin oan ruma noi tara an tuir, la kare
Lia
sara Wehali sara tuir uit, ha'i be mamar
Lia
buti Wehali buti tuir uit, ha'i be so'i
Hau inan sia ruma, aman sia
ruma,
Hau
aman sia ruma, inan sia ruma.
Hei
foho bot rai bot, ina no ama, ferik no katuas......................
Hadirin:
He..............!
Jika dalam acara tersebut ada acara santap bersama tamu undangan maka setelah menyuguhkan hidangan seorang pelayan akan bertutur puisi demikian ;
Puisi untuk
mempersilakan tamu menyantap
Hei….
Fukun
no dato
Matas
no kwaik
Ema
hutun no renu sia
Ami
atu tane lamak)
ba
bot we bot bot rai maran (Kepada penguasa air dan darat)
foho
bot rai bot (Tanah dan bukit yang besar)
no
niakan sasian no tatanen sia ee (Bersama para pembantu dan )
Hee’e…
Puisi Hamulak
Dalam upacara adat
terutama persembahan kurban bakaran (Tunu no Hakserak terdapat
syair adat berupa doa kepada realitas yang tinggi. Makoan, makerek badaen
atau matas waik yang membacakan atau melagukan puisi ini mengawalinya dengan
melempar beras ke tempat persembahan sebanyak tujuh kali sambil. Setelah
selesai dilanjutkan dengan melagukan syair doa demikian;
Hei ema is bot, ema beran bot
Ema matak hun, ema malirin hun
Iha as ba, iha leten ba
Iha fitun fohon, iha fulan fohon
Iha uma metan maromak, iha rin mean maromak
Ema la bebibis, ema la kakaer
Ema bi’i ain la dai, lolo liman la too
Ami
ata metan, ami O kan oan kabun
Liman
nanutak sia, ain nanutak sia
Mai
deku no dere, fu’a no fanun
Hodi
katak no hasara, hodi halon no hakmasik
Tuir
fohon dato, tuir lamak mak ami mai sera hodi hahani no hahulu
Ami
atu halon no hakmasik
ema
is bot ema beran bot
Ema
matak wain, ema matak hun, malirin hun
Atu
beur oin mai, beur matan mai
Hodi
hanini tun mai, hatete tun ba fohon dato sia
Mak
ami ata sia sera tian, hatetu tian.
Tan
ami ain nauntak sia liman nanutak
Atu
husu is bot beran bot, husu matak no malirin
Atu
fo tun mai, lolo tun mai
Bodik
moris diak no kmanek
Bodik
isin lolon no uma kain nai kain ba kalan no loron
No
teni ami husu teni no halon teni
Ba
bei sia iha ri tiir, ri hasan
Iha
fatukabelak tuan, rai bubu tuan
No
teni iha rai manaran, we manaran atu hatoo liu teni
Lia
hamulak ne bodik ema is bot ema beran bot
Atu
simu seka amin fohon dato ne’e
No
teni ami husu fo urat diak, urat laleno
Ne’e
be ami ata hodi hatene
Lia
diak no at iha moris laran
Ami
ata hamulak, hodi hada to’o ba ne’e ona
Hola
ninin ba ne’e, tehen ba nee.
Puisi Hamulak adalah
puisi doa kepada Tuhan (Maromak) yang
disapa sebagai ema is bot ema beran
bot//ema matak hun, ema malirin hun// iha as ba iha leten ba, iha fitun fohon
iha fulan fohon// bi’i ain la dai lolo liman la too//. Puisi
Hamulak berisikan permohonan manusia kepada Tuhannya untuk sudikiranya
memandang dan memerhatikan (beur oin
mai, beur matan mai) kesulitan dan kesengsaraan hidup mereka. Mereka
berharap semoga Tuhan mencurahkan rahmat dan berkat (matak no malirin) yang berlimpah demi kehidupan yang baik,
keluarga yang damai sepanjang waktu. Permohonan ini pun disampaikan kepada
leluhur yang telah meninggal yang diyakini dekat dengan Tuhan (Bei sia iha
ri timir, ri hasan, iha fatu kabelak tuan, rai bubu tuan). Tujuanya semoga
merekapun mendoakan anak cucunya (ain
nanutak liman nanutak). Seperti kebiasaan masyarakat percaya akan
ramalan dengan melihat pada usus binatang. Puisi ini tutup dengan diksi yang
menarik yakni //kami hambamu telah menyusun doa //sampai di sini kami mengambil
jarak lalu menepi (Ami ata hamulak,
hodi hada to’o ba ne’e ona. Hola ninin ba ne’e, tehen ba nee)
Ai Knanuk
Dalam penyusunan pantun
atau ai kananuk terdiri atas dua baris. Kata-kata pada baris pertama
sebagian dikutipkan untuk diulangi pada baris kedua. Pengulangan ini bukan
sekedar irama bunyi (berirama aa bb abab), ai kenanuk justru
mempertegas maksud penutur perihal tertentu. Ai kenanuk biasanya digunakan
dalam acara-acara syukuran oleh kebanyakan orang dengan menggunakan bahasa
metafora. Terkadang bernada sarkis, namun tujuannya adalah memberi petuah berupa
larangan, teguran, pujian, penghinaan. Misalnya beberapa knanuk yang saya
kemukan di bawah ini;
Mesak
emi tur uma sidak manoin, Manoin ami talin tuan sia
Artinya, berpikirlah
dengan matang sebelum memutuskan untuk membangun rumah tangga.
Mesak
ita rua moris maromak naneo, moris kalan no loron maromak naneo
Artinya, Tuhan
menyertai hidup mereka berdua setiap saat
Lia
ida koa tua lia bei ama, Ta toos koa tua lia bei ama
Artinya; hal bertani
atau bercocok tanam adalah warisan leluhur.
Ita
ema taru ten knaok nanasa, taru ten natutu dalan ba knaok
Artinya, perjudian
membuka jalan bagi pencuriaan.
Daka
ibu fuan daka lia fuan, lia fuan sala ona isin ba tomak.
Artinya,berhati-hatilah
dalam bertutur kata, sebab kata-kata yang salah mendatang petaka bagi diri
sendiri.
Lia Tatean
Lia Tatean adalah
peribahasa atau pepatah yang digunakan untuk membuat komparasi atau
perbandingan. Di dalam Lia Tatean terkandung juga nasihat atau ajaran
bahkan filosofi yang dikemukan dengan masksud mendidik atau pun mematahkan lawan.
Pada bagian ini, saya belum menemukan bentuk khas dari ai tatean. Akan
saya gali dan sertakan pada tulisan berikut.
Sastra berwarna daerah
Belu, pada umumnya berdimensi ritual magis dan bersifat momentum. Jenis-jenis
sastra adat ini menjadi corak utama yang mampu merangsang imajinasi kreatif
penggiat sastra untuk memproduksi karya sastra yang berkualitas. Kekuatan
sastra adat terletak pada usaha mengolah simbol-simbol menjadilebih berenergi
bagi kehidupan. Di sinilah para penggiat sastra seharus ada untuk mengelaborasi
faset-faset budaya dan realitas adat masyrarakat.
Membangun Proyek Sastra Adat
Terjun dan bergelut dengan satra adat mengandaikan penguasaan tata bahasa
daerah yang mumpuni. Namun itu bukan masalah pelik, sebab bahasa bisa dipelajari.
Masalahnya adalah beranikah sastrawan NTT mencipta sastra dalam bahasa lokal
secara konsisten dan berkelanjutan di tengah semarak bahasa Indonesia. Meskipun
dianggap sebagai langkah mundur dalam bersastra namun inilah salah satu cara
untuk menjaga dan melestarikan sastra lokal di tengah “ketidakteraturan”
penggunaan bahasa kaum milenial dalam berkomunikasi.
Sebagaimana kegelisahan
saya dan publik akan eksistensi sastra lokal di dalam agenda bahasa milenial
yang semakin tak menentu, keberadaan sastra lokal sebagai kekayaan kebudayaan
masyarakat Belu – NTT haruslah mendapat kajian bersama para penggiat sastra.
Program-program pemerintah pun hendaknya turut merangsang masyarakat untuk
menggali, memelihara dan melestarikan sastra lokal sebagai identitas diri
masyarakat ditengah arus globalisasi melalui festival sastra tradisional.
Dengan demikian masyarakat adat tetap menjaga fondasi kesusasteraan daerah
sembari membangun corak yang lebih menawan kepada generasi berikut.
Sumber Bacaan
Darma, Budi. 2019. Pengantar Teori Sastra, Jakarta:
Kompas Media Nusantara.
Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta:
Nobel Edumedia.
Maxi Un Bria, Florens.
2004. The Way To Happiness of Belu
People, Jakarta : Caritas Pubishing House Indonesia.
Sehandi, Yohanes.
2015. Sastra Indonesia Warna Daerah
NTT, Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Sehandi, Yohanes. 2012. Mengenal Sastra dan Sastrawan NTT, Yogyakarta:
Universitas anata Dharma.
Nahak, Yustinus.
20099. Kamus Plus. Tetun Indonesia,
Indonesia Tetun, Besikama: Uma Maksaki Rai.