Struktur dan Fungsi "Hasehawaka Manu Kakae" pada Masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka (Sebuah Kajian Sosial dan Budaya)

Struktur dan Fungsi "Hasehawaka Manu Kakae" pada Masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka (Sebuah Kajian Sosial dan Budaya)

Tarian Likurai yang dibawakan oleh ibu-ibu dari Dusun Numbei pada sebuah hajatan di Kampung Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka pada salah satu hajatan

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan terdiri dari bermacam-macam ras, kelompok etnik, dan suku yang mempunyai kebudayaan masing-masing yang amat bervariasi. Hal inilah yang menjadikan bangsa kita selalu dikatakan identik dengan nilai budaya. Salah satu kebudayaan bangsa Indonesia adalah bahasa sastra.  

Bahasa sastra adalah bagian dari budaya yang melekat pada kehidupan manusia sebagai suatu nilai budaya yang dilestarikan secara turun-temurun secara lisan. Berdasarkan hal tersebut, maka manusia disebut sebagai anima rationale karena memiliki keunggulan dalam berpikir dan belajar serta berkembang dalam kepribadiannya. Melalui akal budi, manusia dapat menciptakan, maka lahirlah homo culturale, inilah yang disebut sebagai evolusi kebudayaan, di mana manusia bukan sekedar berpikir dan belajar tetapi lebih dari itu selalu hidup dan mengolah dirinya dalam arus situasi dalam lingkungan yang kongkrit, (Koentjaraningrat, 1985: 527).

Dari berbagai jenis kebudayaan, ada pula bentuk kebudayaan yang ditunjukkan lewat tutur adat. Tutur adat tersebut melukiskan ciri khas dari suatu masyarakat yang berbudaya. Sudah tentu bahasa adat itu sarat akan makna, yang lahir dari buah budi dan hasil perasaan manusia. Kini tergantung bagaimana manusia mengungkapkan bahasa adat tersebut sesuai dengan tradisi atau kebiasaan masyarakat setempat. Maka kewajiban dari sebuah pencintanya adalah bagaimana memelihara dan mengembangkan cara bertutur yang baik dengan menggunakan bahasa yang bersemi dan unik dalam mengutarakan bahasa adat. Sementara kita tahu bahwa adat yang unik itu adalah dalam bahasa-bahasa daerah sehingga keunikannya terlihat dengan jelas. Oleh karena itu, sejak kongres bahasa Indonesia tahun 1954 diakui adanya peranan yang sangat besar yang disumbangkan oleh bahasa-bahasa daerah dalam pertemuan bahasa Indonesia seperti yang kita miliki saat ini. Salah satu bahasa daerah bangsa Indonesia adalah Bahasa Tetun Fehan, (Dahu, 2013: 3).

Secara harfiah, istilah manu kakae dalam bahasa Tetun Fehan terdiri dari dua kata, yakni manu yang berarti burung dan kakae yang berarti kakatua. Manu kakae berarti burung kakatua. Manu kakae merupakan sejenis tuturan adat berupa nyanyian yang digunakan dalam upacaraupacara resmi. Nyanyian manu kakae bermacam-macam, yakni manu kakae penjemputan Bupati dan Gubernur, manu kakae penjemputan tamu, misalnya penjemputan tua-tua adat dan pembesar daerah, dan manu kakae yang bersifat resmi yang berkaitan dengan adat.

Manu kakae mengandung nilai-nilai budaya, karena manu kakae dapat dituturkan pada berbagai kesempatan dan kepentingan ritual. Kepercayaan Manu Kakae yang dilakukan secara benar akan mendatangkan kekuatan yang bersumber dari para leluhur dan Ilahi, karena manu kakae yang dilakukan bersifat sakral. Pengamatan yang dilakukan saat ini, Manu kakae kurang diminati oleh kaum muda. Manu kakae dipandang hanya sebagai suatu bentuk pertunjukan yang bersifat lucu atau tidak penting. Hal ini disebabkan adanya perkembangan teknologi sehingga tradisi manu kakae semakin bergeser.

Hasehawaka manu kakae merupakan suatu fungsi bahasa adat sehingga penyampaiannya menggunakan bahasa yang berirama lagu atau nyanyian. Tuturan bahasa adat manu kakae sering digunakan dalam berbagai ritus tradisional, yaitu dalam penjemputan tamu atau para pembesar yang berkunjung ke tempat baru. Oleh karena itu, penulis memilih manu kakae untuk diteliti karena kekhasan dan keunikan bahasa yang diucapkan oleh penutur. Selain itu, belum pernah ada peneliti yang meneliti tentang tutur adat manu kakae. 

Walaupun demikian, masih terlalu sedikit kajian yang berusaha mengungkap kekayaan budaya yang dimiliki, juga yang menyebabkan tuturan adat Tetun Fehan ini kurang dikenal di kalangan yang lebih luas. Oleh karena itu, tumbuhlah kesadaran baru untuk mengangkat tradisi budaya masyarakat terutama dari generasi muda. Sebagai generasi penerus harus menumbuhkan budaya dalam diri sendiri. Namun sejauh ini, belum ada generasi penerus yang tahu tentang Hasehawaka manu kakae. 

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang manu kakae dalam acara penjemputan tamu, yakni berupa nyanyian adat, karena sejauh ini belum ada yang meneliti tentang manu kakae maka penelitian ini berjudul: “Struktur dan Fungsi Hasehawaka Manu Kakae pada Masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa Kateri Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka”. 

 


TEKNIK PENELITIAN

Bagian ini berisi uraian secara rinci dan jelas tentang rancangan penelitian, sumber data,  teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bagi naskah artikel hasil pemikiran konseptual, tidak perlu menuliskan metode penelitian. Penulisan sama seperti pada bagian pendahuluan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, Nasir (1986: 63) mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi yaitu gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki. Penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini karena, data-data yang digunakan dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka. Data dalam penelitian ini terdiri dari dua, yakni data primer dan data sekunder. Narasumber dalam penelitian ini adalah tua-tua atau pemuka masyarakat di Dusun Numbei yang mengetahui betul tentang Manu Kakae itu sendiri. 

Lokasi penelitian dilakukan di Dusun Numbei, Kabupaten Malaka Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka. Alasan yang mendasari penulis melakukan penelitian di Dusun Numbei ini adalah karena sejauh pengamatan penulis, belum ada yang melakukan penelitian tentang tuturan Hase hawaka Manu Kakae di kampung Numbei tercinta ini. 

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu teknik yang dipakai oleh penulis dengan maksud untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui pengamatan yang bersifat kualitatif. Teknik-teknik tersebut antara lain yaitu: Teknik Observasi / Pengamatan, Teknik Wawancara, Teknik Rekaman, dan Teknik Catat. Analisis data dilakukan sebagai berikut.

1)     Data yang terkumpul berupa tuturan Hasehawaka Manu Kakae ditranskripsi dari bahasa lisan ke dalam bahasa tulis.

2)     Data hasil transkripsi kemudian diterjemahkan. Terjemahan dilakukan secara harafiah atau terikat dan terjemahan bebas atau terjemahan menurut bahasa Indonesia yang baik dan benar.

3)     Data terjemahan dianalisis berdasarkan masalah, yakni struktur, makna, dan fungsi.

4)     Menyimpulkan hasil analisis. 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN  PENELITIAN 

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis pada saat penelitian, maka akan dianalisis hasil penelitian tentang Hasehawaka pada nyayian adat  manu kakae, yaitu unsur pembentuk Hasehawaka, dan fungsi. Mengenai unsur pembentukan Hasehawaka manu kakae dan fungsi, penulis akan menjelaskan secara terperinci.

Tuturan Hasehawaka Manu kakae merupakan nyanyian adat yang melibatkan tua-tua adat dan orang yang sudah berpengalaman, karena sejauh ini banyak generasi yang belum paham dan mengerti nyanyian adat ini. Tuturan ini digunakan pada saat upacara penjemputan

tamu terhormat, seperti penjemputan Bupati dan Gubernur. Tuturan ini berbentuk puisi karena syair lagu yang dinyanyikan berupa kata-kata kiasan.

Terbitan Teks, Terjemahan Harafiah, danTerjemahan Bebas

1)     Samanu kaka  manu  kakae:  seekor burung kakatua burung kakatua

‘Seekor burung kakatua’           

2)     Manu kakae ida  semo dei mai: burung  kakatua satu terbang telah datang

‘Terbang ke sana kemari’

3)     Manu kakae ida tete dei  mai: burung kakatua satu  mendekat  telah datang

‘Terbang ke sana kemari’

4)     Semo mai  karani bak  fau lulik: terbang datang hinggap di pohon pemali

‘Hingga hinggap di sebuah pohon larangan’

5)     Tete mai karani bak  feu lulik: mendekat datang hinggap  di pohon pemali  ‘Hingga hinggap di sebuah pohon larangan’

6)     Rani bak  fau  lulik  noi faur awa: hinggap  di   pohon pemali sambil  berputar  kepala

‘Dan tidak memiliki arah tujuan yang pasti’

7)     Rani  bak  feu lulik noi feur awa: hinggap  di  pohon pemali sambil berputar kepala

‘Dan tidak memiliki arah tujuan yang pasti’

8)     Feur awa  la  to’o  loro ba:  ida berputar  kepala  tidak  sampai  raja  di   satu

‘Entah kemana ia akan pergi’

9)     Faur  awa  la  fo  dato ba  ida: berputar   kepala tidak kasih raja   di   satu

‘Entah kemana ia akan pergi’

10)Manu kakae hitu ruas roi  radulur, e  roi radulur kakatu:  tujuh ekor sedang bermain, e sedang bermain

‘Burung kakatua tersebut memiliki banyak teman’

11)Kakae    hitu     ruas roi       raklatar,   roi       raklatar kakatua: tujuh  ekor sedang  bermain,  sedang  bermain Burung kakatua tersebut memiliki banyak teman’

12)Seroi   raklatar  fila  rare,  seroi raklatar  fila  rare: sedang  bermain  kembali melihat, sedang bermain kembali   melihat

‘Yang mengajaknya untuk menjadi sahabat’

13)Fila     rare    onan   takan   wesei: kembali melihat  dahulu  tertutup wesei

‘Dan berharap sahabat yang sekarang menjadi lebih baik’

14)Fila     rare    onan     bua    wesei: kembali melihat dahulu pinang wesei

‘Dan berharap sahabat yang sekarang menjadi lebih baik’

15)Tun         mai    rakduhur  takan      kau      tasak turun:    datang    makan     sirih   beberapa masak

‘menjadi yang sempurna’ 

16)Tun   mai  rakdulur  bua  kau  tasak: datang makan pinang beberapa  masak Menjadi yang sempurna’

17)Seduhur-duhur ba  to’o  tan  ona: makan-makan  di  tuan  dapat tangkap

‘Burung kakatua itu menjelma menjadi manusia’

18)Seduhur-duhur ba toma   tan   ona: makan-makan  di  tuan dapat tangkap Burung kaka tua menjelma menjadi permaisuri’

19)Loro maktur udamatan siwi sanulu to’otan ona: raja duduk pintu sembilan sepuluh tuan dapat tangkap

‘Dan ditangkap oleh sang raja’

20)Loro maktur odanmatan  siwi sanulu toma tan  ona: raja  duduk pintu  sembilan sepuluh tuan  dapat tangkap

‘Dan ditangkap oleh sang raja’

21)Toma   tan   ona  waik   oan  rua: mereka tuan  dapat tangkap banyak anak  dua

‘Dan sang raja menikahi permaisuri itu dan memiliki dua  orang  anak’

22)Sia   toma   tan   ona     harek   oan  rua: mereka  tuan  dapat  tangkap banyak  anak  dua

‘Dan sang raja menikahi permaisuri itu dan memiliki dua orang anak’

23)Waik  oan  rua hau  moris  kokedan: banyak anak dua saya  hidup bawa memang

‘mereka hidup bahagia bersama kedua anak mereka’

24)Bua  kau naktasak folin   ba  hau: Pinang  yang   masak harga  di  saya

‘Hingga menjadikan anaknya sebagai pewaris semua kekayaannya’

25)Hau ina sia ruma, ina sia ruma: saya mama mereka semua, mama mereka semua

‘Hadirin yang tercinta’

26)Hau  ama sia ruma, ama  sia  ruma: saya bapak mereka semua, bapak mereka semua

‘Hadirin yang tercinta’

27)Fuik  loro wen odamatan katetur: sirih  raja   air       pintu     rapi ‘Inilah hadiah istimewah bagi kalian semua’

28)Takan loro wen odamatan katetur : sirih    raja  air      pintu       rapi

‘Inilah hadiah istimewah bagi kalian semua’

29)Anin   nerin   tasak  foi  monu:  angin bertiup berlambai  masak baru  jatuh

‘Mari kita rasakan bersama-sama’

30)Na’in  hau  ba  foti   tasak  oan   sia : tuan   saya  di  angkat masak anak mereka

‘Karena inilah yang bisa saya berikan’

31)Na’in   hau   ba     fit      modok  oan:     sia   tuan   saya di  angkat hijau   anak  mereka

‘Karena inilah yang bisa saya capai’

32)Hodi    rai       hana’i       kobar  makerek: bawa simpan menaruh tempat sirih  bermotif

‘Jangan menganggap bahwa ini semua hinaan’

33)Hodi     rai    hana’i     kabir     makerek : bawa simpan menaruh tempat sirih bermotif

‘Jangan menganggap bahwa ini semua hinaan’

34)Tonan liman barumak mare  uit : menyentuh tangan disemua melihat sedikit  ‘Inilah hasil kerja yang bisa saya bagi bagikan’

35)Ma’e     liman     barumak      fila    ma’re : menyentuh tangan disemua kembali melihat

‘Inilah hasil kerja yang bisa saya bagi bagikan’

36)Foti falu maliku mare’uit :  angkat balik  merawat  melihat sedikit

‘Jangan melihat sisi luarnya’

37)Kmela  mutin   arumak    tara      tuir tuir   lakare  : kutu   putih    masuk  tergantung  ikut ikut  tidak  melihat

‘Jangan melihat nilai gunanya’

38)Labadain oan   rumak  risaan tuir lakar : laba laba  anak masuk tergantung ikut tidak melihat 

‘Tetapi hargailah semuanya itu’

39)Bua     ne’e   bua     ita     laha       se’i  pinang:   ini  pinang kita  tidak      palsu

‘Karena akan bermanfaat bagi pribadi kita’

40)Fuik    ne’e   fuik    ita   laha   se’i  sirih:     ini     sirih  kita tidak  palsu

‘Ini semua akan menjadi penghargaan’

41)Ina   rika  samane   nia ne’e   tatoli  leten sia  mai : mama rika  samane   yang ini    titip   atas   mereka   datang

‘Untuk para leluhur’       

42)Ama     batak samane   nia  ne’e tatoli hori  as      sia :       mai bapak batak   samane yang  ini   titip  dari  atas mereka  dating

‘Raja yang dimuliakan’

43)Hau    ina  sia  ruma,   ina      sia     ruma : saya mama mereka semua, mama mereka semua

‘Para leluhur yang dibanggakan’

44)Hau   ama       sia     ruma,  ama       sia :     ruma  saya bapak mereka semua, bapak mereka semua

‘Para leluhur yang dikagumi’

45)O mare        suri  bei ka     lale: kamu melihat   suri   nenek  tidak

‘Apakah kamu melihat leluhur kita’

46)Omare       ati  bei ka    lale :  kamu melihat    ati   nenek  tidak      

    ‘Apakah kamu melihat leluhur kita’

47)Nain  ati  beik  sia  sehik  loro malirin  foin   liuba : tuan  ati   nenek mereka kemarin sore  dingin  baru   lewat

‘Dari terbenamnya matahari’

48)Nain ati beik sia  seloro namatan foin  liuba:    tuan ati  nenek mereka kemarin    terbit    baru lewat

‘Dari terbitnya matahari’

49) Dae   nalo    wemerak  ain    foin liu:   tercampur membuat  air kotor  kaki baru  lewat

‘Sehingga ada bukti bahwa air ini terlihat kotor’

50) Daet   nalo     wemerak  ninin      foin  liu          tercampur membuat air kotor  pinggir baru  lewat          ‘Sehingga ada bukti bahwa air ini terlihat kotor’

51) Ain    foin liu    ne’e wesei wehali  laran       sia    ba          kaki baru lewat  ini  wesei wehali  tengah mereka di

‘Ditengah air jernih’

52)Ninin     foin   liu   ne’e Wesei  Wehali  tenan   sia     ba Pinggir baru lewat   ini  Wesei Wehali  pusat mereka di

‘Pusat kerajaan para raja’

53)Sa loro  naneik loro naneik : Seorang  raja    adil    raja   adil

‘Seorang raja yang memiliki sifat adil’

54)Sadatok       naneik     datok     naneik          tuan raja     adil   tuan raja  adil

‘Raja yang merangkul dan memiliki jiwa perdamaian’

55)Loro nanek  loro  ikun  lia     mamar          raja    adil    raja  ekor  suara  lembut          ‘Memiliki suara yang lembut’

56)Datok naneik dato  ikun    lia   mamar           tuan     adil     raja   ekor suara lembut

‘Raja yang adil dan memiliki suara yang lembut’ 

57)Lia mamar dadokar dalok lamonu suara lembut  undian  permainan tidak jatuh

‘Suara yang lembut tidak akan pernah rapuh’

58)Lia    mamar dadokar delok         lamonu          suara lembut undian permainan tidak jatuh

‘Suara yang lembut tidak akan pernah rapuh’

59) Sia  loro mamaluk ra’ak    dei      malu           mereka raja   teman   berkata saling bertegur

‘Sang raja memiliki jiwa berinteraksi dengan orang lain’

60)Sia       datok mamaluk  tene      dei     malu          mereka adil     teman   mengajak saling bertegur

‘Bertindak dan adil dalam segala hal’

61)Tene        rola     malu  iha    uma  laen tabene, laen tabene           mengajak  dapat bertegur ada rumah adat tabene, adat tabene

‘Sang raja mengadakan sebuah permainan’

62)Raak    rola     malu     iha    uma    tuan lanurak, tuan lanurak berkata   dapat bertegur    ada  rumah  tuan lanurak   tuan  lanurak

‘Permainan itu menegaskan bahwa’

63)Hau     ina      sia      ruma,    ina      sia      ruma saya mama mereka semua, mama mereka  semua

‘Yang memegang kemenangan dalam permainan itu’

64)Hau ama sia ruma ama sia ruma          saya bapak mereka  semua bapak semua

‘Maka dialah yang akan mengantikan posisi raja’

 

SELAYANG PANDANG HASEHAWAKA MANU KAKAE

Struktur yang terdapat dalam Hasehawaka Manu Kakae pada masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka mencakup diksi atau pilihan kata, larik atau baris, bait atau kuplet, bunyi yang terdiri dari rima, irama, dan unsur bunyi lainnya euphony dan cacophony, gaya bahasa atau majas.

Diksi atau Pilihan Kata

Diksi adalah pilihan kata yang baik untuk mengungkapkan suatu gagasan 

Larik atau baris

Satuan yang lebih besar dari pada kata dan telah mendukukung satuan makna tertentu yang mengandung arti, (Aminuddin, 2000: 145).

Bait atau Kuplet

Merupakan satuan larik yang berada dalam satuan kelompok dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran yang terpisah dari kelompok larik atau bait lainnya, (Aminuddin, 2000: 145).

Irama

Irama adalah pergantian keras lembut tinggi rendah atau panjang pendek bunyi secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi, (Waluyo, 2003:12).

 Rima

Bunyi yang berselang atau berulang yang menciptakan konsentrasi dalam kekuatan bahasa.Bunyi terdiri dari euphony dan cacophony. Bunyi euphony adalah satu ragam bunyi yang mampu menuansakan suasana keriangan, vitalis, maupun gerak berupa bunyibunyi vokal,(Aminuddin, 2000: 139). Bunyi cacophony bunyi yang menuansakan suasana ketekunan batin, kebekuan, kesepian atau kesedihan, (Aminuddin, 2000:139).

Gaya bahasa atau majas.

Gaya bahasa adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan satu perasaan tertentu dalam hati pembaca, (Tarigan, 1989:144).

 

Fungsi yang terdapat dalam Hasehawaka Manu Kakae pada masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka mencakup, fungsi sosial, fungsi edukatif, dan fungsi kultural.

Fungsi sosial  Jika dipandang dari segi tujuan dan manfaatnya kegiatan Manu Kakae dalam bentuk nyanyian bertujuan menghormati tamu-tamu besar sekaligus dapat memupuk rasa kebersamaan melalui kegiatan tersebut.

Fungsi edukatif Sebagai makluk berbudaya, masyarakat menjunjung tinggi salah satu tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang secara turun-temurun dan membantu para penikmat dalam membuka wawasan tentang makna lagu yang dinyanyikan. Fungsi kultural. 

Fungsi Religius Masyarakat tradisonal pada mulanya dalam memecahkan segala persoalan yang ada diluar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya, selalu menggunakan ilmu gaib. Hal ini terjadi sebelum manusia mengenal agama. Namun, lambat-laun terbukti bahwa banyak dari perbuatan magic itu tidak ada hasilnya maka mulailah mereka percaya bahwa alam didiami oleh makhluk-makhluk halus. Makhluk halus itu ada dua macam, yaitu: makhluk yang bersifat baik (Roh Nenek Moyang atau Mata Bian) yang kedua adalah makhluk halus yang bersifat jahat (hantu, suangggi), yang umumnya bertempat tinggal di pohon-pohon yang besar, batu-batu besar, sumber air dan sebagainya. Realitas inilah muncul agama (religius).

 

EPILOG

Hasehawaka Manu Kakae terdiri atas pilihan kata, baris, bait, bunyi dan gaya bahasa. Diksi atau pilihan kata Hasehawaka Manu Kakae mengandung arti serta makna konotasi dan denotasi. Jumlah bait dalam setiap baris tidak sama, berkisar antara jumlah setiap lariknya. Bait pertama berjumlah 9 baris, bait kedua berjumlah 7 baris, bait ketiga berjumlah 8 baris, bait keempat berjumlah 9 baris, bait kelima berjumlah 11 baris, bait keenam 10 baris, dan bait ketujuh berjumlah 10 baris. Unsur-unsur bunyinya meliputi rima, dan irama. Gaya bahasa yang terdapat dalam Hasehawaka Manu Kakae adalah majas personifikasi, dan pleonasme. 

Sedangkan terdapat fungsi seperti fungsi sosial, dan fungsi budaya atau kultural. Yosep Yapi Taum mengutip pendapat Jacobson istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang teks, dan pembaca. Istilah ini muncul sebagai reaksi studi sastra formalisme yang terpaku pada sarana kesastraan tanpa menempatkannya pada konteks tertentu,  (Basu, 2012: 12). 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, 1995. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Pers.

Aminudin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: FPBS IKIP Malang.

Dahu, M. 2013. Analisis Struktur, Fungsi Lia Tatoli Foti Fukun Foun Pada Masyarakat Desa Lakenkun Kecamatan Kobalima, Kabupaten Belu: Universitas Timor.

Koentjaraningrat, 1985. Sejarah Bahasa dan Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.

Tarigan. 1989. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Teeuw, A. 1978. Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori Sastra). Bandung: Pustaka Jaya Girimukti Pustaka.

 



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama