Tarian Likurai yang dibawakan oleh ibu-ibu dari Dusun Numbei pada sebuah hajatan di Kampung Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka pada salah satu hajatan |
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan terdiri dari bermacam-macam ras, kelompok etnik, dan suku yang mempunyai kebudayaan masing-masing yang amat bervariasi. Hal inilah yang menjadikan bangsa kita selalu dikatakan identik dengan nilai budaya. Salah satu kebudayaan bangsa Indonesia adalah bahasa sastra.
Bahasa sastra adalah
bagian dari budaya yang melekat pada kehidupan manusia sebagai suatu nilai
budaya yang dilestarikan secara turun-temurun secara lisan. Berdasarkan hal
tersebut, maka manusia disebut sebagai anima
rationale karena memiliki keunggulan dalam berpikir dan belajar serta
berkembang dalam kepribadiannya. Melalui akal budi, manusia dapat menciptakan,
maka lahirlah homo culturale, inilah
yang disebut sebagai evolusi kebudayaan, di mana manusia bukan sekedar berpikir
dan belajar tetapi lebih dari itu selalu hidup dan mengolah dirinya dalam arus
situasi dalam lingkungan yang kongkrit, (Koentjaraningrat, 1985: 527).
Dari berbagai jenis
kebudayaan, ada pula bentuk kebudayaan yang ditunjukkan lewat tutur adat. Tutur
adat tersebut melukiskan ciri khas dari suatu masyarakat yang berbudaya. Sudah
tentu bahasa adat itu sarat akan makna, yang lahir dari buah budi dan hasil
perasaan manusia. Kini tergantung bagaimana manusia mengungkapkan bahasa adat
tersebut sesuai dengan tradisi atau kebiasaan masyarakat setempat. Maka
kewajiban dari sebuah pencintanya adalah bagaimana memelihara dan mengembangkan
cara bertutur yang baik dengan menggunakan bahasa yang bersemi dan unik dalam
mengutarakan bahasa adat. Sementara kita tahu bahwa adat yang unik itu adalah
dalam bahasa-bahasa daerah sehingga keunikannya terlihat dengan jelas. Oleh
karena itu, sejak kongres bahasa Indonesia tahun 1954 diakui adanya peranan
yang sangat besar yang disumbangkan oleh bahasa-bahasa daerah dalam pertemuan
bahasa Indonesia seperti yang kita miliki saat ini. Salah satu bahasa daerah
bangsa Indonesia adalah Bahasa Tetun Fehan, (Dahu, 2013: 3).
Secara harfiah, istilah
manu kakae dalam bahasa Tetun Fehan terdiri dari dua kata, yakni manu yang
berarti burung dan kakae yang berarti kakatua. Manu kakae berarti burung
kakatua. Manu kakae merupakan sejenis tuturan adat berupa nyanyian yang
digunakan dalam upacaraupacara resmi. Nyanyian manu kakae bermacam-macam, yakni
manu kakae penjemputan Bupati dan Gubernur, manu kakae penjemputan tamu,
misalnya penjemputan tua-tua adat dan pembesar daerah, dan manu kakae yang
bersifat resmi yang berkaitan dengan adat.
Manu
kakae mengandung nilai-nilai
budaya, karena manu kakae dapat dituturkan pada berbagai kesempatan dan
kepentingan ritual. Kepercayaan Manu Kakae yang dilakukan secara benar akan
mendatangkan kekuatan yang bersumber dari para leluhur dan Ilahi, karena manu
kakae yang dilakukan bersifat sakral. Pengamatan yang dilakukan saat ini, Manu
kakae kurang diminati oleh kaum muda. Manu kakae dipandang hanya sebagai suatu
bentuk pertunjukan yang bersifat lucu atau tidak penting. Hal ini disebabkan
adanya perkembangan teknologi sehingga tradisi manu kakae semakin bergeser.
Hasehawaka manu kakae
merupakan suatu fungsi bahasa adat sehingga penyampaiannya menggunakan bahasa
yang berirama lagu atau nyanyian. Tuturan bahasa adat manu kakae sering
digunakan dalam berbagai ritus tradisional, yaitu dalam penjemputan tamu atau
para pembesar yang berkunjung ke tempat baru. Oleh karena itu, penulis memilih
manu kakae untuk diteliti karena kekhasan dan keunikan bahasa yang diucapkan
oleh penutur. Selain itu, belum pernah ada peneliti yang meneliti tentang tutur
adat manu kakae.
Walaupun demikian,
masih terlalu sedikit kajian yang berusaha mengungkap kekayaan budaya yang
dimiliki, juga yang menyebabkan tuturan adat Tetun Fehan ini kurang dikenal di
kalangan yang lebih luas. Oleh karena itu, tumbuhlah kesadaran baru untuk
mengangkat tradisi budaya masyarakat terutama dari generasi muda. Sebagai
generasi penerus harus menumbuhkan budaya dalam diri sendiri. Namun sejauh ini,
belum ada generasi penerus yang tahu tentang Hasehawaka manu kakae.
Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
tentang manu kakae dalam acara penjemputan tamu, yakni berupa nyanyian adat,
karena sejauh ini belum ada yang meneliti tentang manu kakae maka penelitian ini
berjudul: “Struktur dan Fungsi Hasehawaka
Manu Kakae pada Masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa Kateri Kecamatan
Malaka Tengah Kabupaten Malaka”.
TEKNIK PENELITIAN
Bagian ini berisi
uraian secara rinci dan jelas tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis
data. Bagi naskah artikel hasil pemikiran konseptual, tidak perlu menuliskan
metode penelitian. Penulisan sama seperti pada bagian pendahuluan.
Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode kualitatif, Nasir (1986: 63) mengatakan bahwa metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk membuat
deskripsi yaitu gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta serta sifat-sifat hubungan antara fenomena yang
diselidiki. Penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini
karena, data-data yang digunakan dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan
angka-angka. Data dalam penelitian ini terdiri dari dua, yakni data primer dan
data sekunder. Narasumber dalam penelitian ini adalah tua-tua atau pemuka
masyarakat di Dusun Numbei yang mengetahui betul tentang Manu Kakae itu
sendiri.
Lokasi penelitian
dilakukan di Dusun Numbei, Kabupaten Malaka Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten
Malaka. Alasan yang mendasari penulis melakukan penelitian di Dusun Numbei ini
adalah karena sejauh pengamatan penulis, belum ada yang melakukan penelitian
tentang tuturan Hase hawaka Manu Kakae di kampung Numbei tercinta ini.
Teknik pengumpulan data
merupakan salah satu teknik yang dipakai oleh penulis dengan maksud untuk
mengumpulkan data-data yang diperoleh melalui pengamatan yang bersifat
kualitatif. Teknik-teknik tersebut antara lain yaitu: Teknik Observasi /
Pengamatan, Teknik Wawancara, Teknik Rekaman, dan Teknik Catat. Analisis data
dilakukan sebagai berikut.
1)
Data yang
terkumpul berupa tuturan Hasehawaka Manu Kakae ditranskripsi dari bahasa lisan
ke dalam bahasa tulis.
2)
Data hasil
transkripsi kemudian diterjemahkan. Terjemahan dilakukan secara harafiah atau
terikat dan terjemahan bebas atau terjemahan menurut bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
3)
Data terjemahan
dianalisis berdasarkan masalah, yakni struktur, makna, dan fungsi.
4) Menyimpulkan hasil analisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PENELITIAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh penulis pada saat penelitian, maka akan dianalisis
hasil penelitian tentang Hasehawaka
pada nyayian adat manu kakae, yaitu unsur pembentuk Hasehawaka, dan fungsi. Mengenai
unsur pembentukan Hasehawaka manu kakae
dan fungsi, penulis akan menjelaskan secara terperinci.
Tuturan Hasehawaka Manu kakae merupakan nyanyian
adat yang melibatkan tua-tua adat dan orang yang sudah berpengalaman, karena
sejauh ini banyak generasi yang belum paham dan mengerti nyanyian adat ini.
Tuturan ini digunakan pada saat upacara penjemputan
tamu terhormat, seperti
penjemputan Bupati dan Gubernur. Tuturan ini berbentuk puisi karena syair lagu
yang dinyanyikan berupa kata-kata kiasan.
Terbitan Teks,
Terjemahan Harafiah, danTerjemahan Bebas
1) Samanu kaka manu
kakae: seekor burung kakatua burung kakatua
‘Seekor burung kakatua’
2)
Manu kakae ida
semo dei mai: burung kakatua satu terbang telah datang
‘Terbang ke sana kemari’
3)
Manu kakae ida tete dei mai:
burung kakatua satu mendekat telah datang
‘Terbang ke sana kemari’
4)
Semo mai
karani bak fau lulik: terbang datang hinggap di pohon pemali
‘Hingga hinggap di sebuah pohon larangan’
5)
Tete mai karani bak
feu lulik: mendekat
datang hinggap di pohon pemali ‘Hingga hinggap di sebuah pohon larangan’
6)
Rani bak
fau lulik noi faur awa: hinggap
di pohon pemali sambil berputar
kepala
‘Dan tidak memiliki arah tujuan yang pasti’
7)
Rani bak feu lulik noi feur awa: hinggap
di pohon pemali sambil berputar
kepala
‘Dan tidak memiliki arah tujuan yang pasti’
8)
Feur awa
la to’o loro ba: ida berputar
kepala tidak sampai
raja di satu
‘Entah kemana ia akan pergi’
9)
Faur awa la
fo dato ba ida:
berputar kepala tidak kasih raja di
satu
‘Entah kemana ia akan pergi’
10)Manu kakae hitu ruas roi radulur, e
roi radulur kakatu: tujuh ekor sedang bermain, e sedang bermain
‘Burung kakatua tersebut memiliki banyak teman’
11)Kakae hitu
ruas roi raklatar, roi
raklatar kakatua: tujuh ekor sedang
bermain, sedang bermain Burung kakatua tersebut memiliki
banyak teman’
12)Seroi raklatar
fila rare, seroi raklatar fila
rare: sedang bermain
kembali melihat, sedang bermain kembali
melihat
‘Yang mengajaknya untuk menjadi sahabat’
13)Fila rare
onan takan wesei:
kembali melihat dahulu tertutup wesei
‘Dan berharap sahabat yang sekarang menjadi lebih
baik’
14)Fila rare
onan bua wesei:
kembali melihat dahulu pinang wesei
‘Dan berharap sahabat yang sekarang menjadi lebih
baik’
15)Tun mai rakduhur
takan kau tasak turun:
datang makan sirih
beberapa masak
‘menjadi yang sempurna’
16)Tun mai
rakdulur bua kau
tasak: datang makan pinang
beberapa masak Menjadi yang sempurna’
17)Seduhur-duhur ba to’o
tan ona: makan-makan
di tuan dapat tangkap
‘Burung kakatua itu menjelma menjadi manusia’
18)Seduhur-duhur ba toma tan
ona: makan-makan di
tuan dapat tangkap Burung kaka tua menjelma menjadi permaisuri’
19)Loro maktur udamatan siwi sanulu
to’otan ona: raja duduk pintu sembilan
sepuluh tuan dapat tangkap
‘Dan ditangkap oleh sang raja’
20)Loro maktur odanmatan siwi sanulu toma tan ona:
raja duduk pintu sembilan sepuluh tuan dapat tangkap
‘Dan ditangkap oleh sang raja’
21)Toma tan
ona waik oan
rua: mereka tuan dapat tangkap banyak anak dua
‘Dan sang raja menikahi permaisuri itu dan memiliki
dua orang anak’
22)Sia toma
tan ona harek
oan rua: mereka
tuan dapat tangkap banyak anak
dua
‘Dan sang raja menikahi permaisuri itu dan memiliki
dua orang anak’
23)Waik oan
rua hau moris kokedan:
banyak anak dua saya hidup bawa memang
‘mereka hidup bahagia bersama kedua anak mereka’
24)Bua
kau naktasak folin ba hau:
Pinang yang masak harga
di saya
‘Hingga menjadikan anaknya sebagai pewaris semua
kekayaannya’
25)Hau ina sia ruma, ina sia ruma: saya mama mereka semua, mama mereka semua
‘Hadirin yang tercinta’
26)Hau ama sia ruma, ama sia
ruma: saya bapak mereka semua, bapak mereka semua
‘Hadirin yang tercinta’
27)Fuik loro wen odamatan katetur: sirih raja air
pintu rapi ‘Inilah hadiah
istimewah bagi kalian semua’
28)Takan loro wen odamatan katetur : sirih
raja air pintu rapi
‘Inilah hadiah istimewah bagi kalian semua’
29)Anin nerin
tasak foi monu: angin bertiup berlambai masak baru
jatuh
‘Mari kita rasakan bersama-sama’
30)Na’in hau
ba foti tasak
oan sia : tuan
saya di angkat masak anak mereka
‘Karena inilah yang bisa saya berikan’
31)Na’in hau
ba fit modok
oan: sia
tuan saya di angkat hijau
anak mereka
‘Karena inilah yang bisa saya capai’
32)Hodi rai
hana’i kobar makerek:
bawa simpan menaruh tempat sirih
bermotif
‘Jangan menganggap bahwa ini semua hinaan’
33)Hodi rai
hana’i kabir makerek
: bawa simpan menaruh tempat sirih bermotif
‘Jangan menganggap bahwa ini semua hinaan’
34)Tonan liman barumak mare uit
: menyentuh tangan disemua melihat sedikit
‘Inilah hasil kerja yang bisa saya bagi bagikan’
35)Ma’e liman
barumak fila ma’re
: menyentuh tangan disemua kembali melihat
‘Inilah hasil kerja yang bisa saya bagi bagikan’
36)Foti falu maliku mare’uit : angkat
balik merawat melihat sedikit
‘Jangan melihat sisi luarnya’
37)Kmela mutin
arumak tara tuir tuir lakare : kutu
putih masuk tergantung ikut ikut
tidak melihat
‘Jangan melihat nilai gunanya’
38)Labadain oan rumak
risaan tuir lakar : laba
laba anak masuk tergantung ikut tidak
melihat
‘Tetapi hargailah semuanya itu’
39)Bua ne’e
bua ita laha
se’i pinang: ini pinang kita
tidak palsu
‘Karena akan bermanfaat bagi pribadi kita’
40)Fuik ne’e
fuik ita laha
se’i sirih: ini sirih
kita tidak palsu
‘Ini semua akan menjadi penghargaan’
41)Ina rika
samane nia ne’e tatoli
leten sia mai : mama rika
samane yang ini titip
atas mereka datang
‘Untuk para leluhur’
42)Ama batak samane nia
ne’e tatoli hori as sia : mai
bapak batak samane yang ini
titip dari atas mereka
dating
‘Raja yang dimuliakan’
43)Hau ina
sia ruma, ina
sia ruma : saya mama mereka semua, mama mereka semua
‘Para leluhur yang dibanggakan’
44)Hau ama
sia ruma, ama
sia : ruma
saya bapak mereka semua, bapak mereka semua
‘Para leluhur yang dikagumi’
45)O mare suri
bei ka lale: kamu melihat
suri nenek tidak
‘Apakah kamu melihat leluhur kita’
46)Omare ati
bei ka lale : kamu
melihat ati nenek
tidak
‘Apakah
kamu melihat leluhur kita’
47)Nain ati
beik sia sehik
loro malirin foin liuba
: tuan ati nenek mereka kemarin sore dingin
baru lewat
‘Dari terbenamnya matahari’
48)Nain ati beik sia seloro namatan foin liuba: tuan ati
nenek mereka kemarin
terbit baru lewat
‘Dari terbitnya matahari’
49)
Dae
nalo wemerak ain
foin liu: tercampur
membuat air kotor kaki baru
lewat
‘Sehingga ada bukti bahwa air ini terlihat kotor’
50)
Daet
nalo wemerak ninin
foin liu tercampur membuat air kotor pinggir baru
lewat ‘Sehingga ada bukti
bahwa air ini terlihat kotor’
51) Ain foin liu
ne’e wesei wehali laran
sia ba kaki baru lewat ini
wesei wehali tengah mereka di
‘Ditengah air jernih’
52)Ninin foin
liu ne’e Wesei Wehali
tenan sia ba
Pinggir baru lewat ini Wesei Wehali
pusat mereka di
‘Pusat kerajaan para raja’
53)Sa loro naneik loro naneik : Seorang
raja adil raja
adil
‘Seorang raja yang memiliki sifat adil’
54)Sadatok naneik datok
naneik tuan raja adil
tuan raja adil
‘Raja yang merangkul dan memiliki jiwa perdamaian’
55)Loro nanek loro
ikun lia mamar
raja adil raja
ekor suara lembut ‘Memiliki suara yang lembut’
56)Datok naneik dato ikun
lia mamar
tuan adil raja
ekor suara lembut
‘Raja yang adil dan memiliki suara yang lembut’
57)Lia mamar dadokar dalok lamonu suara lembut
undian permainan tidak jatuh
‘Suara yang lembut tidak akan pernah rapuh’
58)Lia mamar dadokar delok lamonu
suara lembut undian permainan tidak jatuh
‘Suara yang lembut tidak akan pernah rapuh’
59) Sia loro mamaluk ra’ak dei
malu mereka raja teman
berkata saling bertegur
‘Sang raja memiliki jiwa berinteraksi dengan orang
lain’
60)Sia datok mamaluk tene
dei malu mereka
adil teman mengajak saling bertegur
‘Bertindak dan adil dalam segala hal’
61)Tene rola
malu iha uma
laen tabene, laen tabene mengajak dapat bertegur ada rumah adat tabene, adat
tabene
‘Sang raja mengadakan sebuah permainan’
62)Raak rola
malu iha uma
tuan lanurak, tuan lanurak
berkata dapat bertegur ada
rumah tuan lanurak tuan
lanurak
‘Permainan itu menegaskan bahwa’
63)Hau ina
sia ruma, ina
sia ruma
saya mama mereka semua, mama mereka
semua
‘Yang memegang kemenangan dalam permainan itu’
64)Hau ama sia ruma ama sia ruma saya
bapak mereka semua bapak semua
‘Maka dialah yang akan mengantikan posisi raja’
SELAYANG PANDANG HASEHAWAKA MANU KAKAE
Struktur yang terdapat
dalam Hasehawaka Manu Kakae pada masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa
Kateri Kabupaten Malaka mencakup diksi atau pilihan kata, larik atau baris,
bait atau kuplet, bunyi yang terdiri dari rima, irama, dan unsur bunyi lainnya
euphony dan cacophony, gaya bahasa atau majas.
Diksi atau Pilihan Kata
Diksi adalah pilihan
kata yang baik untuk mengungkapkan suatu gagasan
Larik atau baris
Satuan yang lebih besar
dari pada kata dan telah mendukukung satuan makna tertentu yang mengandung
arti, (Aminuddin, 2000: 145).
Bait atau Kuplet
Merupakan satuan larik
yang berada dalam satuan kelompok dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok
pikiran yang terpisah dari kelompok larik atau bait lainnya, (Aminuddin, 2000:
145).
Irama
Irama adalah pergantian
keras lembut tinggi rendah atau panjang pendek bunyi secara berulang-ulang
dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi, (Waluyo, 2003:12).
Rima
Bunyi yang berselang
atau berulang yang menciptakan konsentrasi dalam kekuatan bahasa.Bunyi terdiri
dari euphony dan cacophony. Bunyi euphony adalah satu ragam bunyi yang mampu
menuansakan suasana keriangan, vitalis, maupun gerak berupa bunyibunyi
vokal,(Aminuddin, 2000: 139). Bunyi cacophony bunyi yang menuansakan suasana
ketekunan batin, kebekuan, kesepian atau kesedihan, (Aminuddin, 2000:139).
Gaya bahasa atau majas.
Gaya bahasa adalah
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam
hati penulis, yang menimbulkan satu perasaan tertentu dalam hati pembaca,
(Tarigan, 1989:144).
Fungsi yang terdapat
dalam Hasehawaka Manu Kakae pada masyarakat Tetun Fehan Dusun Numbei, Desa
Kateri Kabupaten Malaka mencakup, fungsi sosial, fungsi edukatif, dan fungsi
kultural.
Fungsi sosial Jika
dipandang dari segi tujuan dan manfaatnya kegiatan Manu Kakae dalam bentuk
nyanyian bertujuan menghormati tamu-tamu besar sekaligus dapat memupuk rasa
kebersamaan melalui kegiatan tersebut.
Fungsi edukatif Sebagai makluk berbudaya, masyarakat menjunjung
tinggi salah satu tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang secara
turun-temurun dan membantu para penikmat dalam membuka wawasan tentang makna
lagu yang dinyanyikan. Fungsi kultural.
Fungsi Religius Masyarakat tradisonal pada mulanya dalam memecahkan
segala persoalan yang ada diluar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya,
selalu menggunakan ilmu gaib. Hal ini terjadi sebelum manusia mengenal agama.
Namun, lambat-laun terbukti bahwa banyak dari perbuatan magic itu tidak ada
hasilnya maka mulailah mereka percaya bahwa alam didiami oleh makhluk-makhluk
halus. Makhluk halus itu ada dua macam, yaitu: makhluk yang bersifat baik (Roh
Nenek Moyang atau Mata Bian) yang kedua adalah makhluk halus yang bersifat
jahat (hantu, suangggi), yang umumnya bertempat tinggal di pohon-pohon yang
besar, batu-batu besar, sumber air dan sebagainya. Realitas inilah muncul agama
(religius).
EPILOG
Hasehawaka
Manu Kakae terdiri atas pilihan
kata, baris, bait, bunyi dan gaya bahasa. Diksi atau pilihan kata Hasehawaka Manu Kakae mengandung arti
serta makna konotasi dan denotasi. Jumlah bait dalam setiap baris tidak sama,
berkisar antara jumlah setiap lariknya. Bait pertama berjumlah 9 baris, bait
kedua berjumlah 7 baris, bait ketiga berjumlah 8 baris, bait keempat berjumlah
9 baris, bait kelima berjumlah 11 baris, bait keenam 10 baris, dan bait ketujuh
berjumlah 10 baris. Unsur-unsur bunyinya meliputi rima, dan irama. Gaya bahasa
yang terdapat dalam Hasehawaka Manu Kakae adalah majas personifikasi, dan
pleonasme.
Sedangkan terdapat
fungsi seperti fungsi sosial, dan fungsi budaya atau kultural. Yosep Yapi Taum
mengutip pendapat Jacobson istilah fungsi mengacu pada penempatan suatu karya
sastra dalam suatu modul komunikasi yang meliputi relasi antara pengarang teks,
dan pembaca. Istilah ini muncul sebagai reaksi studi sastra formalisme yang
terpaku pada sarana kesastraan tanpa menempatkannya pada konteks tertentu, (Basu, 2012: 12).
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, 1995. Prinsip-prinsip Kritik Sastra.
Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Pers.
Aminudin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Malang: FPBS IKIP Malang.
Dahu, M. 2013. Analisis Struktur, Fungsi Lia Tatoli Foti
Fukun Foun Pada Masyarakat Desa Lakenkun Kecamatan Kobalima, Kabupaten Belu:
Universitas Timor.
Koentjaraningrat,
1985. Sejarah Bahasa dan Kebudayaan
Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.
Tarigan.
1989. Membaca sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Teeuw, A. 1978. Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori
Sastra). Bandung: Pustaka Jaya Girimukti Pustaka.