Serambi Soekarno
tersebut terletak di Rumah Biara Santo Yosef.
Dalam sejarahnya,
sebagaimana tertulis dalam prasasti di tempat tersebut, di rumah biara itu Bung
Karno, selama masa pembuangannya di Ende pada 14 Januari 1934-18 Oktober 1938,
telah mengisi waktu untuk membaca berbagai buku dan majalah.
Selain itu, Bung Karno juga berkonsultasi tentang rencana dan jadwal pementasan
tonil hasil karyanya, serta kerap bertukar pikiran dan berbincang-bincang akrab
dengan para biarawan, khususnya dua misionaris asal Belanda, Pater Geradus
Huijtink dan Pater Joannes Bouma.
Keduanya diketahui
menaruh simpati pada cita-cita perjuangan Bung Karno.
"Sebagai teman
diskusi, lalu meminjam buku pada pastor. Sampai-sampai kalau pastor
berhalangan, kunci kamarnya diserahkan kepada Soekarno," ujar Uskup Agung
Keuskupan Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, yang memberikan
penjelasan kepada Jokowi sebagaimana dilansir siaran pers Sekretariat Presiden.
Keakraban dan
persahabatan Bung Karno dengan kedua biarawan tersebut juga tampak pada sebuah
lukisan di mana ketiganya digambarkan sedang berbincang sambil berjalan.
Menurut Vincentius,
kedua biarawan tersebut sangat menghormati Bung Karno, dan memanggilnya dengan
sapaan "Tuan Presiden" bahkan sebelum Bung Karno menjadi Presiden
Republik Indonesia.
"Keduanya kalau
jalan dengan Soekarno, tahun 1930-an, itu selalu menyapa Soekarno dengan 'Tuan
Presiden', 'Bapak jalan sebelah kanan karena Bapak Tuan Presiden,'"
ungkapnya menirukan dialog para biarawan dengan Bung Karno.
Serambi Soekarno
sendiri diresmikan pada 14 Januari 2019 lalu, bertepatan dengan momen mengenang
85 tahun Bung Karno menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Ende sebagai
tempat pengasingannya.
Dari pengasingannya di Ende, lahirlah
pemikiran-pemikiran Bung Karno yang kemudian menjadi dasar negara Indonesia
yakni Pancasila. ***kompas.com