Sang gadis, Zakia
berlatar belakang Sunni, dari etnis Tajik. Sementara, pria pujaan hatinya
menganut aliran Syiah dari suku Hazara.
Kisah mereka
mengingatkan pada roman cinta Romeo dan Juliet karya Shakespeare, yang berakhir
tragis akibat permusuhan sengit dua keluarga: Montague dan Capulet.
Kisah Zakia dan Ali diungkapkan dalam sebuah buku, 'The Lovers' (Amazon) |
Rod Nordland, seorang
jurnalis yang menemukan pasangan asal Afghanistan itu mengatakan, di negara yang terkoyak
konflik tersebut, risiko bagi keduanya sungguh mengerikan. Mereka bisa menjadi
target apa yang dinamakan 'honor killing' -- pembunuhan atas nama
kehormatan.
"Aku tak akan
heran jika di akhir kisah, keluarga sang gadis akan muncul pada malam buta,
menariknya dari tempat pelarian," tulis dia dalam buku terbarunya, 'The
Lovers', seperti dikutip dari CNN,
Selasa (7/6/2022).
"Biasanya seperti
itu lah akhirnya. Namun, aku ternyata salah."
Zakia dan Ali melarikan
diri dari rumah, tanpa masa depan yang jelas. Namun, sejauh ini mereka
selamat.
"Mereka buta
huruf," kata Nordland kepada jurnalis CNN Christiane Amanpour.
"Keduanya tak pernah sekolah."
Namun, Nordland mengaku
terkejut saat mengetahui bagaimana puisi dan susunan kata-kata penuh makna di
dalamnya mempengaruhi Zakia dan Ali.
"Mereka tak membacanya. Musik-musik populer lah yang mengenalkan keduanya
pada puisi.
Dalam bukunya, Nordland
menulis bahwa nada dering pada ponsel Ali adalah lagu cinta berbahasa Pashto --
bahasa resmi Afghanistan.
"Come here, my little flower, come!
Let me tear open my breast
And show you my own heart, naked!"
Atau terjemahan bebasnya:
Datanglah kemari, bunga kecilku!
Izinkan aku membelah dadaku
Untuk menunjukkan padamu jantung hatiku, yang telanjang!
"Ali merayu Zakia dengan puisi yang ia lantunkan, kata-kata dari lirik
lagu. Juga kisah-kisah lama Persia, yang bahkan telah ada sebelum Injil
muncul," kata Nordland, yang mengaku tersentuh dengan fakta itu.
Demi cinta, Zakia dan Ali melarikan diri dari orangtua dan keluarga mereka (BBC) |
Ancaman Mati
Konsekuensi Serius
Awalnya, Zakia ragu
menerima lamaran Ali. Ia tahu, pernikahan seperti itu tabu lagi bahaya.
Kabur bersama seorang
pria Syiah dari etnis Hazara, itu berarti ia akan dianggap menghancurkan
kehormatan keluarga. "100 persen yakin, mereka akan
membunuhku," kata dia.
Nordland menambahkan,
di Afghanistan, jika seorang pria membunuh anggota keluarga
perempuan atas nama kehormatan, maka hukuman yang dijatuhkan maksimal 2 tahun.
"Ada kasus di mana
keluarga menunggu 6-8 tahun. Mereka berpura-pura telah berdamai, namun saat
semua orang melupakan perselisihan tersebut, mereka membunuh gadis itu."
Baik Zakia dan Ali
memutuskan kabur setelah orangtua mereka mengetahui hubungan cinta keduanya.
Ayah Zakia marah bukan
kepalang. "Aku bersumpah, dengan segala cara, aku akan membawa pulang
putriku," kata dia, seperti ditulis Nordland. "Dia adalah
bagian hidupku, ibarat tangan dan kakiku, tak mungkin aku merestuinya dengan
lelaki itu."
Namun, daripada pulang
ke rumah orangtuanya, Zakia memilih bersama Ali yang lembut dan
memperlakukannya dengan baik. "Sangat sulit," kata perempuan itu.
"Semua orang dalam keluargaku menentang."
Puisi-puisi merekatkan
hubungan mereka. Zakia mengaku, untaian kata-kata itu meningkatkan
keberaniannya.
"Hari-hari itu
sungguh dingin, namun, ia tetap menemuiku. Meski aku melarangnya datang, ia tetap
muncul dan melantunkan puisi."
Setelah menuliskan
kisah keduanya di New York Times, Nordland membuat 'Romeo dan Juliet'
Afghanistan itu terkenal.
"Mereka menjadi
semacam pahlawan bagi generasinya. Sebab, bukan mereka saja yang jatuh
cinta," kata Nordland.
Namun, bahaya belum
berlalu. Bisa jadi anggota keluarga yang tak rela membunuh mereka. Dan
pelakunya tak akan dihukum berat.
Meski memenuhi 4 dari 5
syarat permohonan suaka, keduanya belum bersedia risiko menyeberangi Laut Aegea
menuju Eropa -- di mana mereka bisa mengajukan permohonan suaka. "Hukum
tak memungkinkan mereka melakukannya."
Apalagi, Zakia dan Ali
sudah punya anak, seorang bayi perempuan berusia setahun bernama Ruqia.
Saat melihat foto Aylan Kurdi -- bocah cilik yang jasadnya tersapu
ke pantai Turki, keduanya memutuskan tak akan menjadi pencari suaka. Demi
keselamatan putri mereka.