Provinsi NTT yang
memiliki jumlah penduduk sekitar 5,49 juta jiwa, sebagian besar penduduk
berpenghasilan dari bertani, beternak dan juga melaut. Secara keseluruhan luas
tanah pertanian di Provinsi NTT adalah 5.089.998 hektare, dari luas tersebut
lahan pertanian yang bukan sawah luasnya 3.852.726 Ha. Berdasarkan hal ini, NTT
memiliki potensi lahan pertanian yang masih sangat luas. Tantangannya adalah
kondisi alam yang berbukit kapur dan karang serta iklim kering yang panjang (8
bulan dalam setahun) menyebabkan rendahnya curah hujan dan kelangkaan sumber air,
menjadikan hampir sebagian besar lahan pertanian merupakan lahan kering.
Sebagai provinsi yang
secara agroecological termasuk kawasan lahan kering beriklim kering,
jagung menjadi salah satu komoditi priotitas dan andalan bagi masyarakat NTT.
Pemerintah NTT berupaya meningkatkan produksi jagung di NTT, namun hasil
pertanian belum mencukupi kebutuhan pangan penduduk sehingga masih mendatangkan
dari luar. Sisi lain, Provinsi NTT juga memiliki potensi yang besar sebagai
penghasil ternak sapi dengan populasi mencapai 1.188.982 ekor. “Pemerintah
Provinsi NTT telah mengembangkan model Integrasi Jagung-Ternak, yang dikenal
dengan Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) sejak tahun 2019,” jelas Viktor Laiskodat
di kantornya dalam pertemuan dengan Lemhannas RI, 22 Agustus 2022. Ditambahkan,
TJPS adalah inovasi dan platform pembangunan pertanian lokal spesifik
Provinsi NTT dan merupakan awal menuju pertanian terpadu (Integrated Farming
System/IFS).
Program TJPS saat ini
sudah bergerak di lapangan dengan sasaran utama 16 kabupaten, dimana kabupaten
tersebut masuk dalam katagori sangat miskin. Program TJPS melibatkan kurang
lebih 26.000 petani. Fokus dari program ini yaitu pada Kabupaten dengan tingkat
kemiskinan tinggi di dalam zona merah seperti Pulau Sumba, Pulau Timor,
sejumlah Kabupaten di Pulau Flores, dan Alor. Penerapan TJPS dilakukan melalui
kolaborasi beberapa komponen strategis yaitu: teknologi budidaya jagung,
teknologi pemeliharaan ternak, teknologi budidaya tanaman pakan ternak,
teknologi ransum pakan ternak, manajemen TJPS, penguatan wirausahawan mandiri
dalam manajemen dan penguasaan teknologi, pendampingan teknis dan kelembagaan
pendukung bisnis jagung dan ternak.
Pelaksanaannya sedang berjalan
di beberapa Kabupaten di Provinsi NTT. Sebanyak 70 desa di 7 (tujuh) Kabupaten
yang sudah tersentuh program ini.. Luas area lahan tanam meningkat di tahun
2020 menjadi 10.000 hektar dari 2400 hektar di 16 Kabupaten. Jumlah
petani yang ikut serta dalam program ini terus meningkat dari sebesar 2400
Kepala Keluarga (KK) tahun 2019, menjadi 11.732 KK tahun 2020, 13.082 KK pada
tahun 2021, dan 45.488 KK pada tahun 2022. Hal ini juga terlihat nilai
penerimaan petani kurun waktu 2019-2021 sejumlah Rp.143.23M, rata rata
meningkat setiap tahunnya.
Lepas dari semua itu,
TJPS ini harus disikapi dengan terus menerus menyempurnakan pelaksanaan
programnya. Dari hasil peninjauan dilapangan dan testimoni petani pelaksana
program TJPS di 2 lokasi yaitu Desa Tuatuka dan Desa Baumata Utara, Kabupaten
Kupang, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian.
Pertama, belum
tersedianya infrastruktur pengairan yang mendukung peningkatan produksi petani.
Kedua, belum
tersedianya industri perbenihan/pembibitan untuk mempercepat kapasitas
produksi.
Ketiga, keamanan dan
cadangan pangan, melalui penanganan distribusi, keamanan, akses, yang sekarang
belum optimal. Diperlukan penataan dan perbaikan rantai tata niaga dengan
menyederhanakan atau memperpendek rantai.
Keempat, kemampuan dan
kapasitas petani dan peternak dalam bidang kewirausahaan perlu ditingkatkan.
Di samping itu, dalam
audiensi penulis dengan Uskup Agung Keuskupan Kupang, Mgr. Petrus Turang pada
25 Agustus 2022, dikemukakan bahwa para petani sebetulnya adalah mereka yang
tak sulit untuk diarahkan dan dibimbing.
Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, penulis (kedua dari kanan) dan Presidium DPD Wanita Katolik Kupang. |
“Pemerintah sangat perlu memberi perhatian
kepada petani, karena merekalah tumpuan dan sumber tersedianya bahan makanan
kita sehari-hari,” kata Mgr. Turang. Uskup juga menambahkan untuk mampu
menyejahterakan masyarakat dan keluar dari kemiskinan, hanya tiga hal yang
perlu diprioritaskan saat ini yakni air, listrik dan jalan.
Selain strategi Penta
Helix, kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, akademisi, media dan komunitas,
maka beberapa hal yang perlu untuk dipertimbangkan di antaranya adalah program
TPJS dimasukkan dalam Peraturan Daerah (Perda) sehingga didukung perangkat
hukum yang lebih tinggi dari Peraturan Gubernur. Dengan demikian program ini
dapat dilakukan secara berkesinambungan, meskipun gubernurnya berganti. Perlu
juga melibatkan lebih banyak lembaga keuangan/bank dalam memberi akses kepada
petani untuk memperoleh pinjaman uang serta koperasi sebagai off taker.
Hal ini mengingat koperasi yang dimiliki petani di desa-desa relatif banyak.
Terpenting juga adalah dukungan terhadap sarana alat-alat mesin pertanian dan
peningkatan intensitas pelatihan dan pendampingan bagi para petani.
Mathilda AMW Birowo dari
Kupang, NTT