Intervensi Politik di Dunia Pendidikan (Catatan Bunga Rampai Jalan Setapak)

Intervensi Politik di Dunia Pendidikan (Catatan Bunga Rampai Jalan Setapak)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Sejatinya, pendidikan adalah instrumen yang terstruktur dan terencana untuk merubah peradaban dunia yang lebih baik. Selain itu, pendidikan sebagai wadah untuk menghilangkan kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.

Pendidikan menjadi penopang dalam perkembangan sebuah bangsa. “Senjata paling ampuh untuk merubah peradaban dunia adalah pendidikan,” kata Nelson Mandela.

Realitasnya, pemahaman pendidikan hanya sebatas duduk, mendengarkan, pulang sekolah. Begitulah kira-kira gambaran kecilnya.

Hal ini dialami oleh penulis sendiri dengan kawan-kawan yang berada di sekitarnya. Dalam bukunya, Eko Prasetyo menyatakan bahwa ilmu pengetahuan (pendidikan) seperti kue yang di bungkus rapi, siap saji dan siap untuk dinikmati. Seorang pendidik memberikan pemahaman bahwa semua rasa kue sama. Hal ini membuat peserta didik kehilangan  perbedaan rasa maupun rangsangan terhadap pengetahuan.

Ilmu pengetahuan dikemas sedemikian rupa dan membuat perannya terabaikan dari kondisi sosial. Kejadian ini menyebabkan ketumpulan kritis berpikir. Padahal ilmu pengetahuan untuk menumbuhkan berpikir kritis dan terarah akan kondisi sosial. Proses seperti itulah yang membuat peserta didik jenuh dan terbelenggu akan pengetahuan. 

Pendidikan di Indonesia sendiri begitu banyak intervensi politiknya. Bisa dilihat dari setiap pergantian menteri akan berganti kebijakannya. Bahkan sangat jelas pergantian kurikulum yang terjadi pada pendidikan Indonesia tidak sampai satu dekada (baca: Darmanigtyas).

Mulai dari awal orde lama yakni kurikulum 1947 atau di sebut Rentjana Pelajaran yang titik penekanan pembelajarannya kepada pembentukan karakter manusia merdeka, berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.

Pembentukan kurikulum ini disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia pada awal kemerdekaan. Pada waktu itu kementrian P dan K adalah Ali Satroamidjojo. Tidak lama berselang, pada tahun 1952 kurikulum 1947 diganti dengan Kurikulum 1952 atau di sebut dengan rentjana pelajaran terurai yang merupakan kelanjutan dari sebelumnya.

Pada waktu itu menteri yang menjabat adalah Bahder Djohan. Kurikulum ini menkankan untuk setiap mata pelajaran akan dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Setiap guru pada kurikulum ini mempunyai hak untuk mengajar satu mata pelajaran. 

Pada masa orde baru berjalan banyak terjadi pergantian kurikulum. Mulai dari pergantian kurikulum 1964 yang merupakan produk orde lama dan kemudian digantikan dengan kurikulum 1968. Orientasi dari pergantian sangat jelas bahwa pendidikan Indonesia mengandung intervensi politik masa itu.

Kurikulum 1968 sebagai penjabaran dari kurikulum 1964 dari Pancawardhana menjadi Pembinaan Jiwa Pancasila, Pengetahuan dasar dan kecakapan khusus. Titik penekanan dari kurikulum ini untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama (Hernawan, 2008).

Kurikulim ini sejatinya produk awal orde baru yang berkuasa menggantikan penguasa orde lama. Jika di uraikan, pergantian kurikulum sudah terjadi 10 kali yakni pada tahun 1947, 1952, 1964,1968,1975,1984,1994, 2004, 2006 dan 2013. 

Menarik buat dikaji bersama sebagai refleksi sejarah kelam pendidikan Indonesia. Kita, lihat saja bagaimana perubahan kurikulum 1968 digantikan kurikulum 1975.

Kurikulum 1968 memberikan pemahaman materi berupa Pendidikan Budhi Pekerti dan Civic (Kewarganegaraan).  Pada tahun 1975, menteri P dan K (saat ini Kemendikbud) Daud Yusuf menggantikan kedua materi pendidikan pada kurikulum sebelumnya yakni dengan Pendidikan Agama dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

Perbedaan keduanya sangat jelas untuk dikaji. Pendidikan Budhi Pekerti menjelaskan kepada peserta didik akan adanya perbedaan agama yang ada di Indonesia. Peserta didik bisa belajar semua agama dengan berlandaskan dan berpegang teguh terhadap agama yang dianut. Penganut agama islam bisa mengikuti pelajaran di agama lain begitu juga sebaliknya.

Dalam pendidikan Agama (Kurikulum 1975) materi pembelajaran disesuaikan dengan agama masing-masing. Sehingga hal ini menunjukkan adanya pembatas dan ruang gerak peserta didik menjadi lebih sempit.

Pembelajaran materi civic (kurikulum 1975) memberikan pemahaman akan hak dan kewajiban warga negara dan negara. Peserta didik dengan pembelajaran ini akan lebih mudah untuk berpikir kritis terhadap keadaan bangsa.

Ruang geraknya pun menjadi lebih luas dengan cakrawala berpikirnya. Sedangkan dalam Pendidikan Moral Pancasila (PMP) seorang peserta didik diajarkan untuk patuh dan tunduk terhadap negara. Cakrawala berpikir peserta didik seperti ini akan tumpul dan ruang geraknya pun akan terasa lebih berat dari sebelumnya. Padahal dalam UUD 45 pasal 28 hak warga negara dan penduduk untuk  berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya.

Hak warga negara dirinci lagi dalam pasal 28 D ayat 1 yang menyatakan bahwa hak warga negara merdeka dalam berpikir dan hati nurani, hak beragama, dan hak untuk tidak diperbudak. Pergantian setiap kurikulum tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penguasa yang berkuasa agar tidak ada yang mampu meredam kekuasaan yang di tangguhkan.

Pergantian materi pembelajaran dalam setiap perubahan kurikulum tentunya memiliki dampak akan sikap kritis peserta didik. Refleksi kurikulum dari tahun-tahun sebelumnya tidak mampu membebaskan berpikir peserta didik.

Pergantian kurikulum tentunya akan membuat peserta didik bosan dalam menerima pembelajaran karena keterbatasan akan ruang gerak dan berpikir peserta didik. Kita lihat saja bagaiamana proses pembelajaran di sekolah-sekolah. Interaksi yang ditawarkan di dalamnya hanya berupa pemberian materi tanpa adanya timbal balik (respon) peserta didik.

Di situlah sistem pendidikan yang membosankan terbentuk dengan intervensi Politik penguasa.

Presiden Jokowi Widodo mengumumkan susunan kabinetnya yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta (Kompas.com Rabu, 23/10/2019). Susunan kabinet tersebut sebagian adalah anak baru untuk perpolitikan Indonesia.

Kita lihat saja Menteri Pendidikan (Kemendikbud) Nadiem Makarim. Beliau lulusan Harvard University yang mendirikan aplikasi ojek online (Gojek). Sebelumnya beliau tidak terjun dalam dunia pemerintahan. Latar belakang Nadiem Makarim sebagai pendiri startup gojek sama sekali tidak memiliki catatan memuaskan dalam pendidikan Indonesia.

Jalannya pendidikan untuk lima tahun ke depan perlu dipertanyakan. Sistem pendidikan baru sudah mencuat di media sosial mulai dari kuliah hanya lima semester dan penghapusan skripsi yang terfokus hanya pada KKN. 

Jokowi memberikan mandat Kemendikbud kepada Nadiem Makarim bukan tanpa alasan. Dilansir dari Kompas.com salah satu alasan Jokowi memilih beliau karena melihat dari latar belakangnya sebagai CEO Gojek. Hal itu menjadi modal utama untuk mengembangkan teknologi dalam pendidikan yang sesuai dengan revolusi 4.0.

Alasan yang dikemukakan sepertinya perlu untuk dipertanyakan lebih lanjut. Bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dijalankan, ada nuansa intervensi. 

Sistem pendidikan Indonesia dari setiap berjalannya pemerintahan (bergantinya pemerintahan) selalu berubah apalagi persoalan yang keterkaitannya dengan kurikulum. Kurikulum dalam pandangan beliau adalah cara penyampaian interaksi secara aktif bukan pasif. Hal ini menandakan gebrakan beliau ini akan membuat suasana kelas lebih ramai dengan diskusi yang tidak membosankan karena adanya interaksi dari dua belah pihak siswa dan guru. Dalam bahasanya Paulo Freire: dialog aktif.

***

Harekain, 18 September 2022

Penimba Inspirasi Jalan Setapak Pendidikan Kabupaten Malaka, NTT



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama