Dalam Rapat tersebut
memberi teguran keras kepada Nadiem Makarim terkair
400 Tim Bayangan di Kemendibudristek
serta Tunjangan Guru di daerah terpencil
yang hingga kinimasih banyak belum dibayar.
"Kemudian, kami
dengar di PBB, Anda dengan bangganya mengatakan ada 400 tim bayangan.
Pertanyaan saya, Tim Bayangan yang Anda katakan dengan
bangganya di sana itu, apa dampak positifnya untuk Indonesia?" tanya Anita Gah.
"Terus 400 Tim
Bayangan itu apa kebanggaannya? Apa yang mereka lakukan sampai kita itu harus
bangga dengan Anda, Pak Menteri?" lanjut Anita Gah.
Selain menyoroti soal
nasib para guru dan 400 Tim Bayangan, Anita Gah juga
mempertanyakan tentang laporan penggunaan Anggaran APBN 2021-2022.
Dalam Rapat
tersebut Anita Gah mengkritik Nadiem Makarim yang
mendapat tepuk tangan di hadapan PBB.
Namun, Anita Gah tak
merasa bangga dengan hal itu karena kenyataannya di Indonesia masih banyak guru
yang belum sejahtera dan belum digaji.
"Sampai hari ini,
Pak, masih banyak guru-guru yang menangis. Kapan kami terima gaji? Kami makan
apa ini?" kata Anita.
"Itu yang harus
Anda dengar kalau ingin ditepuk tangani oleh seluruh rakyat Indonesia,"
tegas Anita Gah.
Menanggapi
kritikan Anita Gah, Mendikbudristek Nadiem Makarim menjelaskan,
sebenarnya 400 orang tersebut bertugas sebagai product manager, software
engineer, dan data scientist.
"Mungkin saya ada sedikit kesalahan dalam menggunakan frasa 'Shadow
organization'. Organisasi ini adalah mirroring terhadap Kementrian kami, yang
artinya setiap Direktur Jendral dapat menggunakan mirroring tim untuk mendorong
kebijakan Kementrian melalui platform teknologi," kata Nadiem, dikutip
dari YouTube Tribunnews.
Ia mengatakan, tim ini
adalah vendor yang bekerja dan berada di bawah kontrak langsung BUMN.
“Jadi, inovasinya itu
bukan meluncurkan produk, tapi cara kerja birokrasi kami. Bahwa, di Kemendikbud
kami memperlakukan mereka tidak seperti vendor. Walaupun secara kontekstual,
mereka adalah vendor yang bekerja dari rumah, dan memiliki kontrak langsung di
bawah PT Telkom Indonesia,” kata Nadiem.
Menurut Nadiem jika
semua Kementerian memiliki tim teknologi yang bisa jadi mitra, maka bisa
meluncurkan aplikasi gratis.
Minta Laporan Realisasi
APBN
Pada kesempatan
itu, Anita Gah meminta laporan data realisasi
APBN Kemendikbudristek.
"Tolong data
realisasi APBN yang kita pernah minta itu diberikan. Semua program kerja,
termasuk dana transfer ke daerah, itu tidak perlu ditutup juga kepada kami
anggota dewan. Karena setelah kami setujui dana itu ditransfer, supaya kami
bisa mengetahui Pemerintah daerah kami itu menggunakan APBN dengan bertanggung
jawab atau tidak," kata Anita.
"Tunjangan khusus
daerah terpencil itu pak, masih banyak yang belum dapet 3-6 bulan,"
tambahnya.
Anita mempertanyakan
anggaran APBN yang mencapai triliunan rupiah itu tidak pernah sampai pada para
guru di daerah terpencil.
Setelah membandingkan
kebanggaan Nadiem Makarim di hadapan PBB dengan
kenyataan di lapangan, Anita mengatakan sakit hati dengan adanya 400 tim
bayangan Kemendikbudristek, yang dinilai tak memberi perubahan yang lebih baik.
"Kalau 400 tim
bayangan itu hanya mengacaukan anggaran APBN, untuk apa Anda bangga dengan itu,
Pak Menteri?" tanya Anita Gah pada Nadiem Makarim yang
hanya diam menunduk.
Tunjangan Profesi Guru, PIP, KIP
Setelah itu, Anita Gah meminta
Nadiem untuk memperhatikan tunjangan profesi guru, PIP, dan KIP (Kartu
Indonesia Pintar).
Selait itu Anita Gah juga
menanyakan apakah Nadiem Makarim mengetahui
berapa jumlah mahasiswa miskin yang sudah dan belum mendapat KIP.
"Kenyataannya
masih banyak masyarakat miskin anaknya tidak bisa dapat PIP. Banyak mahasiwa
miskin yang saat ini menangis tidak dapat KIP kuliah," kata Anita Gah.
"Lha, terus
program ini untuk siapa?"
"Seharusnya,
semakin bertambahnya tahun dan program yang diberikan, harusnya semakin banyak
dong anak miskin yang jadi sarjana, ini masih banyak kok yang tidak bisa jadi
sarjana karena tidak merasakan KIP kuliah ini dengan segala macam aturan,"
kata Anita Gah sebelum menutup kritikannya
terhadap Mendikbudristek Nadiem Makarim.
***
(Tribunnews.com/Yunita
Rahmayanti/Fahdi Fahlevi, Adi Suhendi)
.