Hal itu tertuang dalam PN Jaktim yang dilansir website Mahkamah Agung (MA),
Rabu (14/9/2022). Disebutkan pengantin pria beragama Katolik inisial AT dan
pengantin perempuan beragama Protestan inisial A. Keduanya telah menikah di
Gereja Katedral, Jakarta, pada 14 Mei 2022. Setelah itu, mereka melakukan
upacara pernikahan secara adat Batak di Jakarta Utara.
Keduanya menyatakan
perkawinan atas dasar kehendak dan kesepakatan Para Pemohon sendiri dan
masing-masing orang tua dari Para Pemohon tidak keberatan kalau Pemohon I dan
Pemohon II melangsungkan perkawinan beda agama yaitu antara Katolik dan
Kristen. Hal itu Berdasarkan pasal 28B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan kalau
setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah, dimana ketentuan ini pun sejalan dengan Pasal 29 UUD 1945
tentang dijaminnya oleh Negara kemerdekaan bagi setiap Warga Negara untuk
memeluk Agamanya masing-masing, sehingga berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut mengandung pengertian setiap orang mendapatkan jaminan oleh Negara
dalam memeluk dan menjalankan agamanya.
Masalah mulai muncul
saat keduanya akan mendaftarkan peristiwa itu ke Dukcapil Jakarta Timur. Mereka
menolak mencatat karena pernikahan beda agama dicatat harus atas seizin
pengadilan. Alhasil, keduanya meminta penetapan ke PN Jaktim dan dikabulkan.
"Memerintahkan
kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Timur
untuk melakukan pencatatan tentang Perkawinan Beda Agama Para Pemohon tersebut
di atas ke dalam Register Pencatatan Perkawinan," demikian bunyi penetapan
hakim tunggal Halomoan Ervin Frans Sihaloho.
Demikian pertimbangan
Halomoan Ervin Frans Sihaloho mengapa mengabulkan permohonan itu:
1. Berdasarkan uraian-uraian pertimbangan
sebelumnya dan dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut di atas, dalam
UU Nomor 1 Tahun 1974 tidak diatur kalau calon suami dan calon isteri yang
memiliki keyakinan agama berbeda merupakan larangan perkawinan.
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidaklah melarang terjadinya perkawinan di
antara mereka yang berbeda agama.
3.
Berdasarkan pasal 28B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan kalau setiap orang berhak
untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah,
dimana ketentuan ini pun sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya
oleh Negara kemerdekaan bagi setiap Warga Negara untuk memeluk Agamanya
masing-masing.
4.
Pemohon sendiri saling mencintai dan para Pemohon bersepakat untuk membentuk
perkawinan/rumah tangga yang kekal dan bahagia , di mana keinginan mereka
tersebut telah mendapat restu dari kedua keluarga besar mereka masing-masing.
5.
Pada dasarnya keinginan para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan dengan
berbeda agama tidaklah merupakan larangan berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974.
6.
Pembentukan suatu rumah tangga melalui perkawinan adalah merupakan Hak Asasi
para Pemohon sebagai Warga Negara serta Hak Asasi para Pemohon untuk tetap
mempertahankan agamanya masing-masing, maka ketentuan dalam pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang sahnya suatu perkawinan, apabila
dilakukan menurut tata cara agama atau kepercayaan yang dianut oleh calon
pasangan suami isteri in casu hal ini tidak mungkin dilakukan oleh para Pemohon
yang memiliki perbedaan agama.
7.
Tentang tata cara perkawinan menurut agama dan kepercayaan yang tidak mungkin
dilakukan oleh para Pemohon karena adanya perbedaan agama, maka ketentuan dalam
pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 memberikan
kemungkinan dapat dilaksanakannya perkawinan tersebut. Di mana dalam ketentuan
pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ditegaskan 'dengan
mengindahkan tata cara perkawinan menurut masing-masing hukum Agamanya dan
Kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dengan
dihadiri 2 (dua) orang saksi'.
8.
Maksud dan tujuan para pemohon untuk mengajukan permohonan izin perkawinan beda
agama hanyalah semata-mata untuk kepentingan Para Pemohon sendiri dan tidak
mengganggu ketertiban umum dalam lingkungan masyarakat sekitarnya dan tidak
bertentangan dengan norma-norma hukum yang ada maka tidak ada alasan untuk
tidak mengabulkan Permohonan Para Pemohon.
Sebagaimana diketahui,
sebelumnya sejumlah pengadilan juga membuat penetapan serupa, yakni PN Jaksel,
PN Surabaya, dan PN Pontianak.*** detik.com