Polisi menghentikan kendaraan yang memasuki jalur khusus Transjakarta saat Operasi Zebra Jaya 2021 di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A |
Bagi Anda pengendara
yang tertib berlalu-lintas tak perlu waswas. Sebab menurut Kepala Korps Lalu
Lintas (Korlantas) Polri Irjen. Pol. Firman Shantyabudi, polisi tak semata-mata
mengejar pemberlakukan tilang
semata.
"Mindset kita
harus diubah, polisi bukan sosok yang menakutkan. Bukan menilang yang mau kita
kejar, tapi bagaimana masyarakat tertib," kata Firman di Rupatama Mabes
Polri, Jumat (30/9/22).
Meski demikian, apabila
merasa sudah tertib tetapi ternyata kealpaan membuat kita kena tilang,
bagaimana menghadapinya? Ini pengalaman saya.
Saya pernah kena tilang
di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Kronologinya, Selasa (6/9/2022), saya mau
pulang usai liputan melalui Jalan HOS. Cokroaminoto dari arah Taman Menteng
menuju ke Jalan Imam Bonjol menggunakan sepeda motor.
Di perempatan kedua
jalan tersebut, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) alias lampu lalu
lintas menunjukkan warna merah. Akan tetapi karena saya acap membaca marka
"Belok Kiri Jalan Terus" di sejumlah lampu merah, maka saya lanjut
belok kiri tanpa menghiraukan isyarat lampu.
Alhasil, baru saja
belok saya sudah ditunggu seorang polisi. Pak Polisi mengisyaratkan saya untuk
berhenti sekitar pukul 13.30 WIB. Rupanya saya dinyatakan melanggar APILL.
Menurut Pak Polisi,
saya mestinya berhenti saat lampu berwarna merah. Tetapi saya membela diri
bahwa biasanya "Belok Kiri Jalan Terus". Menurutnya hal itu tak
berlaku di sejumlah titik APILL.
Saya dibawa ke depan
pos polisi untuk duduk, sedangkan Pak Polisi hendak menulis surat tilang. Saya
minta ditunjukkan apa kesalahan saya. Lalu Pak Polisi menunjukkan tabel yang
berisikan jenis pelanggaran dan dendanya. Berikut pelanggarannya:
Pasal 287 ayat (1) jo Pasal 106 ayat (4) huruf c: Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan lampu lalu lintas.
Tabel pelanggaran lalu lintas berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan |
Di pasal 287 ayat 1 UU
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), memang
pelanggar rambu lalu lintas dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda
paling banyak Rp 500 ribu.
Setelah saya googling singkat
soal pelanggaran belok kiri langsungrupanya hal itu tertera di pasal 112 ayat
3. Aturan belok kiri langsung pada persimpangan memang sempat dibolehkan pada
UU sebelumnya yakni Nomor 14/1992 tentang LLAJ. Namun rezim itu telah diubah
menjadi UU Nomor 22/2009:
Pada persimpangan Jalan
yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang
langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
- Pasal 112 ayat 3
"Jadi mau gimana
ini?" tanya Pak Polisi seraya bersiap-siap menulis surat tilang.
Karena merasa bersalah,
saya memutuskan untuk meminta surat tilang berwarna biru. Surat tilang ini
menandakan bahwa saya mengakui pelanggaran dan tak perlu melakukan sidang.
"Tilang saja sesuai
pelanggarannya, sebagai pembelajaran saya juga," jawab saya.
Sebenarnya, ada satu
surat tilang lagi yang bisa diberikan ke pengendara yakni berwarna merah. Surat
ini menandakan bahwa seseorang merasa tak melakukan pelanggaran sehingga bisa
membela diri di pengadilan.
Saya sebenarnya agak
sayang dengan uang di kantong apabila memang kena denda Rp 500 ribu. Namun di
aturan yang tertera, denda Rp 500 ribu itu adalah denda maksimal. Pak Polisi
menjelaskan bahwa denda maksimal biasanya dibayarkan apabila pelanggar ingin
mengambil barang bukti (SIM/STNK) yang sudah disita secara langsung tanpa
menunggu sidang.
Mengambil Barang Bukti
Saya memutuskan untuk
membayar denda tilang setelah sidang berlangsung saja. Pak Polisi memberi slip
tilang biru dan menjadwalkan untuk mengambil barang bukti SIM C saya, Jumat (16/9/2022), di
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
"Hati-hati di
jalan," kata Pak Polisi seraya mempersilakan saya untuk melanjutkan
perjalanan.
Di rumah, saya mengecek
semua prosedur yang mesti dilakukan untuk mengambil barang bukti tilang dari
informasi yang tersebar di internet.
Rupanya, data
penilangan telah didigitalisasi dan bisa dicek langsung melalui tilang.kejaksaan.go.id
atau etilang.info beberapa
hari setelahnya dengan memasukkan nomor berkas tilang yang ada di sudut kiri
bawah slip tilang. Di sana, tertulis data pelanggaran, petugas yang menilang,
dan berapa nominal denda yang mesti dibayarkan atas pelanggaran yang dilakukan.
Meski begitu, saat
dicek beberapa hari setelah penilangan, denda tilang yang tertulis di situs
tersebut biasanya masih nominal denda maksimal atau uang titipan denda. Hal ini
terjadi karena berkas kasus tilang masih belum disidangkan.
Setelah membaca riset
di internet, para pelanggar baru akan mengetahui denda setelah putusan
sidang—yang merupakan denda sesungguhnya sesuai pelanggaran yang diperbuat dan
biasanya lebih kecil—pada hari H pengambilan barang bukti.
Denda tilang sesudah putusan sidang di tilang.kejaksaan.go.id. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan |
Benar saja, pada Jumat
(16/9/2022) saat sampai di Kejari Jakpus dan mengecek situs
tilang.kejaksaan.go.id pukul 10.02 WIB, denda atas pelanggaran saya dua pekan
ke belakang adalah Rp 100 ribu atau hanya 20 persen dari denda maksimal.
Usai mengetahui nominal
denda yang mesti dibayar, baiknya lakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum
mengantre di kejari agar di loket tilang nanti hanya tinggal mengambil barang
bukti saja.
Pembayaran bisa
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui minimarket, Tokopedia,
Bukalapak, maupun mobile banking. Untuk pembayaran selengkapnya, Anda bisa baca
detailnya di sini.
Hindari membayar di
minimarket dekat Kejari Jakpus, sebab saat saya mampir di sana, puluhan
pelanggar sudah mengantre membayar lewat layanan pembayaran yang disediakan di
toko modern tersebut.
Saya memilih membayar
menggunakan M-Banking Mandiri. Caranya dengan login ke Livin' by Mandiri, lalu
pilih Pembayaran kemudian klik Pajak atau Penerimaan Negara. Pilih
Pajak/PNBP/Cukai lalu masukkan 15 (lima belas) digit Kode Billing.
Setelah dibayar, akan
muncul status pembayaran di tilang.kejaksaan.go.id. Unduh struk bukti
pembayaran tersebut yang disimpan dalam bentuk file pdf.
Anda bisa mencetak dan
melampirkan bukti pembayaran dengan slip tilang; atau bisa juga menyimpannya di
handphone lalu menunjukkan bukti pembayaran dari HP ke petugas saat mengambil
barang bukti tilang di loket.
Cara pertama di atas
lebih direkomendasikan karena petugas akan langsung mengecek bukti pembayaran
yang Anda lampirkan tanpa perlu memverifikasi bukti. Namun, pantauan di Kejari
Jakpus, beberapa pelanggar lain bisa menggunakan cara kedua dengan menampilkan
HP ke petugas di loket untuk dilihat bukti pembayaran digitalnya.
Surat bukti pembayaran tilang e-tilang Kejaksaan RI. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan |
Setelahnya, barang
bukti tilang seperti SIM atau STNK bisa diambil di loket tilang. Berdasarkan
pengalaman saya, proses tersebut selesai tak sampai 10 menit mulai dari
penyerahan slip tilang dan bukti pembayaran, menunggu antrean, hingga mengambil
SIM C di loket.
Uang Titipan Denda
Ada satu prosedur lagi
sebenarnya yang bisa dilakukan untuk mengambil barang bukti (SIM/STNK) tilang
yang disita, yakni dengan membayarkan uang titipan denda melalui transfer ke
Bank BRI.
Cara ini baru saya
ketahui detailnya setelah saya membaca salah satu papan informasi di Kejari
Jakpus. Keuntungannya, Anda bisa mengambil barang bukti tilang tanpa menunggu
sidang di pengadilan.
Prosedurnya, usai
polisi melakukan penindakan, pelanggar dapat membayar uang titipan denda di
rekening Bank BRI maksimal hingga 3 hari sebelum tanggal sidang—lebih cepat
lebih baik karena menghemat waktu Anda. Rekening pembayaran dapat dilihat di tilang.kejaksaan.go.id.
Setelah membayar dengan
menunjukkan bukti pembayaran, pelanggar dapat langsung mengambil barang bukti
tilang pada penyidik di wilayah hukum penilangan. Cara pembayaran ke rekening BRI
dapat Anda lihat di
sini.
Kelebihan lain prosedur
ini, Anda tak perlu menunggu waktu hingga 2 pekan seperti saya menunggu jadwal
sidang yang tertera di pengadilan. Dengan kata lain, cara ini hemat waktu.
Setelah kode slip tilang bisa diakses di tilang.kejaksaan.go.id, Anda bisa
segera membayar dan menunjukkannya ke penindak untuk mengambil barang bukti.
Dua opsi alur proses tilang online di papan informasi Kejari Jakpus. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan |
Kelemahan prosedur ini,
uang titipan denda nominalnya mengacu pada denda maksimal. Sehingga apabila
Anda melanggar APILL seperti saya, Anda mesti merogoh kocek Rp 500 ribu untuk
ditransfer ke rekening Bank BRI yang diperintahkan.
Meski demikian, setelah
putusan sidang pengadilan keluar dan ternyata dendanya lebih kecil dari uang
titipan, Anda bisa mengambil kelebihan sisa titipan denda tilang tersebut. Jadi
jika Anda sudah bayar titipan denda sebesar Rp 500 ribu, dan ternyata putusan
pengadilan dendanya hanya Rp 100 ribu, maka Rp 400 ribu sisanya bisa kembali ke
kocek Anda.
Cara mengambil
kelebihan sisa titipan denda dengan memasukkan nomor register/slip tilang ke
tilang.kejaksaan.go.id. Periksa kembali data putusan dan sisa titipan. Jika
datanya sesuai maka klik tombol Ambil Sisa Titipan lalu unduh surat pengantar
ke Bank BRI.
Berbekal surat
pengantar tersebut, pergilah ke cabang Bank BRI terdekat. Tunjukkan surat itu
ke teller bank. Pihak bank akan melakukan verifikasi data. Jika sesuai, maka
sisa titipan langsung diserahkan ke pelanggar.
Meski begitu perlu
diingat, situs tilang.kejaksaan.go.id memberi catatan agar pengambilan sisa
titipan diambil maksimal 1 tahun sejak tanggal sidang perkara.
Jangan Menyuap
Dari pengalaman saya,
ternyata denda tilang sesuai putusan pengadilan lebih kecil dari denda
maksimal.
Karenanya, Polri
mengimbau agar masyarakat mengikuti prosedur sesuai ketentuan perundangan dan
tidak menyuap penindak pelanggaran. Sebab, jika kedapatan terdapat suap dalam
tilang maka masyarakat juga bisa ikut dipidana.
"Baik yang memberi
suap maupun yang menerima suap dapat dipidana sesuai UU Nomor 20 Tahun
2001," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Dedi Prasetyo
kepada kumparan, Selasa (11/10/2022).
Dalam UU tersebut, pada
pasal 12B diatur bahwa "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap..."
Adapun anggota Polri
yang kedapatan menerima suap tilang, menurut Dedi, selain dipidana juga terkena
sanksi Kode Etik Profesi (KEP) Polri.
"Apabila ada
perilaku anggota yang menyimpang, bisa melaporkan ke [situs layanan pengaduan] Dumas Presisi atau
[Aplikasi] Propam Presisi," tutup Dedi. *** dari berbagai sumber