Jangan Nyogok! Ini Pengalaman Ditilang Tanpa Suap hingga Ambil SIM yang Disita

Jangan Nyogok! Ini Pengalaman Ditilang Tanpa Suap hingga Ambil SIM yang Disita

Polisi menghentikan kendaraan yang memasuki jalur khusus Transjakarta saat Operasi Zebra Jaya 2021 di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Operasi Zebra 2022 tengah digelar 3-16 Oktober. Razia tindak pelanggaran (tilang) tengah gencar dihelat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di seluruh provinsi Indonesia, kecuali wilayah Bali.

Bagi Anda pengendara yang tertib berlalu-lintas tak perlu waswas. Sebab menurut Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen. Pol. Firman Shantyabudi, polisi tak semata-mata mengejar pemberlakukan tilang semata.

"Mindset kita harus diubah, polisi bukan sosok yang menakutkan. Bukan menilang yang mau kita kejar, tapi bagaimana masyarakat tertib," kata Firman di Rupatama Mabes Polri, Jumat (30/9/22).

Meski demikian, apabila merasa sudah tertib tetapi ternyata kealpaan membuat kita kena tilang, bagaimana menghadapinya? Ini pengalaman saya.

Saya pernah kena tilang di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Kronologinya, Selasa (6/9/2022), saya mau pulang usai liputan melalui Jalan HOS. Cokroaminoto dari arah Taman Menteng menuju ke Jalan Imam Bonjol menggunakan sepeda motor.

Di perempatan kedua jalan tersebut, alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) alias lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Akan tetapi karena saya acap membaca marka "Belok Kiri Jalan Terus" di sejumlah lampu merah, maka saya lanjut belok kiri tanpa menghiraukan isyarat lampu.

Alhasil, baru saja belok saya sudah ditunggu seorang polisi. Pak Polisi mengisyaratkan saya untuk berhenti sekitar pukul 13.30 WIB. Rupanya saya dinyatakan melanggar APILL.

Menurut Pak Polisi, saya mestinya berhenti saat lampu berwarna merah. Tetapi saya membela diri bahwa biasanya "Belok Kiri Jalan Terus". Menurutnya hal itu tak berlaku di sejumlah titik APILL.

Saya dibawa ke depan pos polisi untuk duduk, sedangkan Pak Polisi hendak menulis surat tilang. Saya minta ditunjukkan apa kesalahan saya. Lalu Pak Polisi menunjukkan tabel yang berisikan jenis pelanggaran dan dendanya. Berikut pelanggarannya:

Pasal 287 ayat (1) jo Pasal 106 ayat (4) huruf c: Mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan lampu lalu lintas.

Tabel pelanggaran lalu lintas berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan

 

Di pasal 287 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), memang pelanggar rambu lalu lintas dipidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

Setelah saya googling singkat soal pelanggaran belok kiri langsungrupanya hal itu tertera di pasal 112 ayat 3. Aturan belok kiri langsung pada persimpangan memang sempat dibolehkan pada UU sebelumnya yakni Nomor 14/1992 tentang LLAJ. Namun rezim itu telah diubah menjadi UU Nomor 22/2009:

Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

- Pasal 112 ayat 3

"Jadi mau gimana ini?" tanya Pak Polisi seraya bersiap-siap menulis surat tilang.

Karena merasa bersalah, saya memutuskan untuk meminta surat tilang berwarna biru. Surat tilang ini menandakan bahwa saya mengakui pelanggaran dan tak perlu melakukan sidang.

"Tilang saja sesuai pelanggarannya, sebagai pembelajaran saya juga," jawab saya.

Sebenarnya, ada satu surat tilang lagi yang bisa diberikan ke pengendara yakni berwarna merah. Surat ini menandakan bahwa seseorang merasa tak melakukan pelanggaran sehingga bisa membela diri di pengadilan.

Saya sebenarnya agak sayang dengan uang di kantong apabila memang kena denda Rp 500 ribu. Namun di aturan yang tertera, denda Rp 500 ribu itu adalah denda maksimal. Pak Polisi menjelaskan bahwa denda maksimal biasanya dibayarkan apabila pelanggar ingin mengambil barang bukti (SIM/STNK) yang sudah disita secara langsung tanpa menunggu sidang.

Mengambil Barang Bukti

Saya memutuskan untuk membayar denda tilang setelah sidang berlangsung saja. Pak Polisi memberi slip tilang biru dan menjadwalkan untuk mengambil barang bukti SIM C saya, Jumat (16/9/2022), di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

"Hati-hati di jalan," kata Pak Polisi seraya mempersilakan saya untuk melanjutkan perjalanan.

Di rumah, saya mengecek semua prosedur yang mesti dilakukan untuk mengambil barang bukti tilang dari informasi yang tersebar di internet.

Rupanya, data penilangan telah didigitalisasi dan bisa dicek langsung melalui tilang.kejaksaan.go.id atau etilang.info beberapa hari setelahnya dengan memasukkan nomor berkas tilang yang ada di sudut kiri bawah slip tilang. Di sana, tertulis data pelanggaran, petugas yang menilang, dan berapa nominal denda yang mesti dibayarkan atas pelanggaran yang dilakukan.

Meski begitu, saat dicek beberapa hari setelah penilangan, denda tilang yang tertulis di situs tersebut biasanya masih nominal denda maksimal atau uang titipan denda. Hal ini terjadi karena berkas kasus tilang masih belum disidangkan.

Setelah membaca riset di internet, para pelanggar baru akan mengetahui denda setelah putusan sidang—yang merupakan denda sesungguhnya sesuai pelanggaran yang diperbuat dan biasanya lebih kecil—pada hari H pengambilan barang bukti.

Denda tilang sesudah putusan sidang di tilang.kejaksaan.go.id. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan


Benar saja, pada Jumat (16/9/2022) saat sampai di Kejari Jakpus dan mengecek situs tilang.kejaksaan.go.id pukul 10.02 WIB, denda atas pelanggaran saya dua pekan ke belakang adalah Rp 100 ribu atau hanya 20 persen dari denda maksimal.

Usai mengetahui nominal denda yang mesti dibayar, baiknya lakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum mengantre di kejari agar di loket tilang nanti hanya tinggal mengambil barang bukti saja.

Pembayaran bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui minimarket, Tokopedia, Bukalapak, maupun mobile banking. Untuk pembayaran selengkapnya, Anda bisa baca detailnya di sini.

Hindari membayar di minimarket dekat Kejari Jakpus, sebab saat saya mampir di sana, puluhan pelanggar sudah mengantre membayar lewat layanan pembayaran yang disediakan di toko modern tersebut.

Saya memilih membayar menggunakan M-Banking Mandiri. Caranya dengan login ke Livin' by Mandiri, lalu pilih Pembayaran kemudian klik Pajak atau Penerimaan Negara. Pilih Pajak/PNBP/Cukai lalu masukkan 15 (lima belas) digit Kode Billing.

Setelah dibayar, akan muncul status pembayaran di tilang.kejaksaan.go.id. Unduh struk bukti pembayaran tersebut yang disimpan dalam bentuk file pdf.

Anda bisa mencetak dan melampirkan bukti pembayaran dengan slip tilang; atau bisa juga menyimpannya di handphone lalu menunjukkan bukti pembayaran dari HP ke petugas saat mengambil barang bukti tilang di loket.

Cara pertama di atas lebih direkomendasikan karena petugas akan langsung mengecek bukti pembayaran yang Anda lampirkan tanpa perlu memverifikasi bukti. Namun, pantauan di Kejari Jakpus, beberapa pelanggar lain bisa menggunakan cara kedua dengan menampilkan HP ke petugas di loket untuk dilihat bukti pembayaran digitalnya.

Surat bukti pembayaran tilang e-tilang Kejaksaan RI. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan


Setelahnya, barang bukti tilang seperti SIM atau STNK bisa diambil di loket tilang. Berdasarkan pengalaman saya, proses tersebut selesai tak sampai 10 menit mulai dari penyerahan slip tilang dan bukti pembayaran, menunggu antrean, hingga mengambil SIM C di loket.

Uang Titipan Denda

Ada satu prosedur lagi sebenarnya yang bisa dilakukan untuk mengambil barang bukti (SIM/STNK) tilang yang disita, yakni dengan membayarkan uang titipan denda melalui transfer ke Bank BRI.

Cara ini baru saya ketahui detailnya setelah saya membaca salah satu papan informasi di Kejari Jakpus. Keuntungannya, Anda bisa mengambil barang bukti tilang tanpa menunggu sidang di pengadilan.

Prosedurnya, usai polisi melakukan penindakan, pelanggar dapat membayar uang titipan denda di rekening Bank BRI maksimal hingga 3 hari sebelum tanggal sidang—lebih cepat lebih baik karena menghemat waktu Anda. Rekening pembayaran dapat dilihat di tilang.kejaksaan.go.id.

Setelah membayar dengan menunjukkan bukti pembayaran, pelanggar dapat langsung mengambil barang bukti tilang pada penyidik di wilayah hukum penilangan. Cara pembayaran ke rekening BRI dapat Anda lihat di sini.

Kelebihan lain prosedur ini, Anda tak perlu menunggu waktu hingga 2 pekan seperti saya menunggu jadwal sidang yang tertera di pengadilan. Dengan kata lain, cara ini hemat waktu. Setelah kode slip tilang bisa diakses di tilang.kejaksaan.go.id, Anda bisa segera membayar dan menunjukkannya ke penindak untuk mengambil barang bukti.

Dua opsi alur proses tilang online di papan informasi Kejari Jakpus. Foto: Agaton Kenshanahan/kumparan


Kelemahan prosedur ini, uang titipan denda nominalnya mengacu pada denda maksimal. Sehingga apabila Anda melanggar APILL seperti saya, Anda mesti merogoh kocek Rp 500 ribu untuk ditransfer ke rekening Bank BRI yang diperintahkan.

Meski demikian, setelah putusan sidang pengadilan keluar dan ternyata dendanya lebih kecil dari uang titipan, Anda bisa mengambil kelebihan sisa titipan denda tilang tersebut. Jadi jika Anda sudah bayar titipan denda sebesar Rp 500 ribu, dan ternyata putusan pengadilan dendanya hanya Rp 100 ribu, maka Rp 400 ribu sisanya bisa kembali ke kocek Anda.

Cara mengambil kelebihan sisa titipan denda dengan memasukkan nomor register/slip tilang ke tilang.kejaksaan.go.id. Periksa kembali data putusan dan sisa titipan. Jika datanya sesuai maka klik tombol Ambil Sisa Titipan lalu unduh surat pengantar ke Bank BRI.

Berbekal surat pengantar tersebut, pergilah ke cabang Bank BRI terdekat. Tunjukkan surat itu ke teller bank. Pihak bank akan melakukan verifikasi data. Jika sesuai, maka sisa titipan langsung diserahkan ke pelanggar.

Meski begitu perlu diingat, situs tilang.kejaksaan.go.id memberi catatan agar pengambilan sisa titipan diambil maksimal 1 tahun sejak tanggal sidang perkara.

Jangan Menyuap

Dari pengalaman saya, ternyata denda tilang sesuai putusan pengadilan lebih kecil dari denda maksimal.

Karenanya, Polri mengimbau agar masyarakat mengikuti prosedur sesuai ketentuan perundangan dan tidak menyuap penindak pelanggaran. Sebab, jika kedapatan terdapat suap dalam tilang maka masyarakat juga bisa ikut dipidana.

"Baik yang memberi suap maupun yang menerima suap dapat dipidana sesuai UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada kumparan, Selasa (11/10/2022).

Dalam UU tersebut, pada pasal 12B diatur bahwa "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap..."

Adapun anggota Polri yang kedapatan menerima suap tilang, menurut Dedi, selain dipidana juga terkena sanksi Kode Etik Profesi (KEP) Polri.

"Apabila ada perilaku anggota yang menyimpang, bisa melaporkan ke [situs layanan pengaduan] Dumas Presisi atau [Aplikasi] Propam Presisi," tutup Dedi. *** dari berbagai sumber



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama