Ilustrasi (Foto: Istimewa) |
Dari banyaknya pahlawan
yang gugur di medan perang demi memperjuangkan bangsa dan negara terdapat
tokoh-tokoh Katolik yang turut serta. Mereka tidak hanya terlibat dalam perang,
namun juga menyumbangkan gagasan dan karya mereka untuk bangsa.
Lantas, siapa saja 11
pahlawan nasional Indonesia yang beragama Katolik? Untuk mengetahuinya, simak
ulasan Setapak Rai Numbei berikut ini.
1.Wage Rudolf Soepratman
W.R Soepratman adalah
pahlawan nasional sekaligus pencipta lagu Indonesia Raya. Ia anak seorang
sersan di Batalyon VIII yang bernama Senen.
Pada 1914, pahlawan
yang lahir di Jatinegara, Batavia, 9 Maret 1903 ini ikut Roekijem, saudara
perempuannya ke Makassar. Di sana ia menempuh pendidikan dan dibiayai oleh
suami Roekijem yang bernama
2.Willem van Eldik
Saat berusia 20 tahun,
ia menjadi guru di Sekolah Angka 2. Setelah dua tahun, ia memperoleh ijazah
Klein Ambtenaar.
Dari Makassar, ia lalu
kembali ke Jawa tepatnya ke Bandung dan menjalani profesi sebagai wartawan di
harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Pekerjaannya itu tetap dilakukannya meski
tinggal di Jakarta.
Soepratman diketahui
pandai menggubah lagu dan biola. Sebab, saat berada di Makassar, ia mendapatkan
pelajaran musik dari kakak iparnya.
Pada 1924, saat di
Bandung, ia menggubah lagu Indonesia Raya. Lagu itu mulai diperkenalkan pada
Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II.
3. Albertus Soegijapranata
Albertus Soegijapranata
adalah seorang pahlawan nasional sekaligus uskup. Ia ditahbiskan sebagai uskup
pribumi pertama 1940 oleh keputusan Paus Pius XII.
Sebagai uskup, Soegija
pada saat itu membawahi pastor-pastor Belanda. Untuk menunjukkan
nasionalismenya, ia menyebutkan semboyan “100% Katolik 100% Indonesia”.
Saat tragedi kekacauan
di Semarang, Soegija menengahi konflik. Dan saat, ibu kota RI dipindahkan ke
Yogyakarta, ia turut memindahkan pusat administrasinya dari Semarang ke
Yogyakarta.
4. Agustinus Adisoetjipto
Agustinus Adisoetjipto
adalah pilot pertama yang berasal dari orang Indonesia. Pada 5 oktober 1945
dibentuk tentara keamanan rakyat (TKR) yang dikepalai oleh Surya Dharma.
Atas perintah Surya
Dharma, Adisoetjipto mengecat pesawat Jepang dengan warna merah putih dan
menerbangkannya kesana kemari untuk membakar semangat para pejuang yang melihat
untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.
Adisoetjipto juga
diberi tugas menjemput bantuan obat–obatan di Hindia dan Malaya dengan
menerobos blokade Belanda. Saat pesawat yang diterbangkan tiba di Yogyakarta,
mengalami tragedi penembakan oleh dua pesawat Belanda. Adisoetjipto juga
berhasil mendirikan sekolah penerbangan pertama di Indonesia yang berlokasi di
Yogyakarta.
5. Ignatius Slamet Rijadi
Slamet Rijadi adalah
pahlawan yang berhasil membawa kabur kapal Jepang pada usia 17 tahun, dan
mengumpulkan para pejuang kemerdekaan untuk merebut kembali kota Surakarta yang
telah diduduki oleh Belanda.
Pada masa
pemberontakan, pahlawan kelahiran Surakarta ini juga berperan menumpas pemberontakan
yang dilakukan oleh DI TII, Ratu Adil dan Andi Azis. Sebagai Tentara Nasional
Indonesia, Slamet Rijadi juga diutus untuk menumpas Republik Maluku Selatan
(Ambon) dan disanalah dia wafat.
Ia bekerjasama dengan
EA Kawilarang untuk cita–cita bersama membentuk Resimen Pasukan Komando
Angkatan Darat RPKAD yang kini disebut Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS).
6. Robert Wolter Mongonsidi
Mongonsidi dilahirkan
di Malalayang pada 1925. Ia adalah alumni sekolah Frater Don Bosco Manado yang
dikenal dengan nama AMS (Algemene Middelbare School) pada 1950.
“Setia hingga akhir
dalam keyakinan”, catatan itulah yang menjadi pesan terakhirnya sebelum di
eksekusi mati di hadapan regu tembak pada 1949.
7. Jenderal Raden Oerip Soemohardjo
Kepala staf TNI Pertama
Jenderal Raden Oerip Soemohardjo lahir 22 Februari 1893 dan meninggal 17
November 1948. Ia menjadi jenderal dan kepala staf umum Tentara Nasional
Indonesia pertama pada masa Revolusi Nasional Indonesia.
Pahlawan yang lahir di
Purworejo itu berhasil menerima sejumlah tanda kehormatan dari pemerintah
secara Anumerta, termasuk Bintang Sakti (1959), Bintang Mahaputra (1960),
Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967), dan Bintang Kartika Eka Pakçi Utama
(1968).
8. Marsekal Pertama TNI Anakletus Tjilik Riwut
Anakletus Tjilik Riwut
adalah penerjun payung pertama dari Kalimantan dan tokoh pemersatu 142 suku
Dayak untuk bergabung dengan Indonesia.
Gubernur Kalimantan
Kedua ini juga memimpin Operasi Penerjunan Pasukan Payung Pertama dalam sejarah
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada tanggal 17 Oktober 1947 oleh
pasukan MN 1001 yang kini dikenal sebagai pasukan Khas TNI-AU.
9. Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono
Ignatius Joseph Kasimo
lahir di Yogyakarta pada 10 April 1900 dan meninggal di Jakarta, 1 Agustus 1986
di usia 86 tahun. Ia menjadi salah satu pelopor kemerdekaan Indonesia.
Pendiri Partai Katolik
Indonesia ini beberapa kali menjabat sebagai Menteri setelah Indonesia merdeka.
Ia dikenal sebagai tokoh yang menjunjung tinggi moto 'salus populi suprema lex',
yang berarti kepentingan rakyat adalah hukum tertinggi.
10. Karel Sadsuitubun
Karel Sadsuitubun atau
lebih populer dengan nama KS Tubun merupakan satu-satunya polisi yang menjadi
korban peristiwa G30S-PKI. Karel lahir di Rumadian, Kei Kecil, Maluku Tenggara
pada 14 Oktober 1928.
Pada peristiwa 30
September, ia menjaga rumah Perdana Menteri Dr.J. Leimena yang berjarak tak
jauh dari rumah Jenderal Nasution.
Para penculik yang
hendak membunuh Nasution juga datang ke rumah Leimena dan menyekap para
pengawal rumah.
Mendengar keributan
K.S. Tubun pun terbangun dan mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut.
Sayangnya, gerombolan itu pun juga menembaknya. Dalam perkelahian yang tak
seimbang itu, Karel tewas setelah besi panas menghujam tubuhnya.
11. Yosaphat Soedarso
Komodor Yosaphat
Soedarso atau Yos Sudarso gugur dalam tugas bersama KRI Macan Tutul di
pertempuran Laut Aru, perairan Maluku, tanggal 15 Januari 1962. Ia lahir di
Salatiga pada 24 November 1925.
Yos Sudarso berhasil
masuk Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang sekaligus mengikuti pendidikan
militer angkatan laut Jepang. Setelah menempuh pendidikan, ia lulus sebagai
salah satu siswa terbaik.
Pada 1944, ia bertugas
di kapal milik Jepang bernama Goo Osamu Butai sebagai perwira di bawah komando
kapten.
Ia bergabung dengan
Badan Keamanan Rakyat di sektor kelautan (BKR Laut) yang menjadi cikal-bakal
TNI-AL. Ia juga pernah memimpin beberapa Kapal Perang Republik Indonesia (KRI),
dari KRI Alu, KRI Gajah Mada, KRI Rajawali, KRI Pattimura, hingga KRI Macan Tutul.
Ia bahkan sempat menjadi hakim pengadilan militer selama 4 bulan pada 1958.
12. Herman Fernandez
Herman Yosep Fernandez
adalah pemuda asal Larantuka yang lahir di kota Pancasila Ende, 3 Juni 1925.
Saat kecil ia menjadi gambaran watak anak-anak Flores yang militan sebab
didikan intelektual para imam dan Bruder biarawan Societas Verbi Divini (SVD).
Bersama para pelajar di
kota Ende seperti Frans Seda, tokoh nasional asal Flores, Herman Fernandez
nekad menyeberang ke pulau Jawa menuntut ilmu di Hollands Inlandsche
Kweekschool (HIK) atau Sekolah Guru Bantu di Muntilan, Jawa Tengah.
Belum satu tahun di
Muntilan pecah perang kemerdekaan yang menyebabkan sekolah mereka ditutup untuk
sementara waktu. Sebab, kala itu Belanda menduduki kota-kota di pulau Jawa,
termasuk Muntilan.
Herman dan Frans Seda
kemudian ke kota Yogyakarta untuk melanjutkan perjalanan hidup mereka, bertahan
hidup sembari berharap masa krisis berakhir dan kembali melanjutkan pendidikan.
Di kota Yogyakarta-lah
peristiwa heroik itu bermula, Herman Fernandez tergabung dalam PERPIS
(Persatuan Pelajar Indonesia Sulawesi), pimpinan Maulwi Saelan. Di palagan
Kebumen, tepatnya di Front Gombong Selatan, 1-2 September 1947, Herman
menunjukkan jiwa patriotiknya dalam pertempuran dua hari bersama Alex Rumambi,
karibnya asal Flores dan La Sinrang sahabat perjuangannya asal Sulawesi.
Itulah 11 pahlawan
nasional Indonesia yang beragama Katolik dan terkenal akan jiwa patriotiknya.