Dalam Injil disebutkan
bahwa Yesus (Nabi Isa) lahir ketika gembala-gembala dan kawanan dombanya sedang
berada di padang rumput pada malam hari. Berdasarkan keterangan ini sudah jelas
bahwa Natal atau kelahiran Kristus tidak pada bulan Desember ketika segala
sesuatu di atas permukaan tanah tertutup salju seperti peristiwa-peristiwa
Natal yang terjadi di negara-negara yang memiliki empat musim, karena pada
musim dingin seperti pada akhir Desember, para gembala dan kawanan dombanya
tidak akan berada pada padang terbuka tetapi di dalam ruangan hangat untuk
musim dingin. Faktor-faktor lain juga menunjukkan bahwa kelahiran Kristus lebih
sesuai pada bulan September atau permulaan Oktober. Akan tetapi tanggal sesungguhnya
dari kelahiran Kristus tidaklah diketahui.
@rannumbei1 Selamat hari natal 25 Desember 2022 #katolikroma #katolikindonesia #FelizNatal #fypã‚· ♬ suara asli - Setapak Rai Numbei
Berdasarkan
sumber-sumber ensiklopedia, Natal ditetapkan pada 25 Desember dan menjadi pesta
yang diakui baru pada pertengahan abad ke-4. Jika ada pertanyaan mengapa pohon
cemara identik dengan perayaan Natal, jawabannya lain lagi dan tentu saja
tulisan ini tidak cukup panjang untuk menjelaskannya. Apa pun itu, tidaklah
sepenting makna Natal yang sebenarnya. Tanggal 25 Desember, pohon cemara atau
hal-hal lainnya hanyalah sarana untuk merayakan Natal. Namun, apakah hal itu
yang menjadi pusat perhatian saat Natal itu datang dan mengapa?
Pohon Natal, lampu
hias, kado Natal, kue-kue Natal, baju-baju baru, atau,pun berlibur bersama
keluar di hari Natal merupakan hal-hal utama yang dipikirkan setiap anak dan
keluarga-keluarga Kristen khususnya ketika bulan beranjak Desember. Setiap anak
akan berkata, “Natal kali ini kau mendapat hadiah apa?”
“Apa kamu sudah
memasang pohon Natal di rumahmu?”
“Ibuku sudah mulai
membuat dan membeli kue-kue untuk Natal, lo!” dan lain sebagainya.
Hal ini menjadi sedikit
lucu jika kita benar-benar mencermatinya. Natal adalah hari kelahiran Yesus dan
itu berarti sama halnya dengan kita merayakan hari ulang tahun Yesus. Tentu
saja Yesuslah yang seharusnya justru diberi kado ulang tahun. Akan tetapi yang
kita lakukan adalah sibuk dengan diri kita sendiri dan tentang segala
hadiah-hadiah Natal. Kita tidak lagi memikirkan, “Apa yang harus kita berikan
untuk Yesus?” atau “Sudahkah kita berbagi kasih yang telah diberikan Yesus
kepada kita?”
Gereja-geraja Kristen
pun tak mau ketinggalan dengan anak-anak. Bagi gereja-gereja Kristen, tentu
saja Desember menjadi bulan yang sibuk. Mulai dari menyusun panitia perayaan
Natal hingga penyelenggaraan sebuah perayaan Natal yang megah. Kebanyakan akan
memikirkan perayaan Natal seperti apa yang akan diadakan agar Natal kali ini
berkesan, indah, bahkan megah. Itulah berbagai hal yang identik dengan Natal.
Semua tenaga, pikiran, dan waktu akan dikerahkan untuk sebuah Natal. Boleh
dibilang, ada Natal tentu saja ada perayaan Natal. Perayaan ini diartikan
sebagai sebuah pesta penuh kegembiraan, meriah, banyak makanan dan minuman,
serta semua orang menikmatinya bersama-sama. Itulah Natal.
Bisakah Natal masih
kita rasakan tanpa hadirnya kado-kado Natal? Bisakah Natal kita rasakan tanpa
pohon terang dan nyanyian lagu “Malam Kudus”? Bisakah Natal masih ada di dalam
hati kita tanpa perayaan besar dan megah di gedung gereja yang mewah? Masih
adakah Natal di hati kita dalam sebuah kesederhanaan? Masih adakah kasih dan
damai Natal yang kita rasakan dan bagikan kepada orang lain tanpa melalui
hingar-bingar perayaan Natal?
Natal kita bukan lagi
Natal yang sebenarnya. Seperti yang kita ketahui, fokus Natal seakan-akan telah
bergeser. Fokus Natal bukan lagi Yesus. Fokus Natal bukan berbagi kasih dan
damai Natal, melainkan berpusat pada pesta dan perayaan Natal, sesuatu yang
mewah dan meriah. Anggaran yang membengkak sampai berpuluh-puluh juta pun
dikeluarkan untuk sebuah pesta yang berdalih ‘menyambut kelahiran Raja di atas
segala Raja’, dan itu berarti segala pengeluaran itu tidaklah berarti apa-apa.
Jika kita melihat
kembali peristiwa dan keadaan saat Kristus dilahirkan, kelahiran Kristus adalah
‘kesederhanaan dan kasih’, atau bahkan dapat dikatakan sangat sederhana. Yesus
lahir tidak di sebuah rumah sakit mewah dan penginapan yang berkelas, tetapi
hanya di sebuah kandang domba yang sangat sederhana. Tidak ada tempat tidur
yang layak atau pun selimut tebal yang hangat. Yesus hanya diletakkan di atas
palungan dengan dibungkus sebuah kain lampin. Seakan-akan semua itu adalah
tempat yang tidak layak untuk seseorang yang kita yakini sebagai Raja di atas
segala Raja. Namun, melalui hal itulah Yesus ingin mengajarkan kepada kita
tentang sebuah kesederhanaan.
Bukan berarti kita
tidak boleh mengadakan perayaan Natal seperti yang biasa kita lakukan. Hanya
saja kita tidak boleh terlena dengan kemegahan, kemeriahan, dan pesta pora dari
sebuah Natal. Yesus telah mengajarkan kesederhanaan, kasih, dan damai. Itulah
yang harus kita ingat dan perhatikan. Marilah kita sedikit merefleksi diri kita
masing-masing. Dalam setiap Natal yang kita lalui, sudahkah kasih Kristus
terpancar kepada saudara-saudara kita melalui perayaan-perayaan Natal yang kita
adakan?
Ini adalah Natal kita
bersama. Ini bukan Natalku saja. Ini bukan Natalmu saja, tetapi ini Natal kita,
tanpa terkecuali. Marilah kita memberikan Natal terbaik kita kepada Kristus
dengan memberi kado Natal terindah untuk-Nya berupa kasih dan damai Natal yang
terpancar dan mengalir, serta dirasakan oleh semua orang. Itulah Natal yang
menyenangkan hati Yesus di mana ada kasih dan damai Yesus terpancar. Di situlah
Natal itu diam di antara kita.
Natalku, Natalmu, dan Natal kita.
Untuk musuhmu, maaf
Untuk seorang lawan, toleransi
Untuk seorang teman, hatimu
Untuk seorang pelanggan, pelayanan
Untuk semua, kemurahan hati
Untuk setiap anak, contoh yang baik
Untuk dirimu sendiri, rasa hormat
– Oren Arnold –