Ilustrasi. Indonesia akan memiliki
Observatorium Timau di NTT yang digadang-gadang terbesar se Asia Tenggara.
(ANTARA/Raisan Al Farisi) |
Kepala Organisasi Riset
Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Robertus Heru
menjelaskan observatorium alias balai pengamatan langit akan rampung pada
Februari 2023.
"Secara teknis
akhir bulan Februari (pembangunan observatorium) selesai," ujar Heru
kepada CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Senin (10/1).
Ia menjelaskan komponen
cermin dari teleskop peneropong bintang itu sudah sampai di Surabaya, dan sudah
dalam perjalanan menuju observatorium nasional Timau.
Menurut Heru, komponen
cermin untuk teleskop berdiameter 3,8 meter itu terbilang besar dan terdiri
dari beberapa bagian, sehingga harus dirakit secara terpisah agar bisa dibawa
dari Jepang ke Pegunungan Timau.
Setelah cermin itu
dibawa ke kawasan Observatorium Nasional (Obnas) Timau, cermin itu dilakukan
perakitan ke teleskop dan dilakukan kalibrasi.
"Kan teleskopnya
itu besar, dan itu dicopot-copot dulu. Itukan mirror ya bukan lensa seperti
SLR, jadi mirror-nya terdiri dari beberapa bagian, dicopot dulu dan nanti
dipasang lagi di Timau," tuturnya.
Spesifikasi teropong di
observatorium itu terbilang gahar. Dengan diameter selebar 3,8 meter, membuat
pengelihatan bintang lebih terang meskipun sebelumnya hanya terlihat redup.
Dari segi bangunan,
Heru menilai bangunan Obnas Timau memiliki kesamaan dengan bangunan
Observatorium Bosscha. Namun bedanya, teleskop yang digunakan lebih besar.
"Bangunannya nanti
menyerupai Observatorium Bosscha, namun teleskopnya jauh lebih gede daripada di
Bosscha. Ini akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara," tuturnya.
Pakar Sebut Astrologi
Cuma Takhayul, Waktunya Berhenti Percaya?
Lokasi Obnas berada di kawasan hutan lindung lereng Gunung Timau di ketinggian
sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut.
Teleskop yang digunakan
untuk peneropongan langit merupakan kembaran dari Teleskop Seimei milik
Universitas Kyoto, Jepang.
Kawasan Obnas
berdekatan dengan Desa Bitobe yang masuk dalam Kecamatan Amfoang Tengah. Selain
itu juga ada Desa Honuk dan Desa Faumes yang berada di wilayah Kecamatan
Amfoang Barat Laut dialokasikan untuk pembangunan Observatorium Nasional Timau.
Sebelumya, telah
dilakukan studi selama 5 tahun fraksi malam terhadap langit di Indonesia.
Hasilnya, wilayah Kupang memiliki langit cerah paling banyak dalam setahun
dibanding tempat-tempat lain di Indonesia.
Kepala Balai
Observatorium Nasional Kupang Bambang Suhandi mengatakan pertimbangan itu
diambil usai dilakukan studi. Hasilnya, wilayah Timau masih minim polusi cahaya
sehingga optimal untuk pengamatan astronomi.
"Kawasan Gunung
Timau masih minim polusi cahaya, sehingga langitnya baik untuk pengamatan
astronomi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com pada 2020.