“Yang berhasil mungkin
tidak sampai 10 persen. Sisanya, tidak ada yang efektif meningkatkan
perekonomian desa. Sangat jauh dari tujuan BUMDes dibentuk,
yaitu untuk meningkatkan ekonomi desa,” kata Abraham di Kupang, Kamis, 9
Februari 2023.
Dia melihat kehadiran
BUMDes belum efektif karena asal dibentuk. Pembentukannya hanya memenuhi
aturan. Dalam pengelolaan dan manajemen sama sekali tidak profesional.
“Temuan kami di lapangan, banyak BUMDes yang
tidak punya laporan kinerja. Tidak jelas uang yang dialokasikan untuk BUMDes mau
beli apa. Dananya sudah keluar dari kas desa dan habis dananya. Tapi tidak ada
hasilnya,” ujar pemilik Universitas Citra Bangsa atau
UCB Kupang ini.
Dia menyebut
rata-rata BUMDes di
NTT menerima dana Rp 200-300 juta per desa. Tiap desa rata-rata telah
alokasikan anggaran untuk BUMDes selama
tiga tahun terakhir. Itu artinya kucuran dana untuk BUMDes sudah
mencapai Rp 600-900 juta per desa dalam tiga tahun terakhir.
“Di NTT, ada 3.030
desa, dikalikan Rp 600-900 juta berarti ada Rp 1,818 triliun hingga Rp 2,727
triliun dari dana desa telah disetor ke BUMDes. Dana
itu hilang begitu saja karena BUMDes tidak
jalan. Ini sungguh menyedihkan,” tutur senator yang sudah tiga periode
ini.
Selain pengelolaan yang
tidak profesional, Abraham juga melihat persoalan yang sering muncul dalam
pengelolaan BUMDes adalah seringnya ganti pengurus. Kondisi itu menyebabkan
laporan keuangan antara pengurus lama dengan pengurus baru tidak nyambung atau
tidak jelas.
“Pergantian pengurus sering terjadi karena
ketidakcocokkan dengan kepala desa,” tegas Abraham.
Ketua Dewan Pembina
Kadin Provinsi NTT, ini mengakui ada sekitar 10 persen BUMDes yang
berjalan baik. Tinggal bagaimana caranya agar yang 10 persen ini bisa diikuti
oleh BUMDes-BUMDes
lainnya.
Dia mengusulkan BUMDes yang
telah terbentuk bisa kerja sama dengan dunia usaha dan kampus. Dunia usaha
membantu menerima dan memasarkan hasil usaha BUMDes.
Sementara kampus membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
penggurus BUMDes.
“Jika jalan sendiri,
apalagi kemampuan SDM lemah maka setiap bentuk BUMDes pasti
selalu gagal,” kata Abraham.
Sesuai arahan Menteri
Desa, lanjut Abraham, BUMDes menjadi tulang punggung pembangunan desa di masa
mendatang. Hal itu karena negara tidak mungkin terus meningkatkan jumlah
kucuran dana desa karena kemampuan uang negara
terbatas.
Maka untuk menambah
penghasilan di desa-desa, diharapkan bisa didapatkan dari BUMDes. Namun,
jika melihat pengelolaan BUMDes yang tidak efektif, harapan BUMDes sebagai
tulang punggung pemasukan kas desa tidak akan tercapai.
Dia meminta Kementerian
Desa agar memerhatikan serius masalah BUMDes tersebut.
DPD RI juga sedang merancang UU tersendiri tentang BUMDes tersebut.
Diharapkan nantinya benar-benar bisa memberdayakan dan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi desa.
“Pemerintah pusat
maupun daerah perlu memberikan pelatihan yang lebih banyak lagi ke
pengelolaan BUMDes. Supaya jiwa entrepreneurship (wirausaha) bisa muncul.
Jika dilepas begitu saja, tanpa pelatihan dan pembinaan, kehadiran BUMDes nanti
hanya untuk habis-habiskan dana desa,”
kata Abraham. (*) poskupang.com