Akar Budaya: Mengembalikan Pewarnaan Alami Tenun Ikat Sikka NTT di Tengah Gerusan Zaman

Akar Budaya: Mengembalikan Pewarnaan Alami Tenun Ikat Sikka NTT di Tengah Gerusan Zaman

Para mama penenun di kabupaten Sikka NTT. (Dok: Pendopo)


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) - Tenun ikat Sikka merupakan salah satu kekayaan budaya nusantara yang berasal dari Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dibuat dengan teknik pewarnaan ikat dan proses menenun hingga berbulan-bulan, warisan wastra ini terus dipertahankan karena nilai filosofis dan estetikanya yang tinggi.

Tenun ikat sikka juga telah terdaftar sebagai salah satu indikasi geografis yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Maret 2017 lalu. Namun di tengah hembusan modernisasi zaman pewarnaan alam agaknya terlupakan, padahal dengan mempertahankannya maka tak hanya warisan budaya asli tetap lestari tapi alam ikut terjaga.

"Di sana sebagian besar warna kimia, lalu kita mendorong penggunaan warna alami karena hasil pembuangan merusak alam," Ungkap Tasya Widya Krisnadi, Direktur Pendopo, sebuah perusahaan retail yang memberikan pendampingan kepada masyarakat penenun Sikka, saat Media Gathering di Living World ALam Sutera, Tangerang, Kamis, 9 Februari 2023.

Menurutnya meyakinkan mereka agak sulit, namun proses saat mengaplikasikan pewarnaan alami maupun kimia sebenarnya sama tetapi jika menggunakan pewarnaan alami bisa meningkatkan nilainya dari segi penjualan. Pembeli tenun dengan pewarnaan alami juga perlu diedukasi dalam pencuciannya, sebab tidak bisa menggunakan bahan deterjen keras. 

Untuk meningkatkan penggunaan pewarnaalami Pendopo juga memberikan bantuan 4 alat tenun portabel dan 200 bibit tanaman alami untuk mendukung tradisi masyarakat Sikka. Pihaknya juga membantu membuat katalog benang, kain, dan motif untuk membantu standarisasi pemesanan kain, serta dukungan branding.

Tak sekadar memberikan pembinaan, menurut Tasya Pendopo juga hadir sebagai sebuah ekosistem pendorong pengembangan produk lokal dan pelestarian budaya Indonesia. Hal itu juga meliputi pengembangan produk, kolaborasi dengan para pengrajin, pemerintah, maupun desainer lokal, lalu memperkenalkannya pada publik melalui pengalaman ritelnya. 

Potensi Tenun Ikat Sikka

Pendampingan tenun ikat Sikka di NTT. (Dok: Pendopo)


Sejak awal program pendampingan yang dimulai pada September tahun 2021, ditemukan bahwa masih banyak potensi baik dari produk tenun maupun SDM penenun yang bisa dikembangkan. Untuk itu, Pendopo bekerjasama dengan sebuah yayasan dan pemerintah daerah mengadakan 29 kali program pelatihan dan pendampingan secara berkala dalam rentang waktu Desember 2021 hingga September 2022.

Materi yang diberikan termasuk pelatihan sumber daya manusia termasuk regenerasi penenun, penyusunan laporan keuangan, manajemen produksi dan penerimaan pesanan, hingga pembuatan demplot (metode penyuluhan) pewarnaan alam. Selain itu Pendopo juga memberikan workshop ekonomi kreatif untuk menggali potensi, menghadirkan inovasi, dan mengeksplorasi produk turunan dari tenun ikat Sikka sesuai dengan selera masa kini.

Pada bulan Oktober 2022 Pendopo melakukan pengukuran hasil akhir, dan menemukan bahwa melalui program pendampingan ini Pendopo telah berhasil menjangkau lebih dari 90 orang penenun. Mayoritas penenun tergabung dalam empat kelompok tenun, yaitu kelompok tenun Tati Nahing, kelompok tenun Na’ni House, kelompok tenun Bliran Sina, dan kelompok tenun Watubo.

Adapun sebagai langkah regenerasi, kegiatan ini juga berhasil menjangkau para penenun muda yakni 24 persen dari total masyarakatnya, termasuk dari komunitas Remaja Flores Creative yang berusia 18 sampai 34 tahun. Melalui program ini, kondisi ekonomi masyarakat juga meningkat, terbukti dari peningkatan pendapatan penenun hingga 122 persen dan terserapnya 12 tenaga kerja baru ke dalam komunitas tenun.

Standarisasi Tenun Ikat Sikka



Orimus Osias, salah seorang peserta pendampingan dari kelompok Bliran Sina, mengungkapkan rasa syukunya karena Pendopo telah mengadakan pelatihan-pelatihan, terutama tentang manajemen keuangan. Menurutnya pelatihan turut membantu perekonomian keluarga, sekaligus melestarikan budaya dengan membuat kain tenun dengan pewarna alam, namun masih dengan motif-motif tradisional. Hasil tenun pun bisa dinikmati bahkan oleh orang-orang di luar Sikka.

Selain meningkatkan perekonomian penenun, Pendopo juga menerbitkan sebuah modul sebagai panduan standarisasi tenun dan bahan pembelajaran bagi penenun baru sebagai salah satu komitmen Pendopo untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Modul tersebut bisa membantu penenun merumuskan harga, menghitung keuangan, menerapkan standar kualitas kain tenun, serta berbagai pengetahuan teknis mengenai proses pewarnaan dengan bahan alami dan motif tenun.

Pendopo pun memberikan empat buah alat tenun portabel yang tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk menenun, tetapi juga membantu proses pembelajaran serta menjadi perangkat portabel untuk dibawa ke berbagai pameran agar tenun ikat Sikka semakin dikenal. "Setelah melihat hasil pengukuran akhir, kami merasa tujuan akhir pendampingan sudah tercapai, bahkan di beberapa aspek melebihi apa yang ditargetkan," jelas Tasya.

Terlebih dengan modul yang sudah dibuat, para penenun bisa dengan mandiri mentransfer seluruh ilmu yang didapatkan pada saat pendampingan kepada penenun-penenun baru. Sebagai keberlanjutan dukungan, pihaknya akan terus memasarkan dan mempromosikan kain tenun ikat Sikka melalui Pendopo. Menurutnya setelah pendampingan, tenun sikka sudah dilakukan tiga kali pemesanan ulang.

Kolaborasi dengan Desainer

Kolaborasi Pendopo dengan desainer Iyonono menggunakan tenun ikat Sikka. (Dok: Liputan6.com/dyah)


Selanjutnya, sebagian kain tenun ikat Sikka hasil dari program pendampingan ini dihadirkan sebagai koleksi kain tenun ikat Sikka di Pendopo yang berkolaborasi dengan desainer lokal. Pendopo mengajak desainer muda Iyonono, perancang busana muda yang berfokus pada pemberdayaan ibu rumah tangga dan Didiet Maulana untuk ikut mengkreasikan kain tenun ini sehingga dapat mengikuti selera masa kini.

Secara khusus Pendopo menggandeng Iyonono karena sejalan dengan semangat Pendopo, Iyonono juga berhasil membina dan memberdayakan puluhan ibu di Cirebon dan Kuningan sebagai pengrajin. "Kolaborasi dengan Pendopo ini cukup spesial, karena boleh dibilang melalui karya, kita bisa menghubungkan para ibu penjahit dari Cirebon dan Kuningan dengan para mama penenun di Sikka. Harapan saya hadirnya koleksi ini dapat semakin memberdayakan para ibu di studio Seikat Cerita, juga para penenun di Sikka," ungkap Iyonono.

Sementara itu, sesuai dengan fokus Pendopo kegiatan dilakukan mulai dari peningkatkan kualitas tidak hanya produk namun juga manajemen mutu dari pengrajin kain tenun ikat Sikka di NTT. "Kami mengolaborasikan para penenun adat dengan desainer ternama Didiet Maulana dan Iyonono untuk menyesuaikan selera masa kini, dan akhirnya melestarikan produk budaya tersebut melalui publikasi dan pembukaan akses ke pasar modern melalui Pendopo," tutup Tasya.

Ia menambahkan, harapannya melalui program ini Tenun Ikat Sikka bisa terus lestari dan dapat dinikmati generasi kini dan nanti. Seluruh koleksi Tenun Ikat Sikka Pendopo dapat ditemukan di toko Pendopo, Living World Alam Sutera, Tangerang Selatan, dan ruparupa.com, e-commerce resmi Kawan Lama Group. Selanjutnya, Pendopo juga akan memamerkan koleksi Tenun Ikat Sikka di dalam gelaran Indonesia Fashion Week di Jakarta Convention Center, Senayan, pada 22-26 Februari 2023. *** liputan6.com



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama