Inspiratif! Bertaruh Hidup di Atas Trotoar dan Teriknya Langit Kota Kupang

Inspiratif! Bertaruh Hidup di Atas Trotoar dan Teriknya Langit Kota Kupang

Mereka tak jua urungkan ambisi. Bertahan dengan situasi, meski masa kecil mereka sudah dirampas angan dan terlindas hidup yang keras.

Andre (14) dan Juan (10) berjualan di atas trotoar di Jl. Piet A. Talo Kupang. (Foto: Veronika)


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Mendung menggelayut di langit Kota Kupang. Sesekali sorot sang surya membakar raga mungil nan ringkih di pinggiran jalan Piet A Tallo, Oesapa Selatan, Kelapa Lima, Kota Kupang, Kamis 9 Februari 2023.

Yah! Andre (14) dan Juan (10). Mereka adalah dua bersaudara. Keseharian mereka ditemani deru roda besi, berkawan dengan polusi dan bermandikan peluh. Berpakaian lusuh, sepasang saudara ini duduk di persimpangan jalan menjajakan jagung rebus.

“Jagung rebus, jagung rebus, satu lima ribu. Beli ko,” demikian suara Juan merayu pembeli untuk membeli dagangan mereka. Sementara Andre tengah tidur disamping adiknya.

Mereka tak jua urungkan ambisi. Bertahan dengan situasi, meski masa kecil mereka sudah dirampas angan dan terlindas hidup yang keras. Mereka kaum marginal yang coba bertahan hidup dengan jualan jagung.

Sungguh malang nasib Andre dan Juan. Anak seusia mereka adalah masa yang harusnya diisi dengan belajar dan bermain. Namun apa dikata, kerasnya roda kehidupan telah merenggutnya.

Andre dan Juan rela jualan hingga larut malam. Mereka bahkan tidur di pinggiran jalan (trotoar), demi mencari rupiah untuk membantu ibu, dan menyambung nafas keluarganya.

“Saya dan kaka jualan bantu mama. Kasihan mama cari uang sendiri. Jadi pulang sekolah kami jalan dari rumah di Lasiana untuk jual jagung,” ungkap Juan.

Di balik bibir mungilnya, Juan mengatakan bahwa mereka harus bantu ibunya untuk jualan, karena ayah mereka sebagai tulang punggung keluarga pun tengah mencari nafkah di tanah rantau (Kalimantan).

 “Bapak ada di Kalimantan. Jadi kami jualan disini mulai jam 1 siang sampai jam 10 malam. Kalau cape dan mengantuk kami tidur disini sampai jagung sudah laku baru kami pulang. Biasanya mama kasih kami jual 50-80 bulir,” kisah Juan.

Dengan ekonomi yang pas-pasan membuat Andre dan Juan ikut bantu meringankan beban orang tuanya sebagai pejuang rupiah. Tak ada keluh yang terlontar dari mulut mereka, meski panas dan hujan menghantui. Keduanya tampak gembira menjalani keseharian mereka.

“Kami senang bantu mama. Hanya ini yang bisa kami buat untuk mama,” ungkap Juan.

Jagung yang dijual, kata Juan, dibeli oleh ibunya di Pasar Oesapa, Kota Kupang dengan harga Rp10 ribu per 5 bulir. Setelah itu direbus sekitar jam 10 pagi, dan dijual siang sepulang sekolah.

“Jagung mama beli di Pasar Oesapa. Rebus jam 10 pagi, setelah itu tunggu kami pulang sekolah, makan siang habis langsung kesini untuk jualan,” jelasnya.

Meski hanya pedagang jagung, tak lantas membuat Juan mengurungkan niatnya untuk menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) di suatu saat nanti. Yah! Itulah cita-cita Juan, usai menghabiskan masa kecilnya dengan bertarung melawan kerasnya dunia.

“Kalau sudah besar saya mau jadi tentara. Supaya buat mama bangga dan bisa bantu agar mama tidak susah lagi,” harap Juan. (Veronika)*** koranntt.com



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama