Mereka tak jua urungkan ambisi. Bertahan dengan situasi, meski masa kecil mereka sudah dirampas angan dan terlindas hidup yang keras.
Andre (14) dan Juan (10) berjualan di atas trotoar di Jl. Piet A. Talo Kupang. (Foto: Veronika) |
Yah! Andre (14) dan
Juan (10). Mereka adalah dua bersaudara. Keseharian mereka ditemani deru roda
besi, berkawan dengan polusi dan bermandikan peluh. Berpakaian lusuh, sepasang
saudara ini duduk di persimpangan jalan menjajakan jagung rebus.
“Jagung rebus, jagung
rebus, satu lima ribu. Beli ko,” demikian suara Juan merayu pembeli untuk
membeli dagangan mereka. Sementara Andre tengah tidur disamping adiknya.
Mereka tak jua urungkan
ambisi. Bertahan dengan situasi, meski masa kecil mereka sudah dirampas angan
dan terlindas hidup yang keras. Mereka kaum marginal yang coba bertahan hidup
dengan jualan jagung.
Sungguh malang nasib
Andre dan Juan. Anak seusia mereka adalah masa yang harusnya diisi dengan
belajar dan bermain. Namun apa dikata, kerasnya roda kehidupan telah
merenggutnya.
Andre dan Juan rela
jualan hingga larut malam. Mereka bahkan tidur di pinggiran jalan (trotoar),
demi mencari rupiah untuk membantu ibu, dan menyambung nafas keluarganya.
“Saya dan kaka jualan
bantu mama. Kasihan mama cari uang sendiri. Jadi pulang sekolah kami jalan dari
rumah di Lasiana untuk jual jagung,” ungkap Juan.
Di balik bibir
mungilnya, Juan mengatakan bahwa mereka harus bantu ibunya untuk jualan, karena
ayah mereka sebagai tulang punggung keluarga pun tengah mencari nafkah di tanah
rantau (Kalimantan).
“Bapak ada di Kalimantan. Jadi kami jualan
disini mulai jam 1 siang sampai jam 10 malam. Kalau cape dan mengantuk kami
tidur disini sampai jagung sudah laku baru kami pulang. Biasanya mama kasih
kami jual 50-80 bulir,” kisah Juan.
Dengan ekonomi yang
pas-pasan membuat Andre dan Juan ikut bantu meringankan beban orang tuanya
sebagai pejuang rupiah. Tak ada keluh yang terlontar dari mulut mereka, meski
panas dan hujan menghantui. Keduanya tampak gembira menjalani keseharian
mereka.
“Kami senang bantu
mama. Hanya ini yang bisa kami buat untuk mama,” ungkap Juan.
Jagung yang dijual,
kata Juan, dibeli oleh ibunya di Pasar Oesapa, Kota Kupang dengan harga Rp10
ribu per 5 bulir. Setelah itu direbus sekitar jam 10 pagi, dan dijual siang
sepulang sekolah.
“Jagung mama beli di
Pasar Oesapa. Rebus jam 10 pagi, setelah itu tunggu kami pulang sekolah, makan
siang habis langsung kesini untuk jualan,” jelasnya.
Meski hanya pedagang
jagung, tak lantas membuat Juan mengurungkan niatnya untuk menjadi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) di suatu saat nanti. Yah! Itulah cita-cita Juan, usai
menghabiskan masa kecilnya dengan bertarung melawan kerasnya dunia.
“Kalau sudah besar saya
mau jadi tentara. Supaya buat mama bangga dan bisa bantu agar mama tidak susah
lagi,” harap Juan. (Veronika)*** koranntt.com