Tan Malaka. ANTARA/Arief Priyono |
Tan Malaka lahir pada 2
Juni 1897 dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur. Masa remaja Tan Malaka
dihabiskan di Kweekschool, sekolah guru negara di Fort de Knock. Kemudian pada
1913, Tan Malaka melanjutkan studi ke Rijkskweekschool atau sekolah pendidikan
guru pemerintah di Belanda.
Tan Malaka menggemari
karya-karya aliran kiri, seperti sosialisme dan komunisme, seperti tokoh Vladimir
Lenin, Karl Marx dam Friedrich sejak duduk di bangku perkuliahan.
Ketertarikannya semakin kuat selepas kembali ke Indonesia dan mengabdikan diri
untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh Sanembah, Sumatera Utara.
Selama mengajar, Tan semakin merasakan penderitaan dan perbedaan kelas yang
dialami orang-orang pribumi di Sumatera.
Pada 7 November 1948
Tan Malaka membentuk partai Musyawarah Rakyat Banyak atau Murba, partai ini
menganut pemahaman antifasisme, antiimperialisme, dan antikapitalisme.
Setelahnya, Tan Malaka membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi guna
melawan Belanda, tetapi tak mendapat dukungan TNI.
Dalam perjuangannya,
Tan Malaka menjumpai halangan dan rintangan, mulai dari penangkapan dan
pembuangan di Kupang, pengusiran dari negara Indonesia, seringnya konflik
dengan Partai Komunis Indonesia hingga pernah diduga kuat sebagai dalang
dibalik penculikan Sutan Sjahrir pada bulan Juni 1946. Perjuangannya Tan Malaka
harus terhenti pada 19 Februari 1949, karena dianggap berpaham kiri. Tan Malaka
bersama pengikutnya ditangkap di Kediri, Jawa Timur.
Saat itu Tan Malaka
dikabarkan dieksekusi mati dengan cara ditembak, kemudian jasadnya dimakamkan
di Selopanggung, Kediri. kemudian dipindahkan di Kabupaten Limapuluh Kota,
Sumatera Barat.
Keberadaan makam Tan
Malaka di Desa Selopanggung ini merupakan hasil penelusuran sejarawan asal
Belanda, Harry A. Poeze. Selama lebih dari 30 tahun, Harry menelusuri jejak Tan
Malaka di pelosok Tanah Air dan negara yang pernah disinggahi. Bagi dia, sosok
Tan Malaka cukup misterius dengan peran besar bagi pergerakan perjuangan
Indonesia.
Sebelum berpulang, Tan
Malaka sempat menulis beberapa karya yakni Naar de Republiek Indonesia, Tanah Orang Miskin di Het Vrije Woord
edisi Maret 1920, Aksi Massa, Dari Penjara ke Penjara, Maifesto Jakarta,
Rencana Ekonomi Berjuang, Pidato Purwokerto, Gerpolek: Gerilya, Politik,
Ekonomi.
Buku Naar de
Republiek Indonesia merupakan karya Tan Malaka yang menginspirasi Sukarno dan
Bung Hatta membentuk Republik Indonesia. Sebab buku ini berisi konsep bangsa
Indonesia dan perjuangan kemerdekaan pribumi untuk lepas dari kolonialisme. Maka
itu, Tan Malaka mendapat julukan Bapak Republik Indonesia.