Pelajar SMA di NTT diwajibkan masuk sekolah pukul 5 pagi. ©2023 Merdeka.com |
Video yang beredar di
media sosial menunjukkan sejumlah guru tiba di sekolah masih dalam keadaan
gelap. Salah satu guru mengatakan kepada teman-teman gurunya untuk masuk ke
kelas tepat pukul 05.03 WITA.
"Kita mau masuk
kelas sudah, tapi siswa-siswinya belum ada. Tinggal satu menit lagi dan
walaupun belum ada siswa, saya tetap masuk kelas," jawab guru lainnya
dalam video tersebut.
Bahkan ada guru yang
menyempatkan diri merias wajahnya sebelum jam mata pelajaran dimulai.
"Saya ngajar jam pertama dan siswanya baru satu orang. Saya juga belum
sarapan dan sekarang masih pakai bedak dulu," ujarnya.
Kebijakan ini menjadi
perdebatan hangat di media sosial hingga mendapatkan tanggapan dari Ombudsman
NTT. Penerapan ini dinilai Ombudsman NTT tanpa dasar ilmiah, kajian akademis,
tanpa persetujuan orang tua hingga dasar hukum yang tidak jelas.
Kepala Ombudsman NTT
Darius Beda Daton menilai kebijakan yang tiba-tiba diterapkan ini sebagai tanda
takutnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi terhadap Gubernur NTT Viktor
Bungtilu Laiskodat.
"Sehingga sangat
perlu dikaji dulu, didiskusikan, apakah memang sangat penting dilaksanakan
karena saya rasa di seluruh Indonesia tidak ada sekolah yang mulai jam
begini," katanya.
Dia sendiri pun belum
mendapatkan aturan resmi mengenai kebijakan ini sebagai dasar hukumnya. Darius
saat dihubungi wartawan menyebut, sebagai dinas teknis harusnya memahami
pentingnya kajian ilmiah akan setiap arahan pimpinan.
"Namanya dinas
pendidikan, lembaga pendidikan, itu perlu diskusi. Nanti kalau gubernur baru
mau sekolah jam 2 malam, lalu tidak ada yang protes, kita mau sekolah lagi jam
2? Bukan menolak ya, kita tetap perlu kajian," ujarnya.
Bila dinas sendiri
telah mengabaikan dasar hukum dan kajian akan aturan ini, maka seolah-olah
arahan itu diikuti karena takut terhadap pimpinan.
"Jangan sampai
sekolah-sekolah ini menerapkan ini karena rasa takut bahwa ini perintah dari
Pak Gubernur lalu langsung ikuti saja. Itu ujuk-ujuk namanya, tidak bisa
seperti itu," protes Darius Beda Daton.
Menurutnya, kebijakan
ini tidak ada manfaat sama sekali. Karena bukan orang tua saja namun para
tenaga pendidik juga terbebani. "Ada sekolah yang sudah terapkan ini. Ini
yang kita sesalkan. Bila aturan ini tidak ditinjau maka dikhawatirkan akan
memancing protes dari banyak wali atau orang tua murid," tutup Darius Beda
Daton.
Hingga berita ini
tayang, belum ada tanggapan dari Dinas Pendidikan Provinsi NTT maupun Viktor
terkait kebijakan baru tersebut.