"Kementerian
Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Anak akan segera menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur NTT agar mengkaji
kembali kebijakan masuk sekolah pukul 5.30 Wita," katanya pada Kamis, 16
Maret 2023.
Ia mengatakan pihaknya
telah mengikuti rapat bersama lintas kementerian antara lain Inspektur Jenderal
Kemendikbudristek, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA,
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian
Dalam Negeri dan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT untuk membahas
kebijakan masuk sekolah pukul 5.30 yang diterapkan bagi 10 SMA/SMK di Kota
Kupang.
Dalam rapat itu, kata
dia, telah disepakati bersama bahwa selanjutnya sejumlah kementerian akan
menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur NTT agar mengkaji kembali kebijakan
tersebut karena harus disesuaikan atau harmonisasi peraturan
perundang-undangan.
Selain itu juga
mempertimbangkan kepentingan terbaik anak sebagaimana diatur dalam
undang-undang terkait perlindungan anak.
Beda Daton menjelaskan
berdasarkan Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, untuk model kebijakan
tersebut harus merujuk pada minimal dua prinsip hak anak yaitu kepentingan terbaik
bagi anak dan partisipasi anak.
Selain itu, kata dia,
belum ada studi yang menjustifikasi jika sekolah dimulai lebih pagi dan
menambah lama jam sekolah memiliki signifikansi terhadap etos belajar,
kedisiplinan, dan prestasi siswa.
Kebijakan masuk sekolah
pukul 5.30 pagi, kata dia, justru dapat menimbulkan dampak buruk jika tetap
dijalankan dan tidak segera dilakukan mitigasi.
"Jadi bisa
berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi siswa. Dari sisi fisik,
masuk sekolah lebih pagi akan mempengaruhi kualitas tidur sehingga berpengaruh
pada kondisi fisik anak," katanya.
Sementara itu,
penambahan jam sekolah akan mengakibatkan kelelahan kronis pada anak yang bisa
menurunkan daya tahan tubuh sehingga lebih rentan terserang penyakit.
Oleh sebab itu, kata
dia, beberapa kementerian terkait sepakat untuk memberikan rekomendasi agar
kebijakan itu dikaji kembali oleh Pemerintah Provinsi NTT. ***