Rapor Pendidikan NTT Dikeluarkan oleh Kemendikbud: Literasi dan Numerasi Rendah

Rapor Pendidikan NTT Dikeluarkan oleh Kemendikbud: Literasi dan Numerasi Rendah



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Rapor pendidikan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat kemampuan literasi dan numerasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada jenjang SMA masih rendah.

Hal itu didapat Kemendikbud dari asesmen terhadap 869 SMA di NTT pada 2022. Asesmen dilakukan pada 33.433 siswa, 773 kepala satuan pendidik, dan 20.214 guru.

"Kemampuan literasi di bawah kompetensi minimum kurang dari 50 persen siswa telah mencapai batas kompetensi minimum untuk literasi membaca," demikian dikutip dari Rapor Pendidikan Kemendikbud, Kamis (2/3).

"Kemampuan numerasi di bawah kompetensi minimum kurang dari 50 persen siswa telah mencapai batas kompetensi minimum untuk numerasi," lanjutnya.

Adapun Indeks Kualitas Pembelajaran (IKP) di SMA se-NTT masuk kategori terarah. Artinya, pembelajaran mengarah pada peningkatan kualitas yang ditunjukkan dengan suasana kelas yang mulai kondusif dan adanya dukungan afektif serta aktivasi kognitif dari guru.

Kemendikbudristek menyebut kegiatan pengembangan kualitas pembelajaran yang dilakukan di SMA di NTT belum terstruktur.

"Guru belum konsisten melakukan refleksi pembelajaran, mengeksplorasi referensi pengajaran baru, dan mencetuskan inovasi baru," tulisnya.

Lebih lanjut, kepemimpinan instruksional SMA di NTT belum mengacu pada visi misi sekolah, belum mendorong perencanaan, praktik dan asesmen pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan hasil belajar siswa.

"Dan belum mengembangkan program, sistem insentif dan sumber daya yang mendukung guru melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran," ucapnya.

Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT peringkat ke-32 di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021.

Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengusulkan jam masuk sekolah jenjang SMA dimajukan pada pukul 05.00 WITA. Aturan itu sudah diterapkan di sejumlah sekolah di NTT.

Setelah mengungkapkan usulan itu, Viktor banyak mengeluh terkait pendidikan di NTT. Salah satunya, Viktor heran peserta didik di NTT belum bisa menembus perguruan tinggi negeri sekelas UI, UGM, hingga ITS.

Menurutnya, masih ada perbedaan yang besar antara pendidikan dan sumber daya manusia di NTT dengan DKI Jakarta.

Padahal, kata dia, pihaknya telah mengalokasikan hampir 50 persen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan.

"Mengapa uang begini banyak dilawan dengan sekolah swasta yang datang dari Jakarta yang saya tahu pasti mereka punya investasi sekitar tiga persen dibawa dari Provinsi Nusa Tenggara Timur punya investasi, kok tidak ada yang tembus UI 200 orang, UGM sekian orang, ITS," katanya.

Namun, terbaru, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi merevisi kebijakan jam masuk sekolah jenjang pendidikan SMA/SMK yang awalnya pada pukul 05.00 WITA, terkini diputuskan menjadi pukul 05.30 WITA.

Linus mengatakan perubahan itu menyusul sejumlah pertimbangan dari guru dan tanpa mengabaikan hak-hak peserta didik. Ia juga menegaskan kebijakan tersebut saat ini hanya ditujukan bagi siswa SMA/SMK kelas XII.

Wacana itu mendapat kritik dari berbagai pihak, salah satunya Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim.

Dia menilai kebijakan tersebut tampak tidak melalui kajian akademis terlebih dulu. Satriwan juga mengkritisi wacana kebijakan tersebut sangat tidak ramah anak, orang tua, dan guru. *** cnnindonesia.com



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama