Desa Pemekaran: Apa yang diharap - Apa yang Didapat?
Pemekaran Desa menurut UU Desa
Dalam UU Desa Nomor 6
tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa. Penataan yang diperintahkan UU
Desa harus berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tujuan Penataan Desa
1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan
Desa;
2.
Mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat Desa;
3.
Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan
publik;
4.
Meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan
Desa; dan
5. Meningkatkan daya saing Desa.
Syarat Pembentukan Desa
1. Batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun
terhitung sejak pembentukan;
2.
Jumlah penduduk,
(harus sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam pasal 8 UU Desa);
3.
Wilayah kerja
yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
4.
Sosial budaya
yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat
istiadat Desa;
5.
Memiliki potensi
yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi
pendukung;
6.
Batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam
bentuk Peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota;
7.
Sarana dan
prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
8. Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan
tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pada prinsipnya
pemekaran desa dibenarkan oleh UU. Selama alur pemekaran Desa harus dilakukan
sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pembentukan Desa
dilakukan melalui Desa persiapan. Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah
Desa induk. Desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam
jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Peningkatan status dilaksanakan
berdasarkan hasil evaluasi.
Pembentukan Desa
ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat
desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta
kemampuan dan potensi desa.
Pembiayaan, pembinaan
dan pengawasan pembentukan Desa menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan melalui pemberian
pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.
Alur
Prosedur dan Mekanisme Pemekaran Desa
1. Prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk
Desa oleh Masyarakat.
2.
Mengajukan usul
pembentukan Desa kepada BPD dan Kepala Desa melibatkan Masyarakat.
3.
Mengadakan rapat
bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan Desa,
dan kesepakatan hasil rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD
tentang Pembentukan Desa melibatkan BPD dan Kepala Desa.
4.
Mengajukan usul
pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara
Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi Desa yang akan dibentuk
melibatkan Kepala Desa.
5.
Melakukan
observasi ke Desa yang akan dibentuk, hasil observasi menjadi bahan rekomendasi
kepada Bupati/Walikota melibatkan Tim Kabupaten/Kota dan Tim Kecamatan atas
perintah Bupati/Walikota.
6.
Jika layak
dimekarkan, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan
Desa dengan melibatkan Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD atau
sebutan lain), dan unsur masyarakat Desa.
7.
Bupati/Walikota
menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat
7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama melibatkan Pimpinan
DPRD;
8.
Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama melibatkan
Bupati/Walikota.
9. Mengundangkan Peraturan Daerah di dalam Lembaran
Daerah jika Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dianggap syah
dengan melibatkan Sekretaris Daerah.
Sebagai implikasi dari
pemberian kewenangan kepada daerah melalui Gubernur yang menjadi wakil
Pemerintah Pusat dapat melakukan pembinaan dan pengawasan baik berupa evaluasi
dan klarifikasi terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang telah disetujui
bersama DPRD. Evaluasi dan Klarifikasi dilakukan oleh Biro Hukum Seketariat
Daerah Provinsi.
Secara lengkap Pedoman
Pemekaran Desa, dapat dipelajari dalam Regulasi UU Desa dan peraturan terkait
lainnya.
****
Nasib Desa
Pemekaran Terkontang Kantung
Dugaan berbagai rekayasa data dan atau
memaksakannya inilah lalu membuat celah peningkatan status Desa Persiapan
menjadi Desa Mandiri (definitif) menjadi batal. Pasalnya, pada saat evaluasi
persetujuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) oleh Gubernur akan menolak
Raperda tersebut karena dinilai tidak memenuhi persyaratan seperti diurai di
atas.
Hal ini diperparah jika Gubernur menolak memberikan
persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) UU Desa, sehingga Raperda tersebut tidak dapat disahkan dan tidak dapat
diajukan kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah penolakan oleh Gubernur dan
Desa Persiapan akan dihapus serta wilayahnya kembali ke desa induk
Alhasil, nasib desa pemekaran akan terkontang
kantung, keinginan atau bahkan ambisi membangun desa mesti terhenti karena
terganjal aturan. Jika dilanjutkan, hanya akan memberatkan beban Anggaran
Pendapatan Belaja Daerah (APBD) saja. Sementara itu, beberapa diantara Desa
Persiapan disinyalir terdapat gap yang tidak semestinya terjadi oleh
Kepala desa dan para perangkat desanya seolah-olah Pjs. Kepala Desa telah
memiliki kewenangan penuh mengurus desa (persiapan) nya.
Kalau sudah begini lantas siapa yang bertanggung
jawab. Masyarakat nyaris terbuai dengan gegap gempita desanya yang tak lama
lagi menjadi desa mandiri, pejabat Kepala Desa (Sementara) yang terlanjur
berkuasa dan mesti terhenti menggapai visi. Kepala Desa Induk sebagai
pemrakarsa pemekaran, Kepala Wilayah (Camat) setempat atau bahkan Satuan Kerja
Perangkat Dinas (SKPD) terkait kah (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa) yang patut dipersalahkan karena lalai memperhatikan amanat
UU Desa atau ada kepentingan-kepentingan lain di luar maksud dan cita-cita
pemekaran itu sendiri.
Jika Terlanjur,
Bagaimana Solusinya ?
Tidak ada jalan lain, alasan mengapa pemekaran desa
dapat dianggap sebagai salah satu keinginan untuk menyediakan pelayanan publik
yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas / terukur diasumsikan
akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan
pelayanan melalui pemerintahan desa induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang
lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan desa pada skala yang lebih
terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.
Lalu, percepatan pertumbuhan ekonomi penduduk
setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi desa berbasiskan
potensi lokal, sehingga memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi
desa baru yang selama ini tidak tergali.
Pada tenggat waktu yang hanya tersisa satu setengah
tahun kedepan, seluruh komponen desa persiapan mulai dari Kepala Desa Induk,
Camat dan BPMPD sudah barang tentu mesti lebih serius dalam melakukan
pembinaan. Kesalahan dan kealpaan yang masih dapat ditolelir masih dapat
diperbaiki sebelum kurun waktu maksimal tiga tahun untuk ditetapkannya Desa
Persiapan menjadi desa mandiri berakhir.
Mungkinkah program-program pemerintah seperti
transmigrasi cocok diberlakukan demi mencukupi jumlah penduduk sebagaimana yang
dipersyaratkan UU Desa dan percepatan pembuatan batas wilayah desa yang tak
kalah penting.
Lebih rinci, pemekaran (tentu juga penghapusan dan
penggabungan) desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
melalui; peningkatan pelayanan, percepatan pertumbuhan kehidupan masyarakat,
percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian desa, percepatan pengelolan
potensi desa dan peningkatan rasa aman serta peningkatan hubungan yang serasi
antara desa, desa hingga ke pusat.
Jika diamati sepintas, kondisi ini disatu pihak
menunjukkan adanya perkembangan yang mengarah kepada perbaikan dan pendekatan
peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat yang diharapkan akan
mensejahterakan penduduk di desa yang baru dimekarkan. Namun di lain pihak
perkembangan ini juga menimbulkan kekhawatiran karena beban APBD dan APBN untuk
membiayai desa yang dimekarkan akan semakin berat. Lebih dari itu, pemekaran
yang marak ini belum tentu akan jauh lebih mengefisiensikan kinerja
pemerintahan, mendekatkan pelayanan publik dan belum tentu pada akhirnya akan
mensejahterakan rakyat seperti yang dikemukakan dan dicita-citakan para
pemrakarsanya.
Meski demikian, tidak semua desa yang dimekarkan
mendapat predikat negatif. Walaupun ditemui sejumlah hasil yang menggembirakan
namun sejumlah masalah juga muncul dan semakin lama menjadi semakin besar,
yakni antara lain; kentalnya warna kedaerahan (termasuk ide dominasi putra
daerah) di dalam semua proses dan bidang sosial, politik, budaya serta
ekonomi, lalu ditemukannya potensi konflik kepentingan antar elite yang
pada akhirnya berdampak pada konflik antar massa masing-masing pendukung.
Ketidakjelasan relasi antar fungsi dalam sistem pemerintahan pusat dengan desa
dan antar desa.
Jadi walaupun UU No. 06/2014 tentang Desa membuka
ruang untuk dilangsungkannya proyek pemekaran dengan fungsi
desentralisasi-otonomi desa sendiri, diperlukan kearifan dari para pengambil
kebijakan untuk secara hati-hati dalam meresponsnya, yaitu diperlukan pengkajian
ulang yang dapat dijadikan dasar untuk memproses, menyetujui atau menolak usul
pemekaran tersebut.
Catatan Jalan Setapak Foho Betara
Senin, 06 Maret 2023