Waduh Johnny G Plate Gunakan Sebagian Uang Hasil Korupsi untuk Bantu Gereja dan Sekolah Katolik di NTT

Waduh Johnny G Plate Gunakan Sebagian Uang Hasil Korupsi untuk Bantu Gereja dan Sekolah Katolik di NTT

Mantan Menkominfo Johnny G Plate menjalani sidang sebagai terdakwa kasus korupsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (27/6/2023). Johnny G Plate didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek menara base transceiver station (BTS) Bakti Kominfo tahun 2020-2022 yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 8 triliun. 





Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang kini jadi terdakwa kasus korupsi, Johnny G Plate, menyalurkan sebagian uang hasil korupsi ke gereja dan sekolah Katolik di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Total uang yang dikirim ke gereja dan sekolah di tanah kelahiran Johnny G Plate mencapai Rp 1,5 miliar. Perinciannya, Rp 1 miliar disumbangkan ke dua gereja dan Rp 500 juta didonasikan ke Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus.

Fakta ini terungkap dalam sidang kasus korupsi proyek BTS Bakti Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023).

Uang yang disalurkan ke gereja dan sekolah Katolik tersebut merupakan bagian dari uang yang diterima Johnny G Plate dari Anang Achmad Latif yang saat itu merupakan Direktur Utama Bakti Kominfo.

Penyerahan uang dari Anang Achmad Latif ke Johnny G Plate tidak dilakukan secara langsung. 

Johnny mengutus sekretarisnya, Happy Endah Palupy untuk mengambil uang. Happy kemudian mendelegasikan ke Yunita, staf kesekretariatan,

Sementara Anang Achmad Latif menyuruh seorang pria yang menyembunyikan wajahnya di balik masker dan topi. Keduanya bertemu di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.

Saat itu, Yunita menerima kardus dan goodie bag berisi uang. Sebelumnya Yunita sudah pernah melakukan hal yang sama.

Kali ini, dia merasa menerima bungkusan yang lebih besar dari sebelumnya.

"Biasanya kan (isinya) setengah goodie bag kecil, kali ini goodie bag-nya lumayan besar," ujar Yunita pada persidangan di Pengadilan Tipikor, Selasa (19/9/2023).

Setelah menerima paket tersebut, Yunita bergegas kembali ke kantor dan meletakkan kardus tersebut di meja kerja Happy Endah Palupy.

Menurut Happy Endah, setoran Rp 1,5 miliar itu di luar kelaziman. Sebab biasanya, dia menerima Rp 500 juta per bulan. Uang Rp 500 juta per bulan tersebut merupakan setoran rutin dari Anang Achmad Latif ke Johnny G Plate.

Karena merasa di luar kelaziman, Happy mengintip isi goodie bag. "Saya intip, Yang Mulia, karena di luar kelaziman. Disobek, lihat dikit, terus ditutup lagi, Yang Mulia," kata Happy Endah.

Selanjutnya, Happy menerima arahan dari Johnny G Plate untuk mentransfer uang tersebut ke dua rekening.

"Saya dikasih nomor rekening untuk transfer ke rekening Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus sama Dioses Kupang," ujar Happy.

Happy minta bantuan temannya, Muhammad Zainal Arifin, untuk melakukan tugas itu.

Zainal Arifin merupakan pebisnis alat berat dan batubara yang juga Direktur CV Aribi.

Pada saat menerima pesan dari Happy, Zainal harus pergi ke Jawa Tengah untuk mengambil alat berat.

Zainal baru melakukan transfer beberapa hari setelah menerima pesan dari Happy. Saat itu Zainal berada di Yogyakarta. 

"Jadi beberapa hari setelah itu baru saya transfer, yang ke gereja satu miliar, ke yayasan pendidikan 500 juta, Yang Mulia," ujar Zainal.

Untuk informasi, keterangan para saksi ini kemudian menjadi fakta persidangan perkara tiga terdakwa, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.

Dalam perkara ini mereka telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tower BTS bersama tiga terdakwa lainnya, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. *** tribunnews.com



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama