Awalnya, kosmos dipandang sebagai ciptaan ilahi,
terbatas, dan bercabang dua, dibagi menjadi alam sublunar dan superlunar.
Ide-ide ini didasarkan pada pemahaman supernatural tentang dunia.
Bersama Thales dan para filsuf lain pada masanya,
para pemikir mulai mendalilkan alam semesta yang selaras dengan alam,
berdasarkan sifat-sifat fisik dan alam. Dengan demikian, para astronom awal
mulai mengamati dan menganalisis alam semesta secara empiris.
Pandangan Awal
Kosmos: Thales dari Miletus
Dari sekian banyak filsuf Yunani kuno, Thales dari
Miletus sering dianggap sebagai yang pertama. Tentu saja, dia adalah salah satu
pendukung awal untuk penjelasan naturalistik untuk fenomena yang dapat diamati
di alam semesta. Dengan demikian, Thales mengungkapkan dasar-dasar kosmos dalam
istilah yang dapat dijelaskan oleh alam daripada mitologi atau spiritualitas.
Menurut Thales, air adalah sumber dari segala sesuatu.
Dia percaya bahwa air adalah elemen utama yang menyusun kosmos dan segala
sesuatu yang berasal darinya. Thales mengusulkan bahwa air adalah sumber
kehidupan dan mengatur semua bentuk keberadaan dan transformasi semua materi.
Mengenai astronomi, Thales berpendapat bahwa Bumi
mengapung di atas air. Oleh karena itu, bumi juga diyakini sebagai cakram
datar. Dengan mengamati perubahan kondisi air, dan kemampuannya untuk menguap
ke udara dan mengembun menjadi hujan, ia membuktikan peran sentral air di alam semesta.
Thales juga diketahui pernah memprediksi gerhana
matahari secara akurat, yang menunjukkan pengetahuannya tentang geometri dan
astronomi. Dia juga memperkenalkan konsep bola langit, bola imajiner yang
mengelilingi bumi, yang terdiri dari bintang-bintang tetap dan benda-benda
langit.
Pandangan-pandangan ini mendorong upaya lebih lanjut
untuk merumuskan teori-teori tentang dunia alam melalui sifat-sifat fisik,
bukan melalui penjelasan mitos atau supernatural. Para filsuf di kemudian hari
akan mencoba alur pemikiran yang sama, di mana bumi, api, atau udara dipandang
sebagai blok bangunan dasar kehidupan.
Awal Mula Kosmos
Geometris: Anaximander
Anaximander dari Miletus adalah seorang filsuf dan
astronom terkenal yang berada di bawah bimbingan Thales. Mengikuti gagasan
gurunya, Anaximander juga mengusulkan substansi atau prinsip utama dari mana
segala sesuatu berasal dan ke mana segala sesuatu akan kembali. Substansi dasar
ini disebutnya sebagai Yang Tak Terbatas, yang ia yakini sebagai entitas abadi
dan tak terbatas yang melampaui dunia fisik.
Meskipun karya-karya asli Anaximander tentang
astronomi dan kosmologi telah hilang, namun pemikirannya diklaim kembali oleh
para pemikir berikutnya, termasuk Aristoteles, yang melestarikan ide-ide sang
astronom.
Alih-alih cakram datar, Anaximander meyakini bahwa
Bumi berbentuk silinder dan berbentuk kolom. Lebih jauh lagi, ia mengusulkan
bahwa Bumi tidak terpaku pada suatu tempat partikel, melainkan menggantung di
ruang angkasa tanpa penyangga.
Menurut Anaximander, Bumi berada di pusat alam
semesta. Di sekelilingnya terdapat serangkaian cincin konsentris yang mewakili
benda-benda langit. Benda-benda tersebut termasuk Bulan, Matahari, dan
bintang-bintang, yang masing-masing mengelilingi Bumi dalam cincinnya sendiri.
Anaximander berpendapat bahwa benda-benda langit itu adalah cincin berapi yang
diisi dengan udara yang terkondensasi. Benda-benda langit itu bergerak akibat
arus udara. Penampakan mereka yang bervariasi, seperti fase-fase Bulan,
disebabkan oleh cahaya Matahari.
Asal usul kosmos dipahami sebagai sesuatu yang
terjadi karena proses pemisahan dan diferensiasi dari Yang Tak Terbatas, sebuah
konsep yang telah disebutkan di atas. Alam semesta terwujud dari campuran purba
antara panas dan dingin, yang darinya Bumi terbentuk di atas dasar
elemen-elemen yang lebih padat yang tenggelam ke pusat.
Anaximander memberikan terobosan dan, yang
mengejutkan, sering kali visi kosmos yang relatif akurat yang menekankan
penjelasan naturalistik yang menandai pergeseran ke arah penyelidikan rasional
dan ilmiah tentang sifat alam semesta. Ide-idenya diekspresikan dengan jelas
berbeda dengan pandangan kosmologis sebelumnya yang mengandalkan penjelasan
ilahi atau mitos.
Aristarkhus dari
Samos dan Model Heliosentris
Sementara Aristarkhus mengikuti para pendahulunya
dalam mencoba memodelkan kosmos berdasarkan metode observasi rasional dan
empiris, pendekatan naturalisnya menuntunnya untuk menyimpulkan pemahaman
heliosentris tentang kosmos, yang merupakan penyimpangan dari pandangan
geosentris yang berlaku.
Oleh karena itu, Aristarkhus mengusulkan bahwa
Matahari berada di pusat alam semesta. Bumi dan planet-planet lain diyakini
berputar mengelilingi Matahari. Kesimpulan Aristarkhus sebagian besar
didasarkan pada pengamatannya terhadap langit. Ia memperhatikan bahwa gerakan
bintang-bintang yang terlihat konsisten dengan rotasi Bumi pada sumbunya,
sementara gerakan planet-planet tampak lebih kompleks.
Lebih jauh lagi, Aristarkhus berusaha memperkirakan
ukuran dan jarak Matahari, Bulan, dan Bumi. Dia menyarankan sebuah metode yang
melibatkan pengukuran sudut selama gerhana bulan untuk menentukan jarak relatif
dan ukuran benda-benda langit ini.
Aristarkhus juga membuat estimasi kasar rasio ukuran
antara Bumi, Bulan, dan Matahari. Ia menyimpulkan bahwa Matahari secara
signifikan lebih besar daripada Bumi dan diameternya 6 hingga 7 kali lebih
besar daripada Bulan. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa Matahari berada
sekitar 19 kali lebih jauh dari Bumi daripada Bulan.
Terlepas dari model heliosentris revolusioner
Aristarkhus, ide-idenya tidak diterima. Sebaliknya, pemikiran umum yang
mendominasi astronomi sepanjang sejarah Barat adalah model geosentris. Karya
Aristarkhus akhirnya ditemukan kembali dan dihidupkan kembali oleh para
astronom setelahnya, terutama Copernicus, pada abad ke-16.
Model Eksentrik
Hipparchus
Hipparchus dari Nicea adalah seorang astronom dan
matematikawan Yunani kuno yang hidup pada abad ke-2 SM. Dia berinovasi dalam
teknik observasi dan memperkenalkan konsep sistem magnitudo yang digunakan
untuk mengukur kecerahan bintang. Meskipun filosofinya kurang dikenal,
pendekatannya yang ketat dan sistematis terhadap penyelidikan ilmiah sangat
berpengaruh.
Katalog bintang pertama yang komprehensif disusun
oleh Hipparchus dan dinamakan “Katalog Hipparchus”. Katalog ini memuat posisi
dan magnitudo sekitar 850 bintang. Sistem magnitudo yang digunakan untuk
mengukur bintang berdasarkan kecerlangannya digunakan untuk mengkategorikan
bintang. Karyanya sangat berpengaruh dalam perkembangan klasifikasi bintang di
kemudian hari.
Hipparchus membuat kemajuan lebih lanjut dalam
trigonometri yang digunakan untuk meningkatkan akurasi pengukuran astronomi.
Dia berinovasi dalam teknik-teknik yang menjadi dasar dalam menghitung jarak
dan ukuran benda-benda langit.
Penemuan lebih lanjut dibuat oleh Hipparchus yang
merinci fenomena yang dikenal sebagai presesi ekuinoks. Teori ini menjelaskan
bahwa posisi bintang dan ekuinoks bergeser dari waktu ke waktu, mengindikasikan
bahwa sumbu rotasi Bumi perlahan-lahan bergoyang.
Akhirnya, upaya astronomi Hipparchus membantu
menciptakan metode untuk memprediksi gerhana bulan dan matahari. Dengan
menganalisis ketidakteraturan dalam gerakan Bulan, ia menciptakan model
matematika yang dapat meramalkan terjadinya dan karakteristik peristiwa langit
ini.
Seperti yang dijelaskan di sini, Hipparchus adalah
salah satu dari sekian banyak astronom Yunani berpengaruh yang berusaha
menjelaskan kosmos melalui formulasi matematika yang ketat dan pengamatan
empiris.
Model Geosentris
Ptolemeus
Claudius Ptolemaeus, yang dikenal dengan nama
mononya Ptolemeus, adalah seorang astronom, matematikawan, kartografer, dan
ahli geografi Yunani-Mesir yang berpengaruh yang hidup pada abad kedua Masehi.
Visi geosentrisnya tentang alam semesta memiliki dampak yang bertahan lama dan
mendalam pada pemikiran ilmiah Barat selama lebih dari satu milenium.
Filsafat Ptolemeus sangat dipengaruhi oleh tradisi
filsafat Yunani yang dominan, terutama dari Aristoteles dan Plato. Mengikuti
jejak para pendahulunya dari Yunani dan teori-teori ilmiah awal mereka,
Ptolemeus berusaha mengembangkan model komprehensif tentang dunia alam
berdasarkan prinsip-prinsip matematika dan data empiris.
Seperti Anaximander, sistem Ptolemeus menempatkan
Bumi sebagai pusat alam semesta, dengan benda-benda langit yang tersusun dalam
bola-bola konsentris di sekelilingnya. Sebuah tambahan inovatif terhadap model
sebelumnya yang menyatakan bahwa, ketika Bumi tidak bergerak, benda-benda
langit mengorbit Bumi dalam jalur melingkar sempurna di dalam bulatannya
masing-masing.
Ptolemeus juga berusaha menjelaskan ketidakteraturan
yang teramati dalam gerakan planet-planet dan dengan demikian memperkenalkan
konsep epicycle dan equant. Menurutnya, setiap planet bergerak dalam lingkaran
kecil yang disebut epicycle, yang pada gilirannya, bergerak di sepanjang
lingkaran yang lebih besar mengelilingi Bumi. Pusat epicycle, lingkaran yang
lebih besar, disebut deferent. Equant adalah titik yang terletak jauh dari
pusat deferent tetapi secara simetris berlawanan dengan epicycle. Konsep
epicycle dan epicycle memungkinkan untuk menjelaskan pergerakan planet yang
tidak teratur seperti yang dapat diamati dari Bumi, seperti gerakan retrograde.
Penggunaan matematika yang ekstensif, seperti
trigonometri dan geometri, memungkinkan Ptolemeus untuk menggambarkan dan
menghitung posisi dan gerakan benda-benda langit. Dia selanjutnya mengembangkan
teknik matematika, termasuk karyanya tentang trigonometri bola, yang dia
gunakan untuk membuat prediksi dan pengukuran yang terperinci.
Almagest adalah karya Ptolemeus yang paling
terkenal, yang secara harfiah berarti “Yang Terhebat”. Di dalamnya, ia
menawarkan risalah komprehensif tentang astronomi yang mensintesis dan
memperluas pengetahuan astronomi yang dikenal pada masanya. Karya ini terdiri
dari 13 buku dan mencakup berbagai topik khusus untuk teori dan model kosmos.
Termasuk di dalamnya adalah pengamatan, model matematika, dan tabel posisi
planet. Almagest menjadi teks astronomi otoritatif di dunia Barat selama
berabad-abad.
Secara keseluruhan, Ptolemeus adalah seorang pemikir
monumental dalam memajukan studi astronomi. Meskipun model geosentrisnya
terbukti salah, namun pengamatan dan kerja matematisnya yang cermat
menempatkannya di antara model-model utama yang memengaruhi pemikiran astronomi,
filosofis, dan ilmiah di masa depan. Terlepas dari keakuratan penemuannya,
penekanan Ptolemeus pada pemodelan matematika dan geometri yang tepat menjadi
preseden bagi penyelidikan ilmiah. Para astronom lain dapat mencontohnya,
memberikan para astronom besar pada masa Renaisans dan Pencerahan alat untuk
menyelesaikan model alam semesta yang kontemporer dan akurat.*