Ilustrasi |
Menurut Ince Sayuna, Wakil Ketua DPRD NTT saat dihubungi,pada Minggu
(01/10) malam, mengatakan sesuai evaluasi DPRD aksi konvergensi penanganan
stunting yang dilakukan oleh pemerintah di NTT itu sudah berjalan baik namun
masih meninggalkan beberapa permasalahan.
Dia menjelaskan beberapa permasalahan
dalam pencegahan dan
penanganan stunting di wilayah NTT, yang pertama adalah belum adanya
kebijakan terpadu yang menjamin keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam
penanganan dan pencegahan stunting. Yang kedua adalah belum ada payung hukum
terkait konvergensi dalam penanganan dan pencegahan stunting. Terakhir dia
menambahkan sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan (LHP BPK) pada tahun 2021 penanganan dan pencegahan stunting di
NTT sepenuhnya belum tepat sasaran.
Dari permasalahan yang dihadapi maka dia menyarankan
beberapa beberapa hal penting
yang bersifat rekomondatif. Yang pertama adalah perlu ditetapkan kebijakan
terkait mekanisme komando lapangan untuk peningkatan dan penguatan kapasitas
proses konvergensi sesuai alur koordinasi.
Yang kedua
adalah penanganan dan pencegahan stunting harus dimulai sejak awal kehamilan.
Yang ketiga adalah melibatkan Pokja Stunting Penanganan dan Pencegahan Stunting
NTT sebagai Counter part semua pemangku kepentingan. Yang keempat adalah perlu
adanya monitoring dan evaluasi terpadu untuk mantau perkembangan capaian
penurunan. Yang kelima adalah perlu ditetapkan aturan hukum minimal dalam
bentuk Peraturan Gubernur tentang Aksi Konvergensi penanganan dan Pencegahan
Stunting.
Dia juga menambahkan, sesuai data dari Study Status
Gisi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021
maka provinsi NTT memiliki 15 kabupaten berkategori merah dengan ratio
prevalensi diatas 30 persen sehingga menempatkan NTT menjadi urutan teratas
sebagai daerah dengan angka stunting tertinggi di Indonesia sekaligus menjadi
daerah prioritas penanganan stunting secara nasional dari 12 provinsi lainya.
"Kita masih
tertinggi, bahakan Kabupaten TTU dan TTS itu menempati urutan pertama dan kedua
yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia karna berada diatas 46
persen dari 246 kabupaten kota," jelasnya.
Dia berharap untuk
penanganan dan pencegahan stunting di NTT maka dibutuhkan kerja konvergensi
dari semua stakeholder. Pihak swasta dan elen keagamaan juga diajak untuk
bersinergi.
"Kan kita
memiliki sumber dana bermacam- macam, APBN, APBD baik propinsi maupun kabupaten
kota, samapai ADD. Ini sumberdaya yang luar biasa," katanya.
Terakhir dia mengatakan
terkait dengan acara stunting award yang digagas Harian Umum Pos Kupang
merupakan kegiatan positif yang dapat memotivasi semua komponen untuk
meningkatkan kerja guna menurunkan angka stunting di NTT.
"Kegiatan ini positif sekali. Seharusnya ide
ini datang dari pemerintah sebagai eksekutor kebijakan. Tetapi syukur Pos
Kupang sudah lebih dulu berpikir tentang stunting award. Semoga bisa memotivasi
seluruh pihak," katanya. *** flores.tribunnews.com