Musim
kemarau tak kunjung henti
Musim
penghujan tak kunjung datang
Hujan
tak sudi turun
Setetes
air pun tetap tertahan
Di
balik awan yang menghitam
Semua
kering kerontang tanpa ranting
Semua
berlalu terbawa angin
Hanya
debu dan kerikil-kerikil yang masih tergambar jelas
Sampai
saat senja memejam
Namun,
setetes air pun masih tetap tertahan
Kering,
semua kering kerontang tanpa ranting
Ribuan
daun jatuh berguguran menyusur ke tanah
Tanah
kering menampung dahaga
Batang-batang
tak kuasa menahan
Lubang-lubang
mata air tak lagi bersua
Sumur-sumur
kering tak terisi air
Air
seakan intan permata
Air
seakan harta
Air
seakan nyawa
Bila
kemarau datang
Hujan
tak lagi datang dan menjatuhkan dirinya dengan keikhlasan
Kekeringan
seakan menjadi bayangan semu
Yang
menggelayuti manusia
***
Detik
memacu berlalu
Mencekam suara hingga menjerit di sudut leher
Kering kerontang tanpa ranting
Setetes airpun tidak.
Semua
berlalu bagai lagu
Waktu seakan menjadi pengiring masa
Tak terasa dua bulan sudah kita berpijak
Berpijak di tanah gersang ini.
Air
dari langit tak setetes juga turun
Hanya debu dan kering yang melukis
Bingkai hati meriak kering
Ingin meneguk dahaga itu.
Semuanya
masih kering
Semuanya masih gersang
Semuanya masih menjadi baris
Semuanya masih sama, termasuk kering.
*
Daun
kering di tiup angin semesta
Di bawa tepat ke akar julang
Masih kering di desa ini
Hujan masih belum sudi turun mengguyur.
Desa
ini sangat hampa dan gersang
Pohon pohon besar dan semak menguning sesak
Ribuan daun gugur jatuh ke kalang tanah
Menjadi tiada bersama tanah.
Ternak
dan anak anak menjerit haus
Berteriak seakan duri menusuk
Tiada henti hingga suara hilang di telan angin
Masih kering, dan masih kemarau.
Sumur
sumur kosong tanpa air
Raib seakan di telan semesta
Salah siapa ini?
Tentu saja dosa kotor di dalam dada.
Medio Rabu, 11 Oktober 2023