Jenazah warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel tergeletak di halaman rumah sakit Al Shifa, di Kota Gaza, Minggu (12/11/2023). Foto: Ahmed El Mokhallalati/via REUTERS |
Dikutip dari Wafa, Kemenkes Palestina menyatakan
kesulitan untuk memperbaharui data korban selama tujuh hari terakhir. Akibat
dari terputusnya layanan komunikasi di Gaza akibat serangan Israel.
Data korban tewas tersebut bertambah sebanyak lebih
dari 200 orang dibandingkan laporan satu hari sebelumnya. Pada 18 November,
dilaporkan korban tewas 12.200 orang, termasuk 5.000 di antaranya adalah
anak-anak, 3.250 wanita, dan 690 lansia.
Kemenkes Palestina mengatakan, bahwa para pengungsi
yang melarikan diri ke wilayah utara melaporkan melihat mayat-mayat berserakan
di tanah.
Dalam laporan tersebut disebutkan juga bahwa lebih
dari 4.000 warga sipil dilaporkan hilang, termasuk 2.000 di antaranya adalah
anak-anak.
Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa mereka
tidak dapat merespons ratusan permintaan bantuan dan evakuasi korban luka atau
orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan, karena banyaknya permintaan.
Kementerian tersebut juga menyatakan sudah tidak ada
rumah sakit di Jalur Gaza yang dapat menampung bayi-bayi yang terluka dan
prematur yang terpaksa dievakuasi dari Rumah Sakit Al-Shifa.
Kementerian menyerukan intervensi segera oleh
organisasi internasional untuk memindahkan bayi yang terluka dan prematur dari
kompleks medis A-Shifa ke rumah sakit di Tepi Barat atau Mesir.
Antara tanggal 11 dan 18 November, 51 pasien,
termasuk empat bayi prematur, kehilangan nyawa mereka di Rumah Sakit Al-Shifa
karena pemadaman listrik karena kehabisan bahan bakar dan blokade yang
diberlakukan terhadap rumah sakit tersebut.