RANGKUL- Elisabeth Paledan, Pimpinan SLBN Pembina Kota Kupang dengan penuh kasih merangkul anak berkebutuhan khusus di lembaga ini. |
Sejak menginjakkan kaki pertama kali di Kupang, Ibu
kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) putri dari Pulau Celebes- sebutan lain
buat Pulau Sulawesi memiliki cita-cita luhur mengurus anak-anak berkebutuhan
khusus.
Maklum, istri dari Markus Sampe ini memiliki
spesialisasi bidang keilmuan mengurus anak-anak Tuna Netra. Ia menamatkan
studinya di D2 Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) Makassar tahun 1989
lalu menjadi tenaga honorer di SLB Makassar sampai 1992 memutuskan hijrah
mengikuti suami di Kota Kupang.
Mengurus anak berkebutuhan khusus bagi
elisabeth-demikian disapa merupakan panggilan hati. Itulah sebabnya ketika
menginjakan kaki di Kota Kupang ia mengabdikan jiwa raganya dengan mencurahkan
perhatian pada anak-anak di SLB Asuhan Kasih Kota Baru Kupang.
"Ada kepuasan hati dan jiwa. Saya kira ini
rencana Tuhan untuk saya datang jauh-jauh dari Sulawesi untuk memberikan
sentuhan buat anak-anak berkebutuhan khusus di NTT," tutur ibu lima orang
anak ini.
Sosok Elisabeth sangat low profile. Tidak terkesan
kaku dan sangat ramah ketika menerima POS-KUPANG.COM yang menyambangi lembaga
yang dipimpinnya SLBN Pembina pada Selasa 14 November 2023 siang.
Ketika memasuki pintu gerbang SLBN Pembina kesan
sejuk, indah, bersih sudah terlihat. Kiri kanan kawasan itu ditumbuhi pohon
tinggi menjulang.
Panas mentari tepat di ubun-ubun terasa dingin
karena dijemput dengan sapaan angin sepoi-sepoi.
Mengobrol dengan wanita yang memiliki keahlian
menulis huruf brile ini tidak membosankan. Alur bicaranya runut dan menegaskan
bahwa sosok ini sangat memahami kondisi yang ada di SLBN Pembina Kota Kupang.
Sebagai pucuk pimpinan, Elisabeth memotivasi 120
siswa dan 69 para staf pengajar dengan pola : Senyum, Sapa, Salam atau S3. Tak
heran ketika tetamu yang datang
dengan ramah mereka menerima dan mengantar ke tujuan.
Elisabeth berkisah bahwa mengurus siswa berkebutuhan
khusus tidak semua orang mampu. Butuh keahlian khusus dan harus melayani dengan
hati.
"Gunakan ilmu yang kita pelajari di bangku
kuliah tidak cukup. Harus dengan hari. Karena anak-anak butuh kasih sayang.
Saya melakukan itu sejak saya mengabdi di SLBN Pembina sejak 1 Januari 2011
sampai sekarang," tutur Elisabeth.
Sosok yang berhati mulia seperti Muder Teresa dari
Calcuta, India ini memang tidak pernah kenal yang namanya risih, jijik bahkan
memarahi siswa di SLB tersebut. Ia harus memposisikan diri tidak sebagai
pimpinan tapi sebagai layaknya orangtua kandung mereka.
"Saking dekatnya saya dengan anak-anak mereka
peluk, cium saya seperti halnya ibu kandung. Tidak ada sekat perbedaan sehingga
saya mengganggap mereka semua adalah keluarga kandung saya sendiri," jelas
lulusan Sarjana Biologi di Universitas Muhammadiyah Kupang ini.
Ditanya apa yang memotivasinya untuk bergelut
mengurusi anak-anak berkebutuhan khusus, lulusan S2 Universitas Mahardika
Surabaya ini menegaskan bahwa karena panggilan jiwa.
Iapun berkisah bahwa sebelum ke NTT terdorong rasa
iba dengan salah satu anggota keluarganya yang terlahir berkebutuhan khusus.
Namun, fasilitas yang terbatas kala itu akhirnya saudaranya meninggal ketika
menginjak usia 17 tahun.
Itulah sebabnya ada motivasi untuk berbuat untuk
sosok-sosok ini yang mungkin memiliki talenta untuk membahagiakan keluarga juga
kelak bisa mandiri. Dan terbukti selama 12 tahun berada bersama siswa di SLBN
Pembina banyak prestasi gemilang yang diukir anak-anak bukan level daerah saja
tetapi malah level internasional.
"Saya turut bangga bahwa anak-anak saya
walaupun berkekurangan dalam fisik terapi mereka miliki bakat dan talenta dari
Tuhan. Anak dari NTT khusus Tuna Rungu bisa juara
tingkat nasional lomba olympiade sains dan kini jadi guru di sekolah ini,"
kata Elisabeth sambil menahan rasa haru.
Bahkan, lanjutnya, ada yang menjadi pendeta di Rote
Ndao, ada yang membuka usaha sendiri dan tidak merasa minder dengan kekurangan
fisik yang mereka alami.
Ada juga yang memiliki bakat di bidang olahraga
lari, lompat dan menjuarai kejuaraan tingkat internasional di Amerika,
Australia, Jerman, Timor Leste meraih medali emas dan mendapat hadiah rumah dari
Pemerintah NTT.
Ini merupakan suatu kebanggaan buat anak
berkebutuhan khusus bahwa dari kekurangan ternyata ada talenta yang bisa
dikembangkan di SLBN Pembina Kupang.
Untuk diketahui, SLBN Pembina dibangun 2005 dan saat
ini menampung siswa berkebutuhan khusus Tuna Rungu Wicara, Tuna Grahita, Tuna
Daksa dan Autis.
Mengenai pola pendekatan ke keluarga yang anaknya
berkebutuhan khusus, Elisabeth menuturkan hal itu gampang-gampang susah.
Pasalnya, para orangtua merasa minder, malu dengan tetangga bahkan
menyembunyikan di kamar.
Namun, pola pendekatan dari hati ke hati dengan
mendatangi rumah ke rumah dan memperkenalkan prestasi yang diraih
senior-seniornya maka para orangtuapun tergerak.
"Bagi saya ini sebuah tantangan dan ujian dari
Tuhan buat kami. Mereka ini anak Tuhan dan anak bangsa yang wajib kita
selamatkan. Mereka punya potensi untuk dilatih. Bakat tersembunyi yang perlu
kita angkat agar kelak mereka tidak jadi beban orangtuanya tapi bisa
mandiri," tandas Elisabeth yang sejak kecil bercita-cita jadi Perawat ini.
Menyinggung soal fasilitas Ia mengakui masih
terbatas karena yang ada pengadaan sejak 2005 sehingga banyak yang rusak.
Seperti belum ruang Tata Boga, Tata Busana, ruang
Akupresur pijat refleksi.
Termasuk fasilitas ruang kecantikan, pertukangan
untuk pembuatan meja, lemari, kursi, sablon, pot bunga, guci, wadah air mancur
mini.
Iapun berharap ada para pihak apakah itu pemerintah,
kalangan legislatif ataupun warga yang peduli kaum yang berkebutuhan khusus di
daerah ini untuk tidak memandang sebelah mata. Anak-anak berkebutuhan khusus
adalah aset bangsa dan daerah ini yang mampu mengangkat nama daerah di level
nasional maupun internasional. (*) poskupang.com