Potret mantan Menkominfo Johnny G. Plate saat berkunjung di Unwira Kupang (Dok: Koran NTT ) |
Johnny G. Plate dinilai
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek
penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur
pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Johnny G Plate
dengan pidana penjara selama 15 tahun,” kata Ketua
Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu
(8/11/2023), seperti dilansir Batastimor dari Kompas, (11/10).
Majelis hakim menilai, Johnny terbukti melanggar
Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp 1
miliar dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar akan diganti dengan
kurungan selama 6 bulan.
Jhonny Plate juga dijatuhi pidana tambahan berupa
uang pengganti sebesar Rp 15,5 miliar.
Jika tidak dapat mengganti dalam satu bulan setelah
putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan
dilelang.
"Jika harta bendanya tidak mencukupi untuk
menutupi uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2
tahun," ujar majelis hakim.
Selain eks Menkominfo itu, eks Direktur Utama
(Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Achmad
Latif, dan eks tenaga ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia (UI)
Yohan Suryanto juga menjadi tersakwa dalam kasus ini.
Dalam perkara ini, Johnny, Anang Achmad Latif, dan
Yohan Suryanto dinilai terbukti melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri, orang lain, atau korporasi yang merugikan negara Rp 8,032 triliun.
Berdasarkan surat tuntutan, Johnny Plate
dituntut 15 tahun penjara dan pidana
pengganti Rp 17,8 miliar.
Kemudian, Anang Achmad Latif dituntut 18 tahun penjara dengan denda Rp
1 miliar dan uang pengganti Rp 5 miliar.
Sementara, Yohan Suryanto dituntut enam tahun pejara
dengan denda Rp 250 juta dan uang pengganti Rp 399 juta.
Selain tiga terdakwa ini, ada juga tiga petinggi
korporasi yang terjerat kasus dugaan korupsi BTS 4G ini.
Mereka adalah mantan Komisaris PT Solitech Media
Sinergy Irwan Hermawan, eks Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia
Galubang Menak, dan eks Account Director of Integrated Account Departement PT
Huawei Tech Investment Mukti Ali.
Irwan Hermawan dituntut enam tahun penjara dengan denda Rp
250 juta dan uang pengganti Rp 7 miliar, Galumbang Menak dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1
miliar serta Mukti Ali dituntut enam tahun dan denda Rp 500 juta.
Sementara itu, sebanyak dua lembaga Gereja Katolik
di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
menyatakan siap mengembalikan dana sumbangan hasil korupsi, menyusul vonis penjara eks Menteri Johnny G. Plate,
penyumbang dana itu.
Johnny, 67 tahun, eks Menteri Komunikasi dan
Informatika divonis penjara 15 tahun oleh
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta
pada Rabu, 8 November terkait kasus korupsi dengan kerugian
negara triliunan rupiah dalam proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G di daerah tertinggal,
termasuk NTT.
Hakim yang menyatakan Johnny “terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara
bersama-sama” juga mewajibkannya membayar denda satu miliar rupiah, subsider
enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp15,5 miliar.
Menurut hakim, sebagian dana yang dikorupsi Johnny
mengalir ke lembaga gereja, yakni satu miliar rupiah ke Keuskupan Agung Kupang;
500 juta rupiah ke Yayasan Pendidikan
Katolik Arnoldus (Yapenkar); 200 juta rupiah ke korban bencana banjir di Flores
Timur dan 250 juta rupiah ke Gereja Masehi Injili di Timor.
Melansir Floresa, Dua lembaga Gereja Katolik –
Keuskupan Agung Kupang dan Yapenkar – mengonfirmasi kepada media, bersedia
mengembalikan dana itu.
Romo Ambros Ladjar, ekonom Keuskupan Agung Kupang
mengatakan “saya tunggu perintah bagian penyitaan barang dari Kejaksaan.”
Ia mengatakan pada Jumat, 10 November sudah pernah
dimintai keterangan oleh Kejaksaan terkait sumbangan tersebut, usai Johnny
ditetapkan sebagai tersangka.
Pastor Yulius Yasinto, SVD, Ketua Yapenkar juga
mengatakan siap mengembalikan dana itu dan menunggu petunjuk dari Kejaksaan.
Ia mengatakan pernah diperiksa Kejaksaan, di mana
dia diberitahu akan diberi petunjuk prosedur pengembalian dana tersebut.
“Sampai sekarang, kami belum diberi tahu lagi,”
ujarnya.
Pastor Yul – sapaannya – mengatakan kasus ini
menjadi pelajaran penting ke depan agar hati-hati menerima sumbangan dari
pejabat negara.
Ia menjelaskan, sudah berdiskusi dengan ahli-ahli
hukum dan pihak berpengalaman lainnya terkait upaya mitigasi sumbangan yang
bersumber dari dana-dana ilegal.
“Mereka sudah memberikan beberapa rambu agar ke
depan tidak terjebak ke dalam situasi seperti itu lagi,” katanya.
Ia mengatakan, sumbangan dari Johnny diberikan
secara spontan setelah ia memberikan sambutan dalam sebuah kunjungannya ke
Universitas Katolik Widya Mandira – lembaga di bawah naungan Yapenkar – dan
bukan atas permintaan Yapenkar.
Yapenkar, kata dia, sudah beberapa kali mendapat
dana dari negara, dengan mekanisme pengajuan dengan proposal.
Terkait sumbangan Johnny, kata dia “situasinya
betul-betul di luar kontrol kita.”
“Tiba-tiba di depan forum kita disodorkan bantuan.
Kita tidak punya waktu untuk mengecek atau melakukan mitigasi, misalnya minta
pernyataan bahwa itu bukan dari dana tak legal,” katanya.
“Kurang etis juga kalau di depan umum menanyakan
sumber dananya,” tambah Pastor Yul.
Kasus korupsi BTS disebut-sebut merugikan
negara hingga delapan triliunan rupiah.
Aliran dana ke lembaga di NTT merupakan sebagian kecil
dari aliran dana korupsi proyek BTS 4G.
Total dana yang terkumpul dari para konraktor dan
sub kontraktor proyek BTS 4G
dan mengalir ke berbagai pihak mencapai Rp240,5 miliar.
Dari Rp240,5 miliar itu, yang mengalir untuk
kepentingan Johnny, antara lain untuk sumbangan ke lembaga di NTT sebesar Rp17,8 miliar.
Hakim menyatakan, hal yang memberatkan Johnny adalah
tidak mengakui perbuatannya.
Padahal, menurut hakim, ia terbukti meminta uang
kepada Anang Achmad Latif, eks Direktur Utama Badan Aksesibilitas
Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti, unit di bawah Kementerian Informasi
dan Komunikasi yang menangani proyek BTS 4G.
Sementara hal yang meringankannya adalah Johnny
bersikap sopan dan menggunakan uang korupsi untuk bantuan
sosial.
Selain Johnny, dua orang lainnya juga sudah divonis
pada 8 November adalah Anang dan Yohan Suryanto, eks Tenaga Ahli Human
Development Universitas Indonesia.
Anang divonis 18 tahun penjara, sementara Yohan 5
tahun penjara.
Johnny dan Anang langsung menyatakan banding atas
putusan tersebut, sementara Suryanto mengatakan “masih pikir-pikir.”
Proyek BTS 4G dimaksudkan untuk
menyediakan akses internet ke daerah tertinggal, seperti NTT.
Namun, banyak kemudian infrastrukturnya yang tidak
berfungsi.
Sebuah laporan yang dirilis awak media pada Januari
juga mengungkap bagaimana warga di wilayah pedalaman Pulau Flores justru kesal
dengan keberadaan menara pemancar BTS 4G karena malah membuat
mereka susah mengakses internet.
Johnny, pengusaha yang berubah menjadi politisi,
dikenal kerap memberikan sumbangan kepada Gereja.
Ia pernah menjadi ketua Panitia Nasional Perayaan
Natal 2020 dan menjadi dewan penasehat Vox Populi Institute, sebuah organisasi
awam Katolik.
Johnny G. Plate adalah
salah satu dari beberapa menteri kabinet Presiden Joko Widodo yang dipenjara
karena korupsi.
Demikian rangkuman Setapak Rai Numbei dilansir dari Batastimor
mengenai mantan Menkominfo Johnny G. Plate yang
telah dijatuhkan vonis 15 tahun penjara, semoga
bermanfaat.*** batastimor.com