Kepala Stasiun Geofisika Kupang Margiono Jawab Keresahan Masyarakat Soal Potensi Gempa di NTT

Kepala Stasiun Geofisika Kupang Margiono Jawab Keresahan Masyarakat Soal Potensi Gempa di NTT

Kepala Stasiun Geofisika Kupang, Margiono (kemeja putih) foto bersama dengan para pejabat dari BNPB, BPBD NTT, SDC dan para jurnalis sebelum membawakan materi tentang Potensi Gempabumi dan Tsunami dalam Lokakarya Jurnalis Tangguh Bencana (Technical Workshop on Disaster Management for Disaster Resilient Journalist di Aula Palacio, Hotel Aston Kupang pada tanggal 7 November 2023, yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Swiss Development Cooperation (SDC).



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) Kepala Badan Geofisika Kupang, Margiono, S. Si menjawab keresahan masyarakat di wilayah Nusa Tenggara Timur tentang informasi Provinsi NTT dikepung oleh sumber gempabumi yang potensial, sebagaimana diberitakan media sejak Kamis 9 November  2023.   

Melalui siaran pers tanggal 10 November 2023, Margiono menyampaikan tanggapan sebagai berikut.

Pertama, Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang memiliki patahan-patahan (Sesar) yang tersebar mulai dari Barat dan Selatan (Zona Megathrust), Utara (Flores Bach Arc Thrust), Semau Fault, Sawu Thrust, Timor FTB, Bondowatu Fault, Sape Strike Slip, Kalaotoa Fault, dan beberapa patahan lokal lainnya yang aktif sehingga Nusa Tenggara Timur memiliki potensi bahaya gempabumi dan Tsunami.

Kedua, salah satu karakteristik gempabumi adalah berpotensi terulang kembali pada tempat yang sama di waktu yang berbeda.

Ketiga, sampai saat ini belum ada ilmu dan teknologi yang dapat memprediksi kejadian gempabumi secara akurat, kapan, di mana dan berapa kekuatannya sehingga BMKG tidak pernah mengeluarkan informasi Prediksi Gempabumi.

"Masyarakat diharapkan untuk tetap tenang dan tidak terpancing dengan informasi yang beredar. Apabila ingin mengetahui lebih jelas, dapat menghubungi kami di nomor WA: 0811 3832687," demikian Margiono.

Berita tentang potensi gempabumi dan Tsunami di NTT berawal dari materi yang dibawakan oleh Margiono dalam Lokakarya Jurnalis Tangguh Bencana (Technical Workshop on Disaster Management for Disaster Resilient Journalist di Aula Palacio, Hotel Aston Kupang pada tanggal 7-9 November 2023, yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Swiss Development Cooperation (SDC) .

Dalam materinya, Margiono memberikan catatan akhir bahwa wilayah Flores NTT dan sekitarnya secara tektonik merupakan kawasan rawan gempa dan tsunami.

Bencana gempa dan tsunami yang pernah terjadi pada masa lalu hendaknya dijadikan pelajaran dalam menata mitigasi bencana serupa ke depan.

Upaya mitigasi struktural dan non-struktural yang konkret harus diwujudkan guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mungkin terjadi di masa mendatang.

NTT rawan bencana geologi

Selain materi potensi gempabumi dan tsunami yang dibawakan oleh Margiono, ada juga materi tentang Potensi Erupsi Gunung Api dan Pergerakan Tanah oleh Zakarias D.G. Raja dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Balai Pemantauan Gunung Api dan Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Nusa Tenggara di Ende.

Menurut Zakarias, Provinsi NTT secara tektonik merupakan kawasan rawan bencana geologi sehingga masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan.

Penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab bersama (bukan hanya BNPB). Karena itu, dia meminta kepada masyarakat NTT untuk memulai sesuatu dari hal yang kecil untuk turut serta menjaga lingkungan.

Kenali dan waspada terhadap tanda-tanda awal akan bencana geologi. Upaya mitigasi harus diwujudkan guna mengurangi bencana geologi yang mungkin terjadi di masa datang.

Dalam materinya, Zakarias juga menyampaikan sejumlah rekomendasi.

Pertama, masyarakat yang bermukim di daerah rawan harus selalu waspada terhadap potensi gerakan tanah terutama pada saat dan setelah hujan turun karena masih berpotensi terjadinya gerakan tanah susulan;

Kedua, tidak mendirikan bangunan pada jarak yang terlalu dekat dengan tebing (mendirikan bangunan minimal dari tebing adalah 2 kali tinggi tebing);

Ketiga, tidak mengembangkan permukiman mendekat ke arah lereng dan alur air, baik sungai maupun alur-alur air lainnya;

Ketiga, tidak mengembangkan lahan basah, kolam penampungan air di sekitar permukiman untuk menghindari pelunakan dan pembebanan lereng yang dapat memicu gerakan tanah;

Keempat, membuat dinding penahan tebing (DPT) atau perkuatan lereng pada tebing sesuai dengan kaidah geologi teknik. Dinding penahan disarankan menembus batuan dasar/keras dan dilengkapi dengan lubang air dan parit atau selokan kedap air untuk aliran air permukaan.

Kelima, melestarikan vegetasi (pohon) berakar kuat dan dalam di daerah berlereng terjal untuk memperkuat kestabilan lereng;

Keenam, menata aliran air permukaan pada lereng bagian atas dan bawah;

Ketujuh, melandaikan lereng, bisa juga dengan membuat terasering;

Kedelapan, apabila muncul retakan di tanah, segera menutup retakan dengan tanah liat/lempung, memadatkannya, serta mengarahkan aliran air menjauh dari retakan untuk mengurangi peresapan air. Lakukan pengecekan secara rutin;

Kesembilan, segera membersihkan material longsor yang menimbun rumah, fasilitas umum dan jalan dengan selalu mengutamakan keselamatan dan waspada terhadap gerakan tanah susulan;

Kesepuluh, sungai yang tertimbun material longsor agar segera dinormalisasikan untuk menghindari banjir bandang yang dapat mengancam permukiman;

Kesebelas, kegiatan pembangunan agar mengikuti RDTR;

Keduabelas, perlu diperhatikan regulasi tentang jarak aman pemukiman terhadap tebing dan sempadan sungai. *** poskupang.com





Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama