Foto: Guru bahasa Jerman SMAN 2 Komodo Yuventia
D.Gratia. (Ambrosius Ardin) |
Itu pun bukan mata pelajaran wajib bagi semua siswa.
Hanya siswa yang mengambil jurusan bahasa yang diajarkan bahasa Jerman.
Ini berdampak pada jumlah jam mengajar guru bahasa
Jerman yang sedikit. Di kurikulum sebelumnya, Kurikulum K-13, pelajaran bahasa
Jerman diajarkan di semua jurusan.
Yuventia D.Gratia, guru bahasa Jerman SMAN 2 Komodo
mengatakan jumlah jam mengajar yang sedikit itu menyulitkannya untuk mengikuti
program Pendidikan Profesi Guru (PPG) maupun mendapatkan tunjangan profesi guru
atau tunjangan sertifikat guru. Tunjangan profesi guru itu diberikan kepada
guru yang mengantongi sertifikat pendidik setelah menjalani program PPG.
Persoalannya, jelas Yuve, persyaratan mengikuti
program PPG maupun mendapat tunjangan profesi guru harus memenuhi syarat
minimal jumlah jam mengajar di sekolah, yakni 24 jam seminggu. Guru bahasa
Jerman terganjal dengan persyaratan ini.
"Seleksi PPG lihat jam mengajar, 24 jam
seminggu dalam Dapodik. Punya sertifikat pendidik untuk mendapat tunjangan
profesi guru harus memenuhi standar 24 jam (mengajar dalam sepekan) juga,"
ujar Yuve di Labuan Bajo, Sabtu (25/11/2023).
Yuve mengatakan bahasa Jerman memang diajarkan sejak
di kelas X, namun itu masuk dalam mata pelajaran Mulok (muatan lokal).
Sementara dalam Kurikulum Merdeka, Mulok ini tidak diakui dalam Dapodik.
Akibatnya jam mengajar bahasa Jerman di kelas X
tidak dihitung dalam jam mengajar dalam Dapodik. Yang dihitung adalah jam
mengajar di kelas X khusus untuk siswa jurusan bahasa.
Menurut dia, Kurikulum Merdeka itu berdampak pada
kesejahteraan dan menghambat karir guru bahasa Jerman. "Benar sekali
(berdampak pada kesejahteraan guru bahasa Jerman), jenjang karir terhambat. Ini
keresahan bukan hanya kami di NTT, tapi untuk satu Indonesia," kata Yuve.
Guru bahasa Jerman yang tidak memenuhi syarat jam
mengajar, kata Yuve, kehilangan tunjangan profesinya sebesar gaji pokok
walaupun sudah memiliki sertifikat pendidik.
"Setelah PPG dapat sertifikat pendidik yang
nanti dapat tunjangan sertifikasi. Nilainya sama dengan satu kali gaji pokok,
baik yang PNS maupun yang di swasta, di yayasan," jelas Yuve.
Ia mendorong agar jam mengajar Mulok diakui dalam
Dapodik seperti yang berlaku dalam kurikulum sebelumnya. "Jam Mulok dapat
diakui oleh Dapodik supaya terpenuhi jam mengajar. Salah satunya saya, saya
punya jam mengajar Mulok itu tidak diakui, bukan hanya saya, teman-teman guru
yang lain satu Indonesia," kata Yuve.
Suara keprihatinan serupa juga dilontarkan oleh
ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jerman Kabupaten Manggarai
Barat Pius Pesau. Guru bahasa Jerman di SMAN I Boleng ini merasa bahasa Jerman
seperti dipandang sebelah mata.
"Di Kurikulum Merdeka, di kelas X sekarang
bahasa Jerman tidak ada. Bahasa Jerman baru ada di kelas XI, itu pun bukan mata
pelajaran wajib, hanya mata pelajaran pilihan. Diajarkan jika ada yang memilih.
Kalau tidak ada yang memilih maka tidak diajarkan," ujar Pius.
Formasi
Terbatas Guru PPPK
Keluhan lain yang disampaikan guru bahasa Jerman
tingkat SMA di Manggarai Barat maupun NTT adalah kesempatan yang terbatas untuk
diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sejak tes CPNS hingga sekarang
tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), formasi untuk guru
bahasa Jerman sangat sedikit dibandingkan formasi untuk guru bahasa asing
lainnya.
Untuk tes PPPK 2023 hanya ada dua formasi guru
bahasa Jerman di seluruh wilayah NTT. Tes PPPK di Manggarai Barat 2021 hanya
tersedia dua formasi guru bahasa Jerman. Formasi guru bahasa Jerman dalam tes
PPPK diusulkan pihak sekolah.
"Pengangkatan atau formasi yang dibuka untuk
bahasa Jerman baik dulu waktu PNS namanya apalagi sekarang PPPK, kuota bahasa
Jerman jauh lebih sedikit dari bahasa Jerman," ungkap Pius. Ia mengatakan
guru bahasa Jerman di Manggarai Barat saat ini umumnya berstatus guru Komite.
Ditambahkan Yuve, formasi terbatas ini berbanding
terbalik dengan banyaknya guru yang mengajar bahasa Jerman di NTT. "Rasio
guru bahasa Jerman di Indonesia yang banyak diajarkan itu di NTT dibandingkan
daerah lainnya. Hampir sebagian besar SMA/SMK di NTT diajarkan bahasa Jerman,
mayoritas yang ajar itu hanya guru komite. Bisa dihitung yang sudah PNS atau
PPPK, itu karena formasi itu. Makanya pertanyaan saya, apa bahasa Jerman ini
memang tidak penting lagi?" katanya. *** detik.com